Benarkah Kisah dalam Novel 'Journey to The West' Berbeda Jauh dari Kenyataannya?

By Sysilia Tanhati, Jumat, 13 September 2024 | 12:00 WIB
Perjalanan biksu Xuanzang yang hidup di era Dinasti Tang menginspirasi pembuatan novel Journey to The West. (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Kebanyakan orang Tiongkok mengenal biksu Xuanzang melalui penggambarannya dalam novel Journey to The West. Novel tersebut ditulis di era Dinasti Ming (1368 – 1644).

Dalam novel tersebut, sang biksu digambarkan sebagai sosok yang malang dan mudah ditipu. Ia selalu membutuhkan pertolongan dari muridnya. Salah satunya adalah Sun Gokong si Raja Kera.

Penggambaran di novel sangat berbeda dengan kenyataan. Hidup di era Dinasti Tang Kekaisaran Tiongkok, Xuanzang adalah orang biksu Buddha yang gigih. Ia berjalan kaki dari Kekaisaran Tiongkok ke India hampir 1.500 tahun yang lalu.

Mengutip dari laman The World of Chinese, “Xuanzang layak diakui sebagai salah satu pengembara terhebat di Kekaisaran Tiongkok, bahkan mungkin di dunia.”

Biksu Xuanzang bukan sekadar penerjemah sutra Buddha yang menempuh jarak beberapa kilometer selama 19 tahun. Ia menempuh jarak epik sejauh 250.000 kilometer melintasi 110 negara dan wilayah. Ia selamat dari gurun yang diterpa angin kencang dan pegunungan yang tertutup salju.

Dalam perjalannya, Xuanzang berhasil menghindari bandit dan serangan mematikan. Ia pun menuliskan pengamatannya dalam bukunya Great Tang Records on the Western Regions.

Pada usia 26 tahun, Xuanzang sudah menjadi biksu terkenal di Chang’an (Xi’an), ibu kota Dinasti Tang yang baru berdiri. Ia mempelajari semua sutra Buddha yang tersedia dan mengunjungi banyak biksu di seluruh negeri.

Meski demikian, ia masih menemukan aliran-aliran Buddhisme yang ada saling bertentangan dan membingungkan. Oleh karena itu, sang biksu memutuskan untuk kembali ke sumber sutra itu sendiri, India.

Perjalanannya ke India merupakan upaya untuk meluruskan masalah-masalah perihal aliran-aliran Buddhisme. Selain jurnal-jurnalnya, yang sebagian besar berfokus pada geografi, cendekiawan bergantung pada murid-murid Xuanzang untuk mendapatkan rincian tentang eksploitasinya.

Awalnya, rintangan terberat Xuanzang bukanlah alam, melainkan politik. Dinasti Tang baru berusia 3 tahun. Saat itu, Dinasti Tang terjerumus dalam pertikaian perbatasan dengan Kekhanan Turki Timur. Penduduk Dinasti Tang saat itu dilarang bepergian ke luar negeri tanpa izin khusus. Sementara permintaan Xuanzang kepada Kaisar Taizong tidak digubris.

Tanpa gentar, ia bersiap dan menuju ke barat. Sang biksu berjalan di bawah kegelapan dan bersembunyi di tempat-tempat perlindungan pada siang hari. Bahkan setelah mengambil tindakan pencegahan ini, ia masih tertangkap oleh seorang pejabat.

Baca Juga: Benarkah Cerita Raja Kera Sun Gokong Terinspirasi dari Kisah Nyata?