Ketahanan Pangan Memang Penting, Tapi Jangan Lupakan Ketahanan Nutrisi

By Ade S, Rabu, 9 Oktober 2024 | 10:03 WIB
Kelaparan dan kekurangan gizi mengancam dunia. Kita perlu lebih dari sekadar cukup makan, tapi juga makanan bergizi untuk tumbuh kembang optimal. (Freepik.com)

Nationalgeographic.co.id—Perubahan iklim, konflik, dan ketidaksetaraan semakin mengintensifkan krisis pangan global.

Dalam situasi yang semakin kompleks ini, kita seringkali terjebak pada pemahaman yang sempit tentang ketahanan pangan, yakni sekadar ketersediaan makanan. Padahal, nutrisi yang seimbang adalah fondasi kehidupan yang sehat dan produktif.

Artikel ini akan mengungkap mengapa kita perlu melampaui paradigma lama dan menempatkan ketahanan nutrisi sebagai prioritas utama.

Tak cukup dengan memastikan ketersediaan pangan

Pertemuan Majelis Umum PBB tahun ini telah menyoroti masalah kelaparan dan kerawanan pangan yang semakin parah di seluruh dunia akibat perubahan iklim. Acara-acara terkait pun turut menekankan pentingnya isu ini.

"Namun, belakangan ini muncul kesadaran baru bahwa sekadar memastikan ketersediaan pangan saja tidaklah cukup," papar Tania Karas di laman Devex.

Cary Fowler, utusan khusus AS untuk keamanan pangan global, menekankan pentingnya keamanan nutrisi. Pemerintah, lembaga filantropi, dan bahkan perusahaan swasta perlu turut serta dalam upaya ini.

Fowler berpendapat bahwa dunia tidak hanya perlu memproduksi makanan dalam jumlah yang cukup, tetapi juga harus memastikan bahwa makanan tersebut bergizi. Hal ini sangat penting untuk mencegah masalah seperti stunting, wasting, dan kekurangan mikronutrien yang dapat menghambat perkembangan kognitif.

Dengan kata lain, kita perlu memastikan bahwa setiap orang memiliki akses terhadap makanan yang tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga mampu memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh.

Fowler pun menyambut baik upaya menghubungkan dua isu krusial: keamanan pangan dan nutrisi. Dalam pidatonya pada puncak acara Devex yang bertajuk "The Future Can't Wait" di sela-sela Sidang Umum PBB di New York, Rabu (25/9/2024), Fowler menekankan pentingnya pendekatan yang lebih komprehensif terhadap masalah pangan dunia.

"Untuk mencapai keamanan nutrisi, kita perlu menginvestasikan lebih banyak sumber daya dalam sistem pertanian yang beragam," ujar Fowler. "Kita harus memprioritaskan jenis tanaman yang kaya akan mikronutrien, terutama untuk anak-anak, guna mencegah masalah serius seperti stunting."

Baca Juga: Riset Geoinformatika Bisa Bantu Wujudkan Ketahanan Pangan di Indonesia

Inisiatif untuk mencapai impian

Vision for Adapted Crops and Soils, sebuah inisiatif yang digagas AS dan dipimpin oleh Fowler, