Menelusuri Sejarah Peperangan di Indonesia Timur Lewat Jejak Arkeologi

By Utomo Priyambodo, Minggu, 18 Agustus 2024 | 16:00 WIB
Peninggalan alat perang PD II yang masih tersisa di dasar permukaan perairan Pulau Morotai (Bayu Dwi Mardana)

Nationalgeoraphic.co.id—Sejarah peperangan di wilayah Indonesia Timur meninggalkan jejak-jejak arkeologi yang menarik untuk dipelajari. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Universitas Pertahanan (Unhan) telah menjalin kolaborasi untuk mempelajari jejak-jejak arkeologi dan sejarah tersebut, antara lain dengan mengadakan diskusi bertajuk “Arkeologi dan Pusaka Pasifik: Jejak Strategi Mac Arthur di Indonesia Timur” pada Rabu pekan lalu.

Acara diskusi tersebut diselenggarakan oleh Pusat Riset Arkeologi Lingkungan Maritim dan Budaya Berkelanjutan (PR ALMBB). Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR-ABS) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang membawahi PR ALMBB, Herry Yogaswara, berharap diskusi tersebut bisa memberikan inspirasi untuk pengembangan riset ke depannya.

Dekan Fakultas Strategi Pertahanan Unhan, Mayjend TNI Priyanto, dalam sambutannya juga mengapresiasi terbitnya buku berjudul Loncat Katak Mac Arthur di Papua dan Maluku. Buku itu ditulis oleh Kol. Inf. Almuchalif Suryo, selaku Kaprodi Strategi Perang Semesta, Fakultas Strategi Pertahanan Unhan.

Priyanto berharap, buku tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan, khususnya bagi generasi muda untuk mengetahui sejarah tentang perang pasifik di wilayah Papua dan Maluku.

Dalam acara diskusi, Kol. Inf. Almuchalif Suryo menjelaskan latar belakang penulisan buku tersebut. Ia mengatakan tergerak untuk menulis buku itu lantaran terobsesi dengan Mac Arthur.

Dijelaskannya, Mac Arthur adalah seorang panglima tentara sekutu wilayah Pasifik Barat Daya. Di Indonesia, wilayah Pasifik Barat Daya mencakup dari Papua sampai Maluku.

Bukut tersebut, sambungnya, merupakan perpaduan antara catatan perjalanan sejarah, juga taktik dan strategi kampanye militer. Buku tersebut juga membahas mengapa Mac Arthur bisa berada di Papua.

Istilah "loncat katak", yang dipakai sebagai judul buku, sangat terkenal dalam Perang Dunia ke II. Bukunya tidak hanya mengupas masalah-masalah pertempuran, tetapi juga sisi lain, khususnya peninggalan-peninggalan.

“Walaupun sudah dilindungi oleh cagar budaya, tetapi masih ada saja pihak-pihak yang memanfaatkan peninggalan tersebut,” ungkapnya.

Buku tersebut masih sangat sedikit mengupas pasukan sekutu dan Jepang. Ia menjelaskan, dalam setiap bab buku tersebut terdapat pesan tersirat tentang sebuah pembelajaran.

Isi buku tersebut terdiri atas delapan bab. Setiap urutan bab disesuaikan dengan urutan Mac Arthur melakukan lompat katak dalam menjalankan misi perangnya.

Baca Juga: Menelusuri Jejak Eropa di Indonesia Lewat Tulisan Para Peneliti