Mata Rantai Evolusi Homo floresiensis, Spesies Manusia yang Menyusut

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 9 Agustus 2024 | 08:00 WIB
Figur Homo floresiensis, yang populer dijuluki Mama Flo, tampil dalam pameran bertajuk Commemoration of the 20th Anniversary of Homo floresiensis Discovery. Asal-usul spesies manusia katai ini masih diperdebatkan. Namun, hasil terbaru menawarkan temuan yang menakjubkan. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

Melansir Harian Kompas, Iwan Kurniawan, ahli paleontologi Pusat Survei Geologi (PSG) dan Museum Geologi Bandung yang menjadi penulis kedua makalah menuturkan, fosil manusia purba yang ada di Meta Menge berjumlah 10 fragmen. Fosil yang tersingkap pada 2010 ini milik setidaknya empat individu yang dua di antaranya adalah anak-anak.

Diperkirakan, tinggi H. floresiensis yang telah menjadi kerangka berusia 700.000 tahun yang lalu ini memiliki tinggi sekitar 103-108 sentimeter. Tinggi ini menandakan individu dewasa tersebut lebih pendek dari sebelumnya yang pernah ditemukan di Liang Bua, sekitar 120 sentimeter.

Perdebatan asal-usul manusia katai dari Flores

Berdasarkan penelitian genetika, Kaifu dan tim berpendapat bahwa Homo floresiensis "punya kesamaan morfologis yang lebih dekat dengan H. erectus Jawa [periode] awal". Mereka memperkirakan garis keturunan antara dua spesies ini dalam jangka waktu panjang pada sekitar 700.000 tahun yang lalu, seperti yang diduga banyak kalangan ilmuwan sebelumnya.

Homo erectus diyakini tiba di Kepulauan Indonesia kurang dari 2 juta tahun yang lalu. Sejarah penelitian arkeologis pertama kali menyingkap kerangka manusia purba ini di Trinil, Jawa Timur oleh Eugene Dubois pada 1890-an. Sampai sekarang, telah ditemukan banyak penemuan fosil mereka di berbagai situs di Indonesia.

Fragmen tulang dan gigi Homo floresiensis yang ditemukan di Cekungan Soa pada 2010 dan 2014. Dari hasil analisis, pemiliknya adalah individu dewasa tetapi dengan ukuran yang lebih pendek dari Homo floresiensis yang pernah ditemukan sebelumnya di NTT. (Yousuke Kaifu et al. (2024))

Spesies ini umum ditemukan di daratan Asia. Keberadaan fosil H. erectus di Indonesia menandakan migrasi mereka melewati Paparan Sunda yang muncul ketika permukaan laut jauh lebih rendah daripada hari ini. 

Yahdi Zaim, profesor paleontologi di Institut Teknologi Bandung yang tidak terlibat dalam penelitian berpendapat, kawasan Indonesia yang tropis sejak lama menjadi daya tarik bagi berbagai spesies manusia, seperti H. erectus dan Homo sapiens.

Dia lebih sepakat jika H. floresiensis berasal dari H. erectus, jika merujuk pada persebaran spesies manusia yang ada pada masanya. Temuan terbaru juga tidak menemukan jejak genetik spesies Afrika seperti Australopithecus dan Homo habilis.

Pada Oktober 2023 silam, Yahdi mengatakan bahwa H. floresiensis memiliki kekerabatan identik dengan spesies manusia purba di Filipina, Homo luzonensis. Keduanya pun memiliki tubuh kerdil. "Keberadaan Homo floresiensis dan Homo luzonensis menimbulkan permasalahan dalam evolusi, terutama mengenai asal usul dan jalur evolusinya: dari mana asalnya?"

Penyusutan dari H. erectus ini terjadi karena mereka bermigrasi ke timur kepulauan Indonesia. Berangsur-angsur, perbedaan sumber daya membuat mereka mengalami penyusutan, terutama jika berada di Flores yang merupakan pulau yang dipisahkan laut.

Masih banyak pakar yang berhati-hati atas kesimpulan asal-usul H. floresiensis. Paleoantropolog Matthew Tocheri dari Lakehead University, dilansir dari Science, memperkirakan perdebatan tentang asal-usulnya masih akan terus berlanjut.

"Kita perlu mempertimbangkan semua bukit yang tersedia dan tidak hanya memilih-milih," ujarnya. Dari kajian lain yang dikutip Tocheri, masih ada dugaan bahwa pohon evolusi hominin pada H. floresiensis berasal dari nenek moyang yang lebih awal daripada H. erectus.