Siput Usal, Sumber Protein Hewani Masyarakat Pesisir Gunungkidul

By Utomo Priyambodo, Senin, 9 September 2024 | 12:33 WIB
Siput usal banyak ditemukan di kawasan pantai Gunungkidul dan sudah lama dikonsumsi oleh masyarakat, diolah menjadi tongseng usal, sate usal, dan oseng-oseng usal. (BRIN)

Nationalgeographic.co.id—merupakan salah satu kabupaten dengan garis pantai terpanjang di Indonesia, mencapai sekitar 91,12 kilometer. Hal tersebut menjadikan Gunungkidul memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar.

Periset Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN, Dwi Eny Djoko Setyono, menyampaikan telah terjadi perubahan pola makan penduduk di dunia. Perubahan yang dimaksud adalah dari mengonsumsi biota darat, beralih ke biota air (produk perikanan) yang memiliki nilai gizi tinggi dan sehat.

“Meningkatnya populasi masyarakat dunia serta kebutuhan akan makanan yang bergizi merupakan faktor yang mendorong masyakarat di dunia beralih untuk mengonsumsi biota air, seperti ikan, siput, dan rumput laut,” ungkap Djoko, Senin pekan lalu, seperti dilansir laman BRIN.

Salah satu biota air yang berpotensi sebagai sumber protein hewani bagi masyarakat pesisir adalah siput usal (Turbo Spp).

Menurut Djoko, siput usal banyak ditemukan di kawasan pantai Gunungkidul dan sudah lama dikonsumsi oleh masyarakat. Siput usal dimasak menjadi makanan tradisional, seperti tongseng usal, sate usal, dan oseng-oseng usal.

Siput usal memiliki nilai gizi dan protein tinggi. Djoko menguraikan, daging siput usal memiliki kandungan protein 58,38 hingga 70,34 persen, serta kandungan lemak 2,21 hingga 6,87 persen.

Siput usal juga memiliki kandungan vitamin esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, seperti vitamin A, B12, dan E.

“Usal kaya akan mineral makro dan mikro, seperti kalium, kalsium, magnesium, besi, seng, tembaga, dan selenium yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, khususnya anak-anak dan ibu hamil,” paparnya.

Djoko menambahkan, kandungan protein siput usal lebih tinggi daripada ikan sehingga dapat dijadikan sebagai sumber protein keluarga.

“Mengonsumsi usal dapat membantu mencegah anemia dan stunting bagi ibu hamil, karena memiliki kandungan kalsium sangat tinggi yang baik untuk perkembangan tulang bagi janin, sehingga bayi akan lahir dan tumbuh dengan sehat,” terang Djoko.

Selain sebagai sumber protein alternatif, sambung dia, siput usal juga dapat dimanfaatkan sebagai produk ekonomi kreatif bagi wisatawan yang berkunjung ke Gunungkidul.

Baca Juga: Bagaimana Beberapa Siput Laut Bertahan Hidup dari Kepunahan Massal?

“Kami telah melakukan inovasi teknologi dengan mengalengkan daging usal ini supaya dapat disimpan lama dan dapat dikirim ke tempat lain di luar Gunungkidul,” ujar Djoko.

Harapannya, selain sebagai alternatif sumber protein hewani, produk olahan siput usal yang sudah dikalengkan dapat dijadikan oleh-oleh atau buah tangan bagi wisatawan yang berkunjung ke Gunungkidul. Dengan demikian, produk protein hewani ini mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Terkait dengan pengelolaan sumber daya siput usal, Djoko menegaskan, keberadaan siput usal harus tetap dijaga dan dilestarikan agar tidak punah. Beberapa upaya yang dapat dilakukan di antaranya dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga populasi siput usal di alam.

Langkah berikutnya adalah membuat batasan tentang jumlah maksimal siput usial yang boleh dipanen, serta batas usia atau ukuran yang boleh ditangkap.

“Masyarakat hendaknya menangkap usal yang sudah dewasa atau sudah bereproduksi agar bisa melepaskan keturunannya terlebih dahulu ke alam, sehingga populasinya akan terus terjaga,” katanya.

Faktor lingkungan perairan yang bersih dan tidak tercemar juga berpengaruh terhadap kelangsungan hidup siput usal.

“Upaya terakhir adalah dengan restocking atau melepas benih usal ke habitatnya di alam (perairan pantai Gunungkidul), tidak dibutuhkan perawatan yang ekstra, dalam waktu dua tahun siput usal yang dilepas tadi akan tumbuh dengan sendirinya, dan masyarakat pesisir dapat memanennya,” pungkas Djoko.