Menantikan Peran Pemuka Agama dan Guru untuk Menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca

By Utomo Priyambodo, Rabu, 21 Agustus 2024 | 10:00 WIB
Ramon Tungka, Editor at Large SayaPilihBumi, mengisi acara 'Bimbingan Teknis: Peran Tokoh Agama dan Guru dalam Mendorong Masyarakat pada Aksi Penurunan GRK dari Diri Sendiri' di Balai Kota Jakarta. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Para tokoh agama dan pendidik di seluruh dunia bisa ikut berperan besar dalam menurunkan emisi gas rumah kaca global. Termasuk juga para tokoh agama dan pendidik di DKI Jakarta, yang baru-baru ini mendapatkan semangat dan pencerahan baru dalam upaya menurunkan gas rumah kaca (GRK) di ibu kota.

Pada Selasa, 20 Agustus 2024, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama National Geographic Indonesia dan SayaPilihBumi menyelenggarakan acara diskusi "Bimbingan Teknis: Peran Tokoh Agama dan Guru dalam Mendorong Masyarakat pada Aksi Penurunan GRK dari Diri Sendiri". Acara ini digelar di Ruang Seribu Wajah, Lantai 22 Grha Ali Sadikin, Balai Kota DKI Jakarta.

Tujuan acara ini adalah untuk menyatukan narasi dengan para tokoh agama dan guru terkait kegiatan mitigasi dan adaptasi bencana iklim; memberikan pemahaman mengenai peran sentral tokoh agama dan guru dalam mendorong masyarakat terhadap aksi penurunan GRK; dan menyediakan bahan-bahan atau materi komunikasi yang dapat disinkronkan dengan pesan-pesan keagamaan.

Acara ini diikuti oleh sekitar 50 orang tokoh agama dan guru serta pegawai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Mahawan Karuniasa, Dosen Program Studi Ilmu Lingkungan di Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, dan Ramon Yusuf Tungka, Editor at Large SayaPilihBumi, menjadi pembicara dalam acara ini.

Mahawan Karuniasa mengatakan acara ini sangatlah penting. "Perubahan iklim itu perlu untuk dihadapi, baik dengan mitigasi maupun adaptasi, adalah dengan perubahan. Nah, perubahan itu bisa dilakukan antara lain lewat peran para tokoh masyarakat, khususnya tokoh-tokoh agama, guru, dan para pihak yang berinteraksi langsung dengan perubahan. Mereka, tokoh agama dan para guru itu, adalah agen pengubah yang sangat penting."

Dia juga menegaskan bahwa perubahan iklim terjadi akibat perilaku manusia. "Oleh karena itu, perubahan iklim yang tentu saja disebabkan oleh manusia, itu harus diatasi dengan mengubah manusia itu. Nah, mereka, tokoh-tokoh itu, adalah aktor penting untuk melakukan suatu perubahan, baik dari sisi yang bersifat nasional maupun dari sisi individu sampai tingkat rumah tangga."

Mahawan Karuniasa, Dosen Program Studi Ilmu Lingkungan di Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Mahawan lebih lanjut menguraikan ada beberapa contoh gerakan yang bisa dibangun oleh para tokoh agama dan guru untuk disampaikan ke komunitas mereka masing-masing. Misalnya gerakan penghematan bahan bakar dengan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi hingga penghematan energi listrik di rumah dan di mana pun.

"Kebetulan di tempat saya sedang membangun masjid. Nah itu saya sarankan kalau bisa konsep masjidnya itu pun konsep masjid ramah lingkungan. Jadi, misalnya, desainnya kalau bisa itu cahaya cukup dari luar, sehingga pada siang tidak perlu menyalakan lampu," tutur Mahawan.

Dia juga menambahkan perlunya desain gedung dengan sirkulasi udara yang baik. "Kalau bisa desain gedungnya itu gedung yang adem sehingga AC hanya digunakan pada saat panas terik. Cukup dengan udara ambien yang ada, dengan desain itu bisa tetap adem."

Perilaku individu jemaah juga perlu diubah menjadi lebih ramah lingkungan. Contohnya adalah dengan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor saat ke rumah ibadah dan menghemat penggunaan air, misalnya untuk berwudu.

"Air kan menggunakan listrik juga pompanya," kata Mahawan. "Kerannya jangan dibuka gede-gede." Selain disampaikan lewat tokoh agama, gerakan menghemat air dan listrik juga bisa diberitahukan lewat stiker dan poster yang dipasang di tempat-tempat terkait.

Ramon Tungka juga memberi contoh hal kecil yang bisa dilakukan masing-masing orang mulai dari diri sendiri. Misalnya dengan terbiasa membawa tumbler atau botol minum dan tempat makan untuk mengurangi penggunaan wadah dan gelas plastik dan produk plastik sekali pakai lainya.

"Perubahan perilaku masyarakat tidak akan berhasil bila tidak melalui hal-hal kecil," ujar Ramon. Aksi nyata yang meski terlihat kecil kalau dijalankan bersama-sama akan bisa membuahkan kebijakan baru untuk bersama.

"Ketika kebijakan baru lahir, saya percaya akan lahir budaya yang baru. Akhirnya menjadi budaya kita untuk membawa tumbler ke mana-mana. Yang awalnya tujuannya untuk menghambat perubahan iklim, tapi kemudian jadi budaya. Pergi ke luar rumah gak bawa tumbler rasanya jadi enggak enak gitu."

Didi Kaspi Kasim, Editor in Chief National Geographic Indonesia. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Editor in Chief National Geographic Indonesia, Didi Kaspi Kasim, yang bertindak sebagai moderator dalam acara diskusi ini, menegaskan para tokoh agama dan guru perlu menggaungkan gerakan penurunan GRK demi menghambat laju perubahan iklim ini ke sebanyak mungkin orang.

"Para pengajar, key opinion leaders, tidak bisa hanya menggiatkannya di ruang-ruang kelas," ujar Didi. "Nampaknya kita harus mulai lagi lebih aktif berbicara di ruang-ruang publik dan menarik keterlibatan lebih banyak orang lagi. Karena persoalan perubahan iklim ini kian nyata."