Makna di Balik Salib Nusantara: Busana Liturgis Paus Fransiskus saat Ekaristi di GBK

By Ade S, Rabu, 4 September 2024 | 16:03 WIB
Paus Fransiskus akan mengenakan busana liturgis bertema 'Salib Nusantara' saat Ekaristi di Gelora Bung Karno, Jakarta. Apa maknanya? (KOMPAS/FABIO MARIA LOPES COSTA)

Nationalgeographic.co.id—Salah satu acara penting dalam rangkaian kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia adalah Ekaristi akbar yang akan diadakan di Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (5/9/2024). Diperkirakan akan ada puluhan ribu umat Katolik.

Tentu saja ada banyak hal yang akan disiapkan dalam rangka menyambut acara tersebut. Termasuk di dalamnya adalah mempersiapkan busana liturgis yang akan dikenakan Sri Paus, para kardinal, uskup, imam, dan diakon.

SangKris, kreator busana liturgis asal Bandung ditunjuk oleh Konferensi Waligereja Indonesia untuk menyiapkan seluruh busana liturgis. Tugas tersebut mulai dikerjakan pada Juni 2024.

Pesan utama yang diminta oleh Nunsius atau Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Piero Pioppo, dan ketua Konferensi Waligereja Indonesia, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC, yaitu agar desainnya tidak mewah.

Pengerjaan busana liturgis itu sendiri dikerjakan secara "keroyokan" oleh Lindawati Winata (jubah), Lienawati Dadi (bordiran pada kasula, stola, dan dalmatik), serta Sandra Hariadi (desain busana dan detail motif).

Paus Fransiskus akan mengenakan busana liturgis bertema 'Salib Nusantara' saat Ekaristi di Gelora Bung Karno, Jakarta. Apa maknanya? (KOMPAS/FABIO MARIA LOPES COSTA)

Melalui diskusi, "Salib Nusantara" terpilih sebagai judul yang tepat untuk karya tersebut. Karya ini menjadi representasi visual yang unik, menggabungkan simbol keagamaan universal dengan kekayaan budaya Indonesia yang beragam.

Desain salib yang dipilih sangatlah menarik. Bentuknya yang sama lengan, dengan pola moline atau jangkar, menciptakan delapan sudut melengkung yang khas. Model salib ini sering dikaitkan dengan Ordo Templar, namun lebih akrab bagi para penganut Santo Benediktus dari Nursia dan ordo Benediktin.

Untuk memberikan sentuhan Nusantara yang kuat, para seniman dengan cermat memadukan berbagai motif daerah pada bagian batangnya. Motif Dayak dari Kalimantan mewakili wilayah utara, Sumba dari Nusa Tenggara Timur melambangkan bagian selatan, Asmat dari Papua merepresentasikan ujung timur, dan Batak dari Sumatera Utara mewakili bagian barat.

Dengan demikian, salib ini menjadi seperti peta budaya Indonesia yang terukir dalam sebuah karya seni. Hal yang "sedikit mudah" bagi mereka yang memang pernah membuat busana liturgis untuk para pemimpin gereja di daerah-daerah.

"Salib Nusantara" semakin kaya dengan penambahan ornamen-ornamen khas Indonesia. Empat sayap Garuda atau Gurda, terinspirasi dari keindahan batik Jawa, kini menghiasi ruang di antara lengan salib utama. Ornamen floral dari tenun Bali pun mempercantik salib kecil di bagian tengah, menciptakan harmoni antara unsur-unsur visual yang kaya.

Baca Juga: Paus Menjadi Santo: Dulu Hal yang Biasa, Mengapa Kini Sangat Jarang?

Dominasi benang sulam emas memberikan kesan mewah, namun tetap dipadukan dengan warna-warna lembut seperti perak, coklat, kuning, merah, dan putih. Perpaduan ini menghasilkan tampilan yang khusyuk, menyimbolkan kemuliaan Salib Kristus dalam nuansa kesederhanaan khas Nusantara.

Desain ini mengedepankan prinsip 'indah bersahaja'. Suatu hal yang sejalan dengan semangat pembaruan liturgis yang mengedepankan nobili simplicitate atau kesederhanaan nan luhur.

Keunikan Salib Nusantara tidak hanya berhenti pada salib itu sendiri. Pola ini juga diaplikasikan pada mitra (penutup kepala) Paus dan para uskup. Mitra Paus menampilkan desain Salib Nusantara secara utuh, sementara mitra para uskup menghilangkan unsur sayapnya.

Lebih lanjut, Salib Nusantara versi utuh kembali hadir pada pluviale (mantel) Paus dan semua kasula kardinal atau uskup. Namun, terdapat beberapa modifikasi untuk membedakan peran masing-masing. Selain itu, pluviale Paus dan kasula kardinal atau uskup juga dihiasi dengan motif-motif tambahan di bagian depan dan belakang.

Proses pembuatannya pun menarik. Pluviale Paus dan semua kasula uskup dibordir dengan kombinasi teknik mesin dan manual, menghasilkan detail yang sangat indah. Sementara itu, gambar Salib Nusantara untuk kasula para pastor atau imam konselebran dicetak langsung pada kain.

Keputusan Paus Fransiskus untuk mengenakan pluviale dalam perayaan misa di Indonesia menyimpan makna mendalam. Kondisi kesehatan beliau yang belakangan ini kurang optimal menjadi pertimbangan utama. Pluviale dipilih karena sifatnya yang lebih praktis dan tidak terlalu membebani tubuh dibandingkan kasula.

Biasanya, dalam sebuah perayaan misa besar, Paus akan memimpin seluruh rangkaian mulai dari perarakan masuk hingga persiapan persembahan. Namun, karena kondisi kesehatan yang perlu diperhatikan, misa utama seringkali dilanjutkan oleh seorang kardinal atau uskup yang telah ditunjuk sebagai selebran. Paus kemudian akan kembali memimpin ritus penutup.

Adanya pembagian tugas ini memungkinkan Paus untuk tidak mengenakan kasula yang lebih berat. Pluviale, dengan desainnya yang lebih sederhana namun tetap khusyuk, menjadi pilihan yang tepat.