Perseteruan Kaisar dan Paus
Bisa dibilang, masyarakat Eropa pada masa Kekaisaran Romawi Suci terbagi antara pendukung Paus dan pendukung kekaisaran. Para penerus takhta Charlemagne sering ikut campur dalam urusan gereja. Oleh karena itu, pelbagai upaya melepas pengaruh kekaisaran dilakukan seperti oleh Nicholas II (bertakhta 1059–1061) dan Gregorius VII (bertakhta 1073–1085).
Keruhnya hubungan antara Gereja dan Kekaisaran menimbulkan gesekkan dalam sejarah abad pertengahan. Gregorius VII yang menghendaki kepatuhan para uskup dan biarawan kepada Paus daripada Kaisar, membuat Kaisar Henry IV berang.
Kekaisaran Romawi Suci sendiri mengalami perang saudara. Di tengah situasi sulit dengan pangeran-pangeran yang membencinya, Henry IV memilih agresif terhadap Gereja dengan mengurung Paus Gregorius VII di Roma, dan menobatkan Paus Klemens III.
Keributan antara pihak gereja dan otoritas Kekaisaran Romawi Suci baru dilakukan ketika Henry V berkuasa sebagai kaisar. Bersama Paus Kalistus, Kaisar menyepakati perjanjian Konkordat Worms pada September 1122. Perjanjian ini memberikan wewenang yang lebih luas pada Gereja.
Menyatukan kekuatan Kristen Eropa
Sejak kejatuhan Kekaisaran Romawi, Eropa terpecah-pecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Penguasa-penguasa kecil yang bermunculan ini saling berseteru. Dampaknya juga terhadap ketahanan Gereja Katolik yang pengikutnya tersebar di penjuru Eropa.
Keuskupan Roma sebenarnya punya kawasan pemerintahan sendiri yang disebut sebagai Negara Gereja. Negara ini berdiri sejak 754 M dengan Roma sebagai ibukotanya, sekaligus menjadi pendahulu negara Vatikan hari ini. Negara Gereja tidak punya basis militer yang kuat.
Meski kecil, pendukung Gereja Katolik Roma tersebar di seluruh Eropa. Hal inilah yang membuat Paus Urbanus II yang dulunya adalah anak didik Paus Gregorius VII, menyatukan kekuatan Eropa lewat Perang Salib pertama pada November 1095.
Di Timur Tengah, peradaban Islam berkembang dengan pesat. Pada abad ke-11, Kekaisaran Seljuk Turki berhasil menguasai Palestina dari tangan Dinasti Fatimiyah. Kekaisaran ini melarang peziarah Kristen dari Eropa masuk Yerusalem.
Untuk pertama kalinya, kepausan dalam abad pertengahan punya kuasa yang melampaui batas-batas negara. Setiap kerajaan memberikan bantuan militer untuk ekspedisi Yerusalem. Kemampuan ini merupakan keberhasilan reformasi yang dilakukan Paus Gregorius VII, sebelumnya.
Semakin luasnya kewenangan Gereja berdampak pada kepausan yang yang sangat kaya. Mereka kerap melakukan pelayanan dari faksi-faksi yang bertikai di Eropa dengan biaya yang sangat mahal. Dampak buruknya, perilaku korupsi terjadi di lingkungan gereja yang kelak memicu gerakan reformasi yang dipimpin Martin Luther pada abad ke-14.