'Si Badai', Kompor Kayu Bakar Ramah Lingkungan untuk Masyarakat Desa

By Utomo Priyambodo, Jumat, 23 Agustus 2024 | 14:00 WIB
Ilustrasi kompor kayu bakar yang ramah lingkungan. (Lum3n/Pexels)

Nationalgeographic.co.id—Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membuat inovasi berupa kompor kayu tabung ganda “Si Badai” yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pedesaan.

Produk “Si Badai” merupakan salah satu inovasi yang dipamerkan dalam ajang Indonesia Research and Innovation Expo (InaRI Expo) 2024, di Kawasan Sains dan Teknologi, Soekarno, Cibinong, pada 8-11 Agustus 2024.

Para inovatornya adalah periset Pusat Riset Teknologi Tepat Guna BRIN, yaitu Dadang Gandara, Arie Sudaryanto, dan Dadang Dayat Hidayat.

Arie Sudaryanto menjelaskan, “Si Badai” menerapkan sistem aliran udara turbulen dengan memanfaatkan bahan bakar biomassa, seperti sabut kelapa, tempurung kelapa, akar pohon, kayu, dan briket arang.

“Dengan suhu mencapai 500 hingga 700 derajat Celsius, 'Si Badai' memiliki api kebiruan seperti kompor gas LPG. Ada sedikit asap saat kompor dinyalakan, namun akan menghilang berkat fitur blower pada kompor,” ujarnya seperti dilansir laman BRIN.

Arie mengungkapkan, penggunaan bahan bakar yang mudah ditemukan di lingkungan pedesaan menjadi kelebihan “Si Badai” dibandingkan kompor gas LPG. Dengan demikian, masyarakat pedesaan bisa memanfaatkan kompor tersebut pada saat kesulitan tabung gas LPG.

“Pada saat kondisi emergency, kita bisa menggunakan kompor tersebut,” ungkap Arie.

Lebih lanjut dia menuturkan, kompor ini disebut kompor tabung ganda karena ada dua tabung dalam konstruksi kompornya, ada tabung luar dan tabung dalam. Tabung dalam berfungsi untuk ruang bakar, sementara tabung luar untuk penahan sirkulasi udara.

Bagian-bagian dan spesifikasi 'Si Badai', kompor kayu bakar tabung ganda yang ramah lingkungan. (BRIN)

“Antara tabung dalam dan tabung luar ada putaran angin yang diembus oleh blower. Dari situlah muncul nama 'Si Badai', karena di dalam ruang bakar terjadi pusaran angin. Pusaran udara seperti halnya angin tornado,” terangnya.

Keunggulan lain dari produk ini, lanjut dia, yaitu panasnya merata dan hemat bahan bakar berkat teknologi gasifikasi yang mampu mengubah biomassa menjadi gas bakar.

Baca Juga: Kompor Berbahan Sekam Padi Dikembangkan di Filipina

Desain dua tabung dengan celah aliran udara dan kipas angin untuk pembakaran sempurna, aman digunakan dengan isolator panas, pengunci rapat, dan aliran udara terkontrol untuk keamanan optimal bagi pengguna.

“Namun prototipe pertama ini masih perlu penyempurnaan lagi, khususnya agar bisa digunakan oleh UKM untuk penggorengan. Kapasitasnya sudah kita ukur, yaitu untuk 5 kilogram bahan bakar bisa digunakan sampai 4 hingga 5 jam,” imbuhnya.

Menurut Arie, produk ini sudah digunakan dan diuji coba di beberapa tempat, seperti di Subang sebanyak 10 unit, Klaten 1 unit, dan Demak 1 unit. Beberapa daerah lain juga sudah ada yang memanfaatkan dengan uji coba untuk prototipe.

“Secara legal, kita sudah bisa melakukan perjanjian lisensi untuk pemanfaatannya dan produksi masal. Kita masih mencari mitra, sudah ada beberapa mitra yang berminat,” kata Arie.

Selain digunakan untuk kompor pengganti LPG, “Si Badai” juga dimanfaatkan oleh masyarakat di Kabupaten Subang sebagai mesin pemusnah sampah.

Jumlah sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Kabupaten Subang bisa mencapai hampir 900 ton per hari. Dengan demikian, BRIN bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Subang untuk melakukan inovasi dengan membuat suatu alat mesin pemusnah sampah.

“BRIN, kan, sudah lama ada di Subang, apa yang bisa dibantu untuk Pemda. Salah satu masalah yang muncul itu adalah untuk sampah,” ujar Arie.

“Untuk mesin pemusnah sampah ini, kita sudah ada kerja sama dengan SMK Cibogo untuk pengembangan produk, kemudian dengan Politeknik Negeri Subang untuk pengembangan inovasinya, serta dengan PT Abasta, Subang,” tambah Arie.

Arie berharap ke depannya masyarakat setempat bisa membuat sendiri mesin pemusnah sampah ini, tidak hanya mengoperasikannya.

“Kita ingin supaya mesin ini menjadi sebuah mesin yang bisa dibuat oleh masyarakat, bukan mengoperasikan saja. Makanya, kami membuat desain yang sederhana, dari bahan yang sederhana, supaya bengkel-bengkel kecil di desa itu bisa membuatnya,” harapnya.