Sisi Gelap Abraham Lincoln dalam Sejarah AS, Benarkah Sosok Humanis?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 21 Agustus 2024 | 08:42 WIB
Abraham Lincoln dikenang sebagai sosok berpengaruh dalam sejarah Amerika sebagai pelopor penghapusan perbudakan. Nyatanya, Lincoln tidak 'seputih' itu. Ada sisi kelam yang menyelimuti kehidupannya baik atas perbudakan kulit hitam maupun pribumi AS. (Public domain)

Nationalgeographic.co.id—Abraham Lincoln, presiden AS ke-16, ditulis dalam sejarah sebagai sosok yang memperjuangkan emansipasi kulit hitam dari perbudakan. Perubahan yang dibawa Lincoln ini menjadi motif atas pembunuhannya pada 1865. Sejak saat itu, banyak narasi yang mengelukan perannya dan kematiannya digambarkan bak martir.

Akan tetapi, setiap orang punya sisi yang berbeda. Alih-alih melihat Lincoln murni sebagai sosok yang humanis dan emansipatif, seperti yang dikisahkan dalam sejarah, nyatanya terdapat sisi kelam dalam sejarah Amerika.

Penghapusan perbudakan yang ambigu

Lincoln memang percaya bahwa perbudakan secara moral harus dihapuskan, tetapi bukan sebagai abolisionis. Pandangannya disampaikan saat berpidato di Illinois pada 1854, tujuh tahun sebelum menjadi presiden.

Dia menentang perbudakan karena tidak sesuai dengan moral dan hukum. Kemudian, dia berterus terang tidak tahu upaya menghentikan perbudakan dalam sistem politik AS.

Pandangan ini berbeda dengan kalangan abolisionis semasanya, seperti William Lloyd Garrison. Mereka memandang bahwa perbudakan harus dihapuskan dengan perubahan konstitusi. Selain menuntut penghapusan perbudakan, kalangan abolisionis menuntut agar budak punya hak setara sebagai warga negara.

Ketika menjabat sebagai presiden, dalam upaya penghapusan perbudakan, Lincoln tampak bekerja sama dengan abolisionis untuk menghapus perbudakan. Alih-alih mendukung, dalam mendorong Amandemen Konstitusi ke-13 pada 1865, Lincoln hanya ingin memenangkan hati para abolisionis.

Upaya Lincoln belum sepenuhnya memenuhi kehendak abolisionis untuk mewujudkan kesetaraan hak asasi pada kulit hitam. Dalam debat kandidat presiden pada September 1858, Lincoln bahkan menyampaikan pendapatnya bahwa dirinya "tidak, dan tidak pernah, mendukung terwujudnya kesetaraan sosial dan politik antara ras kulit putih dan kulit hitam".

Padahal, Lincoln sendiri meyakini frasa "Semua manusia diciptakan sama" yang dituturkan para pendiri AS berlaku untuk orang kulit hitam dan kulit putih. Dalam sejarah Amerika, perbudakan membuat budak bekerja keras tetapi hasilnya dinikmati majikan. Kesetaraan yang dimaksud Lincoln adalah hak yang sama untuk memperbaiki kondisi hidup dan menikmati hasil kerja.

Sebenarnya, Lincoln punya solusi atas masalah perbudakan sebelum menjabat presiden. Namun ide Lincoln justru menarik: menyediakan negeri koloni yang hanya dihuni mayoritas penduduk Afrika-Amerika.

Negeri koloni yang dapat ditempati, dalam pemikiran Lincoln, antara lain Afrika atau Amerika Tengah. Gagasan ini bukan hal baru. Pesisir barat Afrika pernah menjadi tempat pemerintah AS "membebaskan" para budak sejak 1821 sampai akhirnya membentuk negara merdeka Liberia pada 1847.

Baca Juga: Kenapa Kerap Terjadi Upaya Pembunuhan Presiden AS dalam Sejarah Dunia?