Sejarah Dunia: Ketika Suara Menjadi Senjata Andalan di Medan Tempur

By Sysilia Tanhati, Minggu, 29 September 2024 | 17:50 WIB
Mulai dari suara hewan alami hingga perangkat sonik canggih saat ini, suara menjadi senjata andalan di medan tempur. (British Library)

Pada tahun 280 SM, orang Romawi pertama kali bertemu dengan gajah perang. Gajah-gajah itu dibawa ke Italia oleh Raja Yunani Pyrrhus. Para penunggang gajah menciptakan keributan yang memekakkan telinga dengan genderang dan tombak yang berdenting. Tindakan itu menyebabkan orang Romawi dan kuda-kudanya panik.

Tetapi orang Romawi memperhatikan bahwa gajah-gajah Pyrrhus menjadi gelisah oleh jeritan babi yang melengking. Seperti Aleksander, orang Romawi mengerahkan babi untuk menangkis gajah-gajah milik Pyrrhus. Cara tersebut menyebabkan kerugian besar bagi Pyrrhus.

Kemudian, pada tahun 202 SM, tiupan terompet perang Romawi membuat panik gajah perang jenderal Kartago Hannibal. Terompet itu pun berhasil mengakhiri Perang Punisia Kedua.

Seruan perang dan senjata yang meraung-raung

Seruan perang yang mengerikan adalah cara umum untuk menakut-nakuti musuh. Nyanyian perang Maori, seruan perang Jepang “Banzai!” (Hidup Kaisar), “Vur Ha!” (Serangan) dari Ottoman, dan “Desperta Ferro!” (Bangunkan Besi) dari Spanyol.

Di zaman kuno, prajurit Yunani meneriakkan “Alala!” sambil memukulkan pedang pada perisai perunggu. Teriakan itu mirip dengan suara burung hantu atau kawanan burung raksasa yang menjerit-jerit.

Sejarawan Romawi Tacitus menggambarkan efek mengerikan dari barritus, seruan perang suku-suku Jermanik. Bangsa Jerman merancang teknik sederhana untuk memanfaatkan barritus, yang dimulai sebagai gumaman pelan. Nyanyian itu berubah menjadi raungan. Kemudian meningkat menjadi crescendo yang bergema saat para prajurit mengangkat perisai mereka di depan mulut untuk memperkuat suara gemuruh.

Penemuan teknologi lainnya adalah karnyx, terompet perang bangsa Celtic. Bangsa Romawi terpesona oleh suara-suara menakutkan yang menggetarkan tulang belakang. Suara itu dihasilkan oleh tabung perunggu panjang dengan lonceng lebar yang berbentuk seperti rahang menganga.

Nada terompet yang keras dan suram “cocok untuk kegaduhan perang,” tulis Diodorus Siculus. Kemudian, pasukan Romawi sendiri menggunakan karnyx.

Teknologi suara militer awal lainnya adalah anak panah yang menghasilkan suara yang menakutkan. Anak panah “bersiul” atau “berteriak” (shaojian) yang dibuat oleh para pemanah berkuda di padang rumput. Suara ini dideskripsikan oleh penulis sejarah Tiongkok Sima Qian sekitar tahun 100 SM.

Sebuah ruang suara kecil berlubang dari tulang atau kayu - peluit - dipasang pada poros di belakang mata panah. Dalam pertempuran, suara melengking dari ribuan anak panah yang bersiul membuat musuh dan kuda mereka ketakutan. Anak panah yang menjerit telah ditemukan dari situs arkeologi di Asia Tengah.

Banyak teknologi lain untuk menghasilkan ledakan dahsyat untuk membingungkan dan menakut-nakuti musuh. Alat peledak ini menggunakan bubuk mesiu, yang ditemukan di Tiongkok sekitar tahun 850 M. “Mesiu kemudian mencapai Eropa sekitar tahun 1250,” tambah Mayor.