Ketika Paus Fransiskus Gugat Keadilan Iklim, Negara Kaya Kena Semprot

By Utomo Priyambodo, Jumat, 6 September 2024 | 10:00 WIB
Paus Fransiskus sering membela orang miskin termasuk ketika membahas soal keadilan iklim dan ketimpangan iklim antara negara miskin dan negara kaya. ( Catholic Church England and Wales/Flickr)

Memerangi Keserakahan dan Pandangan Jangka Pendek

Paus mengecam roda politik global dan nasional yang menghambat tindakan untuk melindungi mereka yang paling rentan terhadap perubahan iklim.

“Kemajuan yang tertib,” katanya, “terhambat oleh pengejaran keuntungan jangka pendek yang rakus oleh industri yang mencemari dan penyebaran disinformasi, yang menimbulkan kebingungan dan menghalangi upaya kolektif untuk mengubah arah.”

Masyarakat terpecah dan keluarga-keluarga dipaksa pindah, katanya, seraya menambahkan bahwa polusi atmosfer merenggut jutaan nyawa setiap tahun.

Sekitar 3,5 miliar orang rentan terhadap perubahan iklim dan karenanya lebih mungkin bermigrasi, membahayakan hidup mereka selama “perjalanan yang putus asa.”

Menanggapi krisis ini, Paus Fransiskus turut menyuarakan seruan sepenuh hati yang dilontarkan oleh para anggota pertemuan tersebut.

Bersama mereka, ia menyerukan “pendekatan universal dan tindakan tegas” untuk membawa perubahan arah politik.

Paus juga menyoroti perlunya "membalikkan kurva pemanasan global" dengan mengurangi separuh laju pemanasan selama 25 tahun ke depan.

Terakhir, ia mendesak para pembuat kebijakan untuk memanfaatkan kekuatan regeneratif alam guna menghilangkan sejumlah besar karbon dioksida dari atmosfer. Ia khususnya menyebutkan Cekungan Amazon dan Kongo, rawa gambut, hutan bakau, lautan, terumbu karang, lahan pertanian, dan lapisan es gletser.

"Pendekatan holistik ini dapat memerangi perubahan iklim, sekaligus menghadapi krisis ganda berupa hilangnya keanekaragaman hayati dan ketidaksetaraan dengan mengembangkan ekosistem yang menopang kehidupan," ujarnya.

Sebagai penutup, Paus Fransiskus mengajak berbagai upaya untuk menciptakan sinergi dan solidaritas global, serta "arsitektur keuangan baru," untuk menanggapi kebutuhan negara-negara di belahan bumi selatan dan negara-negara kepulauan yang terkena dampak darurat iklim.

"Ada kebutuhan untuk bertindak dengan urgensi, kasih sayang, dan tekad, karena taruhannya tidak bisa lebih tinggi lagi."