Dalam kesempatan terpisah, Kumoratih, ketua dewan pengurus Yayasan Negeri Rempah yang sekaligus menjadi kurator dalam pameran komunitas ini menekankan pentingnya membangun tradisi belajar terutama terkait dengan pengetahuan budaya.
“Selama ini, kita kerap melihat Jalur Rempah dalam bingkai sejarah. Kali ini kami ingin mengingatkan kembali pentingnya merawat tradisi yang telah berjalan dari generasi ke generasi, sehingga kita tidak kehilangan akar. Tapi yang lebih utama adalah juga menemukan cara-cara baru untuk menumbuhkan tradisi belajar terutama bagi anak-anak dan remaja,” katanya.
Meskipun teknologi canggih kerap dianggap mampu menumbuhkan keingintahuan dan menjadi cara baru memperoleh pengetahuan secara instan, tapi menurutnya hal ini tidak serta merta membentuk tradisi belajar.
Hal senada juga diungkapkan oleh Hassan Wirajuda, ketua Dewan Pembina Yayasan Negeri Rempah, dalam uraiannya menyambut peringatan kemerdekaan Indonesia 2024.
Menurutnya, generasi muda saat ini memiliki banyak kemudahan untuk memperoleh pengetahuan secara instan dengan mengandalkan internet, namun kurang mengapresiasi makna yang lebih mendalam dari sejarah.
Pameran ini yang akan mengetengahkan cerita dan peran serta komunitas dari beberapa daerah di Indonesia antara lain Sumatera Selatan, Belitung, Sumatera Utara, Maluku Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Selatan.
Melalui kolaborasi dengan berbagai komunitas, “Rempah & Kita” akan menyajikan berbagai kegiatan yang dapat diikuti oleh pengunjung yaitu:
(1) Sesi Berbagi untuk mengenal lebih dalam aneka tumbuhan rempah secara langsung yang berasal dari Nusantara, bertemu narasumber-narasumber ahli untuk berbagi pengalaman terkait dengan rempah-rempah, dan pegiat komunitas daerah. Sesi khusus bertajuk “Kamar Gelap” akan mengulas sisi-sisi menarik budaya rempah yang kontroversial;
(2) Lab Rempah untuk mengenal kosa rasa dan pengetahuan rempah melalui kegiatan antara lain meracik jamu, mengeksplorasi berbagai rasa rempah, mengikuti kelas memasak bersama antara lain komunitas yang datang langsung dari Sumatera Selatan dan Maluku Utara (para ibu dari Gunung Gamalama, Ternate). Selain itu, kegiatan-kegiatan seperti meditasi (yoga) dan minum jamu untuk relaksasi;
(3) Permainan digital interactive dan pengenalan karakter-karakter baru yang terinspirasi dari aneka rempah Nusantara hasil kolaborasi dari komunitas dan para praktisi pendidikan desain sebagai upaya untuk mencari model produksi pengetahuan dalam pembelajaran publik tentang Jalur Rempah;
(4) Jamuan Negeri Rempah dan Icip-icip yang akan merekonstruksi tradisi jamuan komunal dari Ternate serta mencicipi tradisi kuliner Morowali Tengah, dan Palembang.
Pameran "Rempah dan Kita" terbuka untuk umum dan segala usia. Dalam merawat tradisi dan warisan budaya terkait rempah ini, pengunjung tidak hanya akan mendapatkan pengetahuan baru, tetapi juga dapat turut berkontribusi dalam kegiatan berbasis komunitas lainnya untuk berbagi pengetahuan dan pemahaman antarbudaya, serta membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.
Pameran ini didukung oleh kontributor-kontributor komunitas dari daerah yaitu Sahabat Cagar Budaya (Palembang, Sumatera Selatan), Telingsong Budaya (Tanjung Pandan, Belitung), Beranda Warisan Sumatera (Medan, Sumatera Utara), Ternate Heritage Society (Ternate, Maluku Utara), Puta Dino (Tidore, Maluku Utara), Komunitas Dupa (Makassar, Sulawesi Selatan), Terminal Benih dan Bakul Goronto (Gorontalo), Kolektif Arungkala (Yogyakarta).
Didukung pula oleh komunitas cendekia dan praktisi dari Binus School of Design, Akademi Kuliner Indonesia, dan lain-lain. Selain koleksi dan karya komunitas, beberapa artefak dan koleksi didukung oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan Museum Bank Indonesia, serta dukungan Hotel Borobudur Jakarta sebagai tempat penyelenggaraan acara.