Sejarah Dunia: Tiga Peradaban Besar yang Pengaruhi Kehidupan Indonesia

By Utomo Priyambodo, Selasa, 6 Agustus 2024 | 15:55 WIB
Peradaban Hindu Buddha dari India dan Tiongkok turut memengaruhi kehidupan Indonesia saat ini. (Heri Nugroho/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Kehidupan di Indonesia saat ini, ataupun dahulu disebut sebagai Nusantara, dipengaruhi oleh sedikitnya tiga peradaban besar dunia. Sejarah dunia mencatat setidaknya ada pengaruh kedatangan rombongan besar manusia dari tiga peradaban besar dunia ke Nusantara.

Berikut ini adalah sedikit rincian pengaruh dari tiga peradaban besar dunia terhadap Nusantara seperti dikutip dari Indonesia Investments.

1. Peradaban Hindu Buddha dari India dan Tiongkok

Prasasti tertua yang ditemukan di Nusantara dikenal sebagai Prasasti Kutai dan berasal dari Kalimantan Timur. Prasasti ini tertanggal sekitar tahun 375 Masehi ketika kerajaan Kutai Martadipura berkuasa.

Prasasti ini pakai bahasa Sanskerta (bahasa liturgis agama Hindu) menggunakan tulisan Palawa, tulisan yang dikembangkan di India Selatan sekitar abad ketiga Masehi. Dalam prasasti ini tiga raja Kutai Martadipura disebutkan, dan tulisannya menggambarkan sebuah ritual yang merupakan karakteristik Hindu kuno.

Sekitar satu abad kemudian, batu prasasti pertama di Jawa (yang diketahui) diukir. Prasasti ini, yang juga dalam bahasa Sanskerta, bercerita soal Raja Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara (yang berkuasa pada abad keempat sampai ketujuh) di Jawa Barat dan menghubungkan sang raja ini dengan dewa Hindu (Wisnu).

Secara keseluruhan, prasasti ini menunjukkan bukti pengaruh besar dari agama Hindu India terhadap kalangan elite penguasa kerajaan pribumi di Nusantara.

Meskipun demikian, hubungan perdagangan antara India dan Nusantara diketahui telah terbentuk berabad-abad sebelum prasasti Kutai itu. Selat Malaka, jalur laut yang menghubungkan Samudera Hindia dengan Samudera Pasifik, telah menjadi saluran pengiriman utama untuk perdagangan lintas laut antara Tiongkok, India, dan Timur Tengah sejak ingatan manusia.

Sebagian besar garis pantai Sumatra terletak di sebelah jalur Selat Malaka itu, yang menyebabkan para pedagang antara India dan Tiongkok berhenti pantai Sumatra, atau di seberangnya (sekarang: Malaysia) untuk menunggu angin musim yang tepat yang membawa mereka ke tujuannya.

Karena posisi strategis garis pantai Sumatra dan Malaysia yang dekat dengan Selat Malaka, tidaklah mengherankan bahwa kita menemukan kerajaan pertama yang berpengaruh besar dalam sejarah Indonesia di daerah pesisir Sumatra, dan membentang di wilayah geografis yang luas di sekitar selat Malaka itu. Kerajaan ini bernama Sriwijaya dan menguasai jalur perdagangan yang menghubungkan Samudra Hindia, Laut Cina Selatan, dan Kepulauan Rempah Maluku antara abad ke-13 dan abad ke-17.

Sriwijaya juga dikenang sebagai Pusat di Asia Tenggara untuk studi agama Budha dengan penekanan utama pada studi bahasa Sansekerta. Dari sumber-sumber Tiongkok diketahui bahwa para biksu Buddha Tiongkok tinggal di Sriwijaya kadang-kadang selama lebih dari satu dekade demi studi mereka.

Baca Juga: Dampak Jejak Karbon yang Berpotensi Merusak Situs Candi Borobudur

Sekarang ceritanya pindah ke Java. Sisa-sisa candi Hindu dan Buddha yang ditemukan di Jawa Tengah dan berasal dari antara abad ke-8 dan ke-10 menunjukkan pemerintahan dua dinasti. Dinasti ini adalah Dinasti Sailendra (penganut Agama Budha Mahayana dan kemungkinan besar dinasti yang membangun Candi Borobudur yang terletaknya di dekat Yogyakarta sekitar tahun 800 Masehi) dan Dinasti Sanjaya (penganut agama Hindu yang membangun kompleks candi Prambanan sekitar tahun 850 Masehi tidak jauh dari candi Borobudur dan sebagai reaksi terhadap pembangunan candi Borobudur).

Keruntuhan perlahan-lahan Sriwijaya dan munculnya kerajaan baru dan besar di Jawa itu berarti bahwa kekuasaan politik secara bertahap berpindah dari Sumatra ke Jawa.

Namun pada abad ke-10 kehidupan penduduk di Jawa Tengah tiba-tiba jadi tidak terekam karena tidak ada sumber. Diduga letusan gunung berapi besar menggeser kekuasaan politik dari Jawa Tengah ke Jawa Timur tempat berkembangnya sejumlah kerajaan baru.

Tiga kerajaan di antaranya yang patut mendapatkan perhatian khusus karena warisan masing-masing, yakni Kediri (sekitar 1042-1222) untuk warisan prasasti dan warisan sastranya, dan penggantinya Singasari (antara 1222 dan 1292) karena memperkenalkan babak baru dalam sejarah Indonesia, yaitu sinkretisme (penyatuan aliran) agama Hindu dan Buddha.

Babak baru ini mencapai kejayaannya di Kerajaan Majapahit di Jawa Timur (dari tahun 1293 sampai sekitar 1500), yang mungkin merupakan kerajaan terbesar dalam sejarah Nusantara. Majapahit memiliki wilayah geografis yang menyerupai perbatasan Indonesia saat ini (walaupun masih diperdebatkan di antara kalangan sarjana mengenai seberapa besar kekuasaan Majapahit benar-benar dinikmati di luar pulau Jawa dan Bali).

Majapahit dengan perkembangan seni dan sastranya yang luar biasa masih merupakan konsep penting dan menjadi penyebab kebanggaan nasional bagi masyarakat Indonesia saat ini karena dianggap sebagai dasar negara modern Indonesia.

Pergerakan kaum nasionalis di abad ke-20 menggunakan konsep ini untuk menjustifikasi kemerdekaan dan keabsahan batas-batas wilayah Indonesia. Semboyan nasional Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti ‘Persatuan dalam Keberagaman', berasal dari sebuah puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa pemerintahan Majapahit.

2. Peradaban Islam dari Timur Tengah

Meskipun Majapahit merupakan kerajaan Hindu-Buddha, Islam juga memberi pengaruh bagi kalangan elite penguasa Majapahit. Kemungkinan Islam sudah ada di Asia Tenggara maritim dari awal era Islam ketika pedagang Muslim datang ke Nusantara, membuat permukiman di daerah pesisir, menikah dengan perempuan setempat dan dihormati karena kekayaan mereka yang diperoleh melalui perdagangan.

Beberapa penguasa lokal kemungkinan tertarik dengan agama baru ini dan dianggapnya menguntungkan untuk menganut sebuah keyakinan yang sama seperti sebagian besar pedagang. Pendirian kerajaan Islam merupakan langkah logis berikutnya. Diduga rakyat dari raja-raja lokal ini mengikutinya dengan masuk Islam.

Prasasti pada batu nisan menunjukkan bahwa pada awal abad ke-13 terdapat sebuah kerajaan Islam di bagian utara Sumatra yang disebut Pasai atau Samudera Pasai. Menurut catatan sejarah dunia, kerajaan ini dianggap sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara.

Sejarah dunia mencatat peradaban Islam dan peradaban Eropa juga turut memengaruhi kehidupan Indonesia yang dahulu disebut Nusantara. (Australian Embassy Jakarta/Flickr)

Dari Sumatra Utara, pengaruh Islam kemudian menyebar ke arah timur melalui perdagangan. Di pesisir pantai utara Jawa berbagai kota Islam muncul selama abad ke-14. Meskipun demikian, tidaklah mungkin kalau beberapa bangsawan Jawa dari Majapahit di Jawa Timur memeluk agama Islam karena perdagangan.

Mereka mungkin merasa statusnya jauh lebih tinggi dibanding dengan kelas sosial pedagang. Kemungkinan besar bangsawan Jawa ini dipengaruhi oleh para ulama Sufi dan orang-orang suci atau wali yang mengaku memiliki kekuatan supranatural (karomah).

Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15 pengaruh Majapahit di Nusantara mulai menurun karena konflik suksesi dan meningkatnya kekuasaan kerajaan Islam. Sebuah negara/kekuasan perdagangan baru, Malaka, merupakan salah satu kekuatan baru ini.

