Sejarah Dunia Kuno: Selisik Intrik Harem dan Pembunuhan Ramses III

By Sysilia Tanhati, Senin, 5 Agustus 2024 | 15:00 WIB
Dikenal sebagai konspirasi harem, plot pembunuhan kejam diduga menjadi penyebab kematian Ramses III. Penghuni harem firaun merencanakan pembunuhan untuk merebut takhta. (Wikipedia)

Makam Ramses III

Pada tahun 1886, para pemburu harta karun menemukan bukti fisik yang luar biasa dalam kasus tersebut. Temuan itu adalah makam Ramses III.

Namun, para penggali gagal mendokumentasikan secara akurat posisi firaun di dalam makam, yang berisi berbagai mumi lainnya. Hal itu menghilangkan bukti penting yang dapat mengisyaratkan cara Ramses III menemui ajalnya. Mumi yang diidentifikasi sebagai Ramses III juga tidak memberikan jawaban. Tentu saja, langkah tersebut membuat frustrasi para arkeolog di masa mendatang.

Dikelilingi oleh para penonton yang tidak sabar, para ahli barang antik segera membuka mumi Ramses III. Mereka menemukan bahwa tubuh sang firaun sohor itu tidak menunjukkan tanda-tanda cedera.

Yang lebih membingungkan adalah mumi lain yang dikuburkan di samping Ramses III. Mumi tersebut lebih kecil dengan wajah yang terdistorsi dan tampak menjerit. Mumi-mumi lain di makam tersebut dikubur dengan pakaian upacara dan dibalsem dengan hati-hati. Namun mumi kecil itu dibungkus dengan kulit domba sederhana. Dan tampaknya ditempatkan sembarangan di dalam makam tanpa prasasti yang menunjukkan identitasnya.

Mumi misterius itu seakan tidak bisa diidentifikasikan. Namun para sejarawan mengira mereka telah memecahkan kasus tersebut. Ramses III, tampaknya, tidak dibunuh oleh para konspirator. Konspirasi tersebut dianggap sebagai upaya istri di bawah umur untuk menggunakan kekuasaan dalam harem kerajaan.

Kemajuan dalam teknologi arkeologi tidak memberikan lebih banyak pencerahan. Para peneliti menggunakan mesin sinar-X untuk mengambil gambar firaun pada tahun 1960-an. Tapi tidak ada tanda-tanda pembunuhan yang terlihat.

Namun, arkeolog Susan Redford tertarik dengan cerita tersebut. Pada tahun 2002 ia mengungkapkan pandangan baru tentang konspirasi tersebut. Pandangan baru itu muncul berkat penyelidikan ulang terhadap karya seni di makam Ramses III.

Redford menyadari bahwa beberapa relief di dinding makam menunjukkan ahli waris Ramses III.

Namun, satu ada relief menunjukkan konstelasi pangeran yang berbeda. Redford menafsirkan relief tersebut sebagai petunjuk prestise Pentawar dan status kerajaan ibunya, Tiye. Jika Tiye adalah seorang ratu dan bukan istri kedua, putranya akan memiliki klaim yang lebih kredibel atas takhta. Maka hal ini menjelaskan misteri lama tentang bagaimana seorang tokoh kecil dapat mengumpulkan sekelompok konspirator terkemuka.

Mempersiapkan kasus yang sudah lama tertunda

Relief tersebut mungkin telah menjelaskan alasan percobaan kudeta tersebut. Namun, pembunuhan yang terjadi 3.000 tahun lalu itu masih merupakan kasus yang belum terpecahkan. Kemudian muncul metode arkeologi forensik cukup maju untuk menjamin pemeriksaan ulang mumi tersebut. Kesempatan itu akhirnya datang pada tahun 2012, berkat pemindaian CT dan analisis DNA kuno yang dilakukan oleh tim peneliti internasional.

Pemindaian baru tersebut mengungkapkan bahwa organ perut Ramses III telah diganti dengan patung-patung Horus. Horus adalah dewa Mesir yang dikaitkan dengan penyembuhan. Jimat Horus pun diletakkan di leher dan kaki Ramses III.

Masih ada lagi: Leher Ramses III telah diiris hingga ke tulang, yang menunjukkan bahwa ia sebenarnya dibunuh. Dan Ramses III memiliki DNA yang sama dengan mumi yang tampaknya berteriak dan tidak dikenal. “Temuan tersebut membuat para peneliti menyimpulkan bahwa itu adalah tubuh pangeran Pentawar yang berkonspirasi,” Blakemore menambahkan lagi.

Jadi, apa yang terjadi pada Tiye, ratu yang dipermalukan yang kudeta haremnya memiliki konsekuensi yang mengerikan? Karena tidak ada mumi Tiye yang pernah ditemukan, Redford yakin bahwa ia dihukum berat. Hukuman yang menjadi aib terbesar bagi bangsa Mesir kuno adalah eksekusi dengan api.

Hukuman dengan api adalah nasib terburuk yang dapat dibayangkan bagi seorang Mesir kuno. “Kehancuran total. Tidak ada tubuh, tidak ada kehidupan setelah kematian,” ujar Blakemore. Hukuman tersebut menjadi akhir yang brutal bagi seorang wanita yang motivasinya tidak akan pernah diketahui. Meski begitu, tindakan pengkhianatannya membantu mengakhiri hidup firaun agung terakhir.