Bukan Sekadar Makam, Menguak Rahasia Pembangunan Piramida Mesir Kuno

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 5 Oktober 2024 | 08:06 WIB
Dibangun pada awal peradaban Mesir Kuno, Piramida Agung terus mengundang decak kagum hingga kini. Fungsi piramida masih menjadi perdebatan para ahli. (Blushade/CC BY-SA 2.5)

Nationalgeographic.co.id—Dibangun pada awal peradaban Mesir Kuno, Piramida Agung terus mengundang decak kagum hingga kini. Berusia ribuan tahun, piramida Mesir kuno juga penuh dengan misteri. Bahkan hakikat sebenarnya dari piramida Mesir masih menjadi bahan perdebatan, setelah ribuan tahun ini.

Banyak teori muncul selama berabad-abad. Sebagian ahli sering kali menganggap struktur ini memiliki peran yang lebih besar dari sekadar makam.Ada yang menganggap bahwa piramida Mesir menjadi penghubung antara manusia dengan makhluk luar angkasa. Mungkinkah ini benar? Mungkinkah piramida lebih dari sekadar makam rumit firaun yang telah lama terlupakan?

Misteri piramida Mesir kuno

Secara tradisional, piramida agung selalu dianggap sebagai makam penguasa paling kuat dalam sejarah Mesir kuno. Para elite dan bangsawan paling berkuasa di Kerajaan Lama Mesir (dikenal juga sebagai Era Pembangun Piramida) semuanya layak mendapatkan pemakaman mewah.

Piramida, seperti yang ditemukan di Giza, dimaksudkan untuk menonjolkan kekuatan dan pentingnya orang yang meninggal. Tidak hanya karena ukurannya yang luar biasa, piramida agung membutuhkan banyak tenaga manusia dalam pembangunannya.

Dari semuanya, yang paling terkenal dan paling terkenal adalah Piramida Agung Giza. Piramida ini dibangun atas perintah Firaun Khufu, sekitar tahun 2650 SM. Menurut sumber, pembangunan tersebut memakan waktu 27 tahun kerja tanpa henti. Ada sekitar 40.000 pekerja yang menyelesaikan pembangunan piramida tersebut.

Orang Mesir kuno sangat percaya pada kehidupan setelah kematian. Firaun - yang begitu berkuasa selama hidupnya - harus memiliki tempat peristirahatan terakhir yang sama mewahnya seperti saat ia masih hidup. Maka tidak heran jika orang Mesir kuno rela mengeluarkan biaya besar untuk membangun piramida. Tetapi apakah piramida ini lebih dari sekadar makam?

Ada kesenjangan yang signifikan dalam pemahaman modern tentang piramida. Hal ini khususnya berlaku untuk metode pembangunan struktur batu besar ini. Banyak yang mengeklaim bahwa piramida tidak mungkin dibangun oleh manusia pada tahun 2600 SM. Terlebih lagi, keakuratan luar biasa yang digunakan dalam pembangunannya. “Juga keselarasannya dengan benda-benda langit masih terus membingungkan para sarjana,” tulis Aleksa Vuckovic di laman Ancient Origins.

Benarkah piramida merupakan pembangkit listrik kuno?

Salah satu teori alternatif yang paling populer menyatakan bahwa piramida, terutama Piramida Agung Giza, adalah “pembangkit listrik” kuno. Penulis seperti Christopher Dunn menyatakan bahwa piramida bukan sekadar makam, tetapi “mesin” kuno yang sangat canggih. Menurutnya, mesin itu dirancang untuk memanfaatkan sumber energi alami.

Tata letak internal piramida, termasuk ruang granitnya, poros ventilasi, dan lorong curam, menunjukkan adanya mekanisme untuk menghasilkan daya.

Baca Juga: Sejarah Dunia: Mengapa Orang Mesir Kuno Suka Membangun Piramida?

Dunn mengajukan teori bahwa piramida adalah 'generator energi resonansi'. Generator tersebut menggunakan kombinasi sifat piezoelektrik batu dan medan elektromagnetik alami bumi untuk menghasilkan energi. Piezoelektrik adalah fenomena alami di mana beberapa bahan dapat menghasilkan muatan listrik di bawah tekanan mekanis. Misalnya kuarsa, kristal atau batu kapur.

Dunn selanjutnya menyatakan bahwa “Kamar Ratu” di dalam piramida digunakan untuk menghasilkan gas hidrogen. Gas tersebut kemudian berinteraksi dengan material lain di dalam piramida untuk menciptakan pelepasan plasma. Energi tersebut dapat dimanfaatkan dan digunakan untuk berbagai keperluan. Namun penggunaan pastinya masih bersifat spekulatif.

Tidak adanya jelaga sama sekali dari obor dan lampu minyak di dalam lorong-lorong piramida. Mereka yang menganut teori Dunn percaya bahwa orang Mesir kuno menggunakan beberapa bentuk cahaya atau energi alternatif.

Teori ini mendapat banyak penolakan dari kalangan akademisi. Para pengkritiknya berpendapat bahwa tidak ada bukti arkeologis langsung yang dapat mendukung gagasan ini.

Peta bintang kosmografi kuno

Peradaban kuno, termasuk Mesir, memiliki pengetahuan tingkat tinggi tentang langit, benda-benda angkasa, dan rasi bintang. Ada teori lain yang sangat populer tentang fungsi sebenarnya dari piramida. Teori ini menyatakan bahwa piramida dibangun sebagai alat astronomi atau peta bintang.

Teori ini terkait erat dengan karya Robert Bauval dan Graham Hancock. Keduanya menyatakan bahwa tata letak piramida, khususnya yang di Giza, mencerminkan kesejajaran bintang-bintang di rasi bintang Orion. Dan sungguh, ketika keduanya dibandingkan, kemiripannya sangat mencolok.

Teori Bauval menyatakan bahwa tiga piramida utama di Giza dibangun agar sejajar dengan tiga bintang di konstelasi Sabuk Orion. Bintang itu adalah Alnitak, Alnilam, dan Mintaka. Penulis menyatakan bahwa kesejajaran tersebut terlalu tepat untuk menjadi suatu kebetulan. Menurutnya, orang Mesir kuno membangun piramida untuk mencerminkan kepercayaan mereka pada kehidupan setelah mati dan surga di atas sana.

Bagaimanapun, orang Mesir percaya bahwa Orion terhubung dengan dewa kehidupan setelah mati dan kelahiran kembali, Osiris. Hal ini menjadikan kesejajaran tersebut sebagai perjalanan simbolis ke bintang-bintang dan kehidupan abadi di luar sana.

Fitur utama lain dari teori ini adalah kesejajaran yang sangat tepat antara Piramida Besar dengan empat titik mata angin.

Selain itu, poros-poros di dalam Piramida Besar, yang selama ini dianggap sebagai poros ventilasi, dianggap berfungsi sebagai garis pandang langit. Garis pandang tersebut menunjuk ke bintang-bintang tertentu, yaitu Orion dan Sirius.

Energi kuno

John Cadman, peneliti terkemuka, adalah pendukung teori populer lainnya mengenai rahasia piramida. Karyanya menunjukkan bahwa piramida sebenarnya merupakan bagian dari sistem hidrolik kuno yang dirancang untuk memanfaatkan kekuatan air. Menurutnya, ruang internal dan lorong di dalam piramida diciptakan sebagai cara untuk berinteraksi dengan sumber air bawah tanah. Dan dengan demikian menghasilkan energi melalui tekanan air.

Cadman berspekulasi bahwa banjir Sungai Nil dapat dialihkan ke sistem internal piramida. Di dalamnya. Gerakan air dapat menciptakan gelombang suara dan getaran. Pada akhirnya, keduanya bisa menghasilkan energi. Teorinya terkait erat dengan hipotesis pembangkit listrik. Cadman menekankan peran air sebagai komponen utama dalam kemampuan piramida untuk menghasilkan energi.

Dan meskipun tidak ada bukti arkeologis langsung yang mendukung teori tersebut, beberapa peneliti tetap menunjukkan kedekatan piramida dengan Sungai Nil. “Juga keberadaan tanda erosi air di sekitar dasar Sphinx yang agung,” tambah Vuckovic. Semua ini menunjukkan bahwa orang Mesir Kuno mungkin telah menggunakan air dalam pembangunan piramida atau sesuatu yang serupa.

Teori menarik lainnya menyatakan bahwa piramida merupakan pusat transformasi dan penyembuhan spiritual. Teori tersebut menyatakan bahwa bentuk geometris piramida yang unik, kesejajarannya, dan orientasinya. Hal tersebut memungkinkan piramida berfungsi sebagai antena spiritual. Dengan cara itu, mereka menyalurkan energi kosmik atau kekuatan alam Bumi untuk membantu penyembuhan atau transformasi spiritual.

Pemikir-pemikir hebat dari masa lalu

Pada akhirnya, mungkinkah kita meremehkan orang-orang Mesir Kuno dari Kerajaan Lama? Tentu, mereka tidak memiliki akses ke peralatan yang tahan lama dan rumit. Namun peradaban Mesir kuno memiliki orang-orang hebat di antara mereka.

Selain itu, tidak diragukan lagi bahwa firaun yang kuat memiliki akses ke tenaga kerja, seperti pekerja bayaran dan budak. Mungkinkah dengan semua ini digabungkan, mereka memulai proyek konstruksi besar dan menyelesaikannya?

Apa pun itu, piramida Mesir kuno tetap menjadi misteri yang menarik minat banyak orang hingga kini. Tujuan sebenarnya, metode pembangunan, dan rahasia yang belum terungkap semuanya mengarah pada makna yang lebih besar. Yang dapat kita lakukan hanyalah berharap untuk memahami cara-cara orang yang hidup di masa lalu.