Malaka bangkit di daerah pesisir--saat ini Malaysia--dan terletak di bagian tersempit dari Selat Malaka itu. Negara ini menjadi pelabuhan yang sangat sukses dengan fasilitas menguntungkan dalam jaringan perdagangan luas yang membentang dari Tiongkok dan Maluku di ujung timur ke Afrika dan Mediterania di ujung barat.

Awalnya Malaka adalah negara Hindu-Buddha. Namun negara ini berubah dengan cepat menjadi kesultanan Muslim (mungkin karena alasan terkait perdagangan).

Hubungan historis antara perdagangan dan Islam juga terlihat dalam perkembangan di Pulau Ternate--saat ini propinsi Maluku di kawasan timur Indonesia. Ternate (mirip dengan Tidore) menjadi daerah kaya karena produksi cengkih.

Dari pulau Jawa--dan melalui perdagangan--Islam menyebar ke daerah Ternate, mengakibatkan berdirinya kesultanan di akhir abad ke-15. Kesultanan ini berhasil menguasai sebagian besar Indonesia Timur, tetapi posisinya dirusak oleh Belanda pada abad ke-17.

3. Peradaban Eropa

Cerita tentang kekayaan Malaka telah sampai di Eropa. Cerita itu menggoda bangsa Portugis, yang memiliki teknologi navigasi yang maju, untuk berlayar ke bagian dunia ini agar bisa memiliki pengaruh lebih besar pada jaringan perdagangan rempah-rempah dunia (dan yang membuat keuntungan mereka lebih tinggi).

Pada 1511 Malaka ditaklukkan oleh armada Portugis di bawah pimpinan Afonso de Albuquerque. Penaklukan ini memiliki konsekuensi yang luas untuk jalur perdagangan.

Malaka, yang dulu merupakan pelabuhan kaya, dengan cepat hancur saat di bawah kekuasaan Portugis (Portugis yang tidak pernah berhasil memonopoli perdagangan Asia). Setelah penaklukan Malaka, para pedagang segera mulai menghindari Malaka dan pergi membawa bisnis mereka ke beberapa pelabuhan lain.

Johor (Malaysia), Aceh (Sumatra), dan Banten (Jawa) adalah negara yang mulai mendominasi perdagangan rempah karena pergeseran jalur-jalur perdagangan setelah Malaka jatuh ke dalam tangan para Portugis.

Belanda juga tertarik untuk membangun cengkeraman yang kuat pada jaringan perdagangan rempah-rempah di Asia Tenggara. Ekspedisi pertama mereka mencapai Banten pada tahun 1596 tapi disertai dengan permusuhan antara orang Belanda dan penduduk pribumi.

Meski demikian, setelah tiba kembali di Belanda, ekspedisi ini masih tetap menunjukkan keuntungan besar yang memperlihatkan bahwa ekspedisi ke kawasan Asia Tenggara sebenarnya menghasilkan banyak uang juga. Namun saking banyaknya ekspedisi yang diadakan oleh beberapa perusahaan Belanda (ke Nusantara), ekspedisi tersebut menimbulkan dampak negatif pada keuntungan mereka.

Persaingan memperebutkan rempah-rempah mendongkrak kenaikan harganya di Nusantara sementara peningkatan pasokan rempah-rempah di Eropa menyebabkan penurunan harga di Eropa. Hal ini membuat pemerintah Belanda memutuskan untuk menggabungkan para perusahaan pesaingnya menjadi satu badan usaha yang disebut Serikat Dagang Hindia Timur (Vereenigde Oost Indische Compagnie, disingkat VOC).

VOC ini menerima kekuasaan berdaulat yang besar untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Asia serta menyingkirkan pesaing Eropa lainnya. VOC memutuskan untuk memiliki kantor pusatnya tidak di Maluku (pusatnya penghasil rempah-rempah) tetapi lebih strategis dekat Selat Malaka dan Selat Sunda. Pilihannya jatuh pada daerah yang sekarang dikenal sebagai Jakarta.

Pada tahun 1619 Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen mendirikan Batavia di atas puing kota Jayakarta yang dihancurkan karena sikapnya yang memusuhi Belanda. Batavia menawarkan prospek dagang yang bagus, sehingga menyebabkan timbulnya imigrasi banyak orang (terutama orang-orang Tionghoa dari Tiongkok) ke kota yang berkembang dengan pesat ini.

Dan itulah kisahnya dalam sejarah dunia mengapa Jakarta kini menjadi kota dengan kemajuan paling pesat di Indonesia. Dan juga, Jakarta masih tetap menjadi ibu kota negara Indonesia hingga saat ini meski sudah ada program pembangunan Nusantara, calon ibu kota baru Indonesia di Kalimantan.