Kenapa Ganja Termasuk Jenis Narkotika Sementara Kecubung Tidak?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 16 Juli 2024 | 16:00 WIB
Ganja dan kecubung punya khasiat medis, namun rentan disalahgunakan. Di sisi lain, regulasi di Indonesia membedakan penerapan atas dua tumbuhan ini: ganja dilarang dan kecubung tidak diatur. Apa yang harus dipertimbangkan dalam UU Narkotika? (Lode Van de Velde & Maja Dumat/Wikimedia & Flickr)

Nationalgeographic.co.id—Kecubung dan ganja sama-sama bisa menjadi obat penenang. Pada saat bersamaan, keduanya juga kerap disalahgunakan.

Namun, terkait legalitas, keduanya diperlakukan secara berbeda. Beberapa negara melarang penggunaan ganja, tetapi tidak dengan kecubung.

Salah satu yang melarang peredaran ganja tetapi memperbolehkan kecubung adalah Indonesia.

Melansir Kompas.com, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, alasan kecubung tidak dimasukkan sebagai narkotika dan psikotropika adalah karena tidak menimbulkan kecanduan.

Padahal, penyalahgunaan kecubung tidak hanya menyebabkan halusinasi, melainkan gangguan kesehatan dan kematian.

Baru-baru ini, misalnya, 49 orang di Kalimantan Selatan harus mendapatkan perawatan medis di RSJ Sambang Lihum sejak Jumat (5/7/2024), akibat mabuk kecubung. Dua di antaranya bahkan kehilangan nyawa.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 (UU Narkotika) dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2017 Tentang Perubahan Penggolongan Narkotika, kecubung tidak disebutkan sebagai jenis narkotika.

Narkotika disebut sebagai zat buatan atau dari tanaman yang memberikan efek halusinasi, menurunnya kesadaran, serta menyebabkan kecanduan. Ganja termasuk jenis tumbuhan yang dilarang dalam peraturan ini.

Berdasarkan keterangan Staf Deputi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) dr. Jody yang dikutip dari Kompas.com, tindakan lembaganya dan penegak hukum berdasarkan pada peraturan negara yang berlaku.

Secara dasar hukum, jelas Jody, UU Narkotika mengacu pada konvensi narkotika dan obat-obatan PBB, yakni Commission on Narcotic Drugs United Nations Office on Drugs and Crime (CND UNODC) di Wina, Austria.

Pada konvensi itu, kecubung bukan jenis yang dilarang, sehingga peraturan di Indonesia pun menyesuaikan.

Baca Juga: Tumbuhan Kecubung: Antara Obat dan Racun yang Menyebabkan Halusinasi

Dari laman resmi BNN sendiri, sumber CND yang dimaksud sebagai landasan UU Narkotika berdasarkan konvensi tahun 1961. Padahal, pembahasan dunia tentang narkotika telah berkali-kali dibahas dan mengalami pembaruan.

Pada 2018, berdasarkan keterangan WHO, ganja disarankan untuk direklasifikasi dari daftar narkotika yang dianggap sangat berbahaya bagi kesehatan.

WHO telah mengkaji, jenis obat-obatan tertentu seperti cannabidiol tidak berpotensi disalahgunakan atau menyebabkan ketergantungan, tetapi justru berkhasiat sebagai pengobatan.

Rekomendasi WHO ini disetujui dalam pemungutan suara pertemuan CND UNODC di Wina pada Desember 2020. Akan tetapi, rekomendasi lebih lanjut tidak diterima.

Expert Committee on Drug Dependence (ECDD) mengubah klasifikasi zat terkait ganja, supaya mencegah penyalahgunaan di luar medis. Saat ini, ganja dan resin ganja diklasifikasikan tingkat penyalahgunaan yang setara dengan morfin dan oksikodon, yakni berpotensi ketergantungan.

UU Narkotika yang disebut berdasarkan pada pertemuan konvensi ini tidak memperbarui pertimbangan ini. Guru Besar FK UI Frans D. Suyatna menyampaikan ganja di Indonesia hanya bisa menjadi pilihan alternatif, karena dipandang masih banyak jenis obat lainnya yang punya fungsi yang sama.

"Ganja sebagai obat hanya bersifat simtomatik bukan bersifat menyembuhkan, jadi lebih pada keinginan untuk menikmati euforia, halusinasi, yang disebut psikoaktif yang pada akhirnya mempengaruhi kejiwaan,” ujar Frans, dikutip dari laman BNN bertanggal 1 September 2020.

Akan tetapi, kecubung punya dampak yang berbahaya. Kecubung memiliki kandungan skopolamin, atropin, dan hiosiamina. Kandungan ini bisa digunakan sebagai obat, tetapi berefek samping.

Kecubung bisa menjadi pengurangan produksi lendir berlebihan, mengatasi mabuk perjalanan, pengobatan kejang, parkinson, dan gangguan jantung.

Efek sampingnya bisa menyebabkan sakit kepala, kaburnya penglihatan, pupil membesar, mual, sembelit dan susah buang air kecil, ruam, sakit mata, dan kematian.

Kecubung pun lebih mudah didapatkan, daripada ganja. Tanaman ini memiliki bunga trompet dengan warna yang mencolok. Itu sebabnya, kecubung juga termasuk tanaman hias. Mungkin alasan tanaman hias ini juga yang membuat sulit untuk mengatur kecubung sebagai tanaman terlarang seperti ganja.

Baik ganja dan kecubung punya khasiat bagi kesehatan. Di satu sisi, penyalahgunaannya sangat mudah dilakukan, terutama di negara yang tidak begitu ketat dalam peraturan narkotika.

Semoga saja, kelak ada diskusi yang hasilnya dapat membantu masa depan penggunaan obat herbal atau ancaman dari tanaman ini. Hasilnya dapat berupa pelarangan ganja dan kecubung, legalisasi keduanya, atau sebagian dengan ketentuan yang dipertimbangkan secara medis dan hukum.