Perjanjian Lateran, Kala Bapak Fasisme Italia Akui Kedaulatan Vatikan

By Ade S, Rabu, 4 September 2024 | 18:03 WIB
Perjanjian Lateran: Kesepakatan historis antara Italia dan Vatikan yang menandai pengakuan kedaulatan negara terkecil di dunia. (ilsudonline.it)

Nationalgeographic.co.id—Siapa sangka, seorang diktator seperti Benito Mussolini justru menjadi sosok kunci dalam kelahiran sebuah negara independen, yakni Vatikan?

Di tengah gejolak politik Italia pada awal abad ke-20, Mussolini dan Paus Pius XI menjalin kesepakatan yang tak terduga.

Perjanjian Lateran, begitulah ia disebut, bukan hanya sekadar perjanjian biasa, tetapi sebuah perjanjian yang mendefinisikan ulang hubungan antara gereja dan negara.

Untuk memahami lebih dalam tentang konteks sejarah dan dampak dari Perjanjian Lateran, mari kita telusuri artikel ini.

Pusat wewenang spiritual dan diplomatik

Tersembunyi di jantung Kota Roma, Italia, terdapat sebuah negara mungil yang memiliki pengaruh besar di dunia. Kota Vatikan, demikian namanya, adalah negara kota terkecil di dunia yang sekaligus menjadi pusat spiritual bagi umat Katolik. Dinding-dinding kuno yang megah mengelilingi Vatikan, menciptakan suasana sakral yang khas.

Pusat perhatian di Vatikan adalah Basilika Santo Petrus, sebuah katedral megah yang dibangun di atas makam Santo Petrus, salah satu dari dua belas rasul Yesus Kristus. Dengan arsitektur yang memukau dan sejarah yang panjang, basilika ini menjadi simbol keagungan Gereja Katolik dan tujuan ziarah bagi jutaan umat dari seluruh dunia.

Istana Vatikan adalah kediaman resmi Paus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik. Di sinilah Paus memimpin umat Katolik sedunia dan menjalankan tugas-tugas pemerintahannya. Tahta Suci, sebutan lain untuk pemerintahan Gereja Katolik, memiliki wewenang spiritual dan diplomatik yang diakui oleh banyak negara di dunia.

Meskipun berukuran sangat kecil, Kota Vatikan memiliki segala fasilitas yang dibutuhkan sebuah negara. Ada kantor pos, rumah sakit, stasiun radio, bahkan pasukan pengawal khusus yang disebut Garda Swiss. Mata uang yang digunakan adalah Euro, sama seperti Italia. Namun, Vatikan memiliki sistem perpajakan dan kebijakan keuangan yang unik.

Anda mungkin bertanya-tanya, dari mana Vatikan mendapatkan uang untuk membiayai semua kegiatannya? Melansir Britannica, sumber pendapatan utama Vatikan berasal dari sumbangan sukarela umat Katolik di seluruh dunia.

Selain itu, Vatikan juga memiliki investasi, menjual perangko dan koin kolektor, serta menghasilkan pendapatan dari penjualan tiket masuk ke museum dan situs-situs bersejarahnya.

Baca Juga: Bagaimana Vatikan Jadi Salah Satu Negara Pertama yang Akui Kemerdekaan Indonesia?

Kota Vatikan bukan hanya sebuah negara, tetapi juga simbol keagamaan, pusat seni dan budaya, serta pemain penting dalam panggung politik global. Dengan sejarah yang panjang dan kaya, Vatikan terus menarik minat wisatawan dan menjadi pusat perhatian dunia.

Punya kekuasaan absolut

Kota Vatikan, negara kota terkecil di dunia, memiliki sistem pemerintahan yang unik dan menarik. Sebagai pusat dari Gereja Katolik Roma, seluruh kekuasaan di negara ini terpusat pada satu sosok: Paus. Paus, setelah terpilih sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik, otomatis juga menjadi kepala negara Vatikan.

Paus memegang kekuasaan yang sangat luas di Vatikan. Ia bertindak sebagai kepala negara, pembuat undang-undang, dan juga pemegang kekuasaan kehakiman tertinggi.

Keputusan Paus bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat. Meskipun demikian, untuk membantu menjalankan tugas-tugas pemerintahan sehari-hari, Paus dibantu oleh berbagai lembaga di dalam Vatikan, yang secara kolektif dikenal sebagai Curia Roma.

Pada tahun 1984, dilakukan reorganisasi besar-besaran terhadap Curia Roma. Salah satu hasil dari reorganisasi ini adalah dibentuknya sebuah komisi yang terdiri dari lima kardinal.

Komisi ini diberikan tanggung jawab untuk mengelola urusan administrasi sehari-hari Kota Vatikan, di bawah koordinasi Sekretariat Negara. Langkah ini bertujuan untuk meringankan beban kerja Paus dan meningkatkan efisiensi pemerintahan.

Mayoritas penduduk Vatikan adalah para rohaniwan, seperti imam dan biarawati. Namun, terdapat juga sejumlah kecil warga sipil yang bekerja di berbagai sektor, seperti sekretariat, pelayanan rumah tangga, perdagangan, dan lainnya. Meskipun jumlah penduduknya sangat terbatas, Vatikan memiliki masyarakat yang beragam dan dinamis.

Selain wilayah utamanya yang berada di dalam Kota Roma, Vatikan juga memiliki beberapa properti di luar temboknya yang memiliki status khusus. Bangunan-bangunan ini, yang tersebar di berbagai lokasi di Roma, memiliki kekebalan hukum yang sama dengan wilayah Vatikan. Selain itu, Castel Gandolfo, kediaman musim panas para Paus, juga merupakan wilayah ekstrateritorial Vatikan.

Meskipun ukurannya sangat kecil, Vatikan memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan internasional. Vatikan memiliki hubungan diplomatik dengan banyak negara di dunia dan memiliki kedutaan besar di berbagai ibukota negara.

Hal ini menunjukkan bahwa Vatikan diakui sebagai sebuah negara berdaulat dan memiliki pengaruh yang signifikan dalam berbagai isu global, terutama yang berkaitan dengan agama dan moralitas.

Baca Juga: Sejarah Eropa: Bagaimana Negara-Negara Gereja Menjadi Vatikan?

Perjanjian Lateran dan sejarah Vatikan

Kota Vatikan, negara kota terkecil di dunia, memiliki sejarah panjang dan kompleks yang terjalin erat dengan sejarah Italia. Selama berabad-abad, Vatikan telah menjadi pusat kekuasaan spiritual bagi umat Katolik di seluruh dunia.

Sebelum menjadi negara kota yang kita kenal sekarang, Vatikan merupakan jantung dari Negara Kepausan. Selama periode abad ke-4 hingga 1870, Paus memerintah wilayah yang cukup luas di sekitar Roma, menjadikan kota ini pusat kekuasaan politik dan agama. Namun, seiring dengan perubahan peta politik Eropa, kekuasaan Negara Kepausan semakin terkikis.

Pada akhir abad ke-19, Italia berhasil menyatukan seluruh wilayahnya, termasuk Roma. Hal ini membuat posisi Paus menjadi sangat lemah. Namun, Paus tetap mempertahankan wilayah kecil di sekitar Basilika Santo Petrus yang dikenal sebagai Kota Vatikan.

Situasi yang tidak pasti ini akhirnya menemui titik terang pada tahun 1929. Melalui Perjanjian Lateran, Italia yang saat itu dipimpin oleh Benito Mussolini, secara resmi mengakui kedaulatan Kota Vatikan. Perjanjian ini menandai lahirnya sebuah negara kota yang independen di tengah-tengah kota Roma.

Salah satu poin penting dalam Perjanjian Lateran adalah pengakuan terhadap keabsahan pernikahan Katolik. Pasal 34 perjanjian ini menegaskan bahwa pernikahan yang dilakukan menurut hukum kanon (hukum gereja) diakui oleh negara.

Hal ini berarti bahwa hanya pengadilan gereja yang berwenang untuk membatalkan suatu pernikahan Katolik. Konsep perceraian seperti yang dikenal dalam hukum sipil tidak berlaku dalam pernikahan Katolik.

Perjanjian Lateran juga mengatur soal pendidikan agama di sekolah. Pasal 36 memberikan izin kepada gereja untuk memberikan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri, baik tingkat dasar maupun menengah. Uskup diberikan wewenang untuk memilih guru agama, menentukan kurikulum, dan menyetujui buku-buku pelajaran yang digunakan.

Hubungan antara Italia dan Vatikan terus berkembang. Pada tahun 1985, kedua belah pihak menandatangani sebuah konkordat baru yang membawa perubahan signifikan. Salah satu perubahan yang paling mencolok adalah berakhirnya status Katolik Roma sebagai agama negara Italia.

Perubahan status ini membawa sejumlah perubahan dalam masyarakat Italia. Mungkin yang paling signifikan adalah berakhirnya pendidikan agama wajib di sekolah negeri. Konkordat baru juga memengaruhi berbagai bidang seperti pembebasan pajak untuk lembaga keagamaan dan kepemilikan katakombe Yahudi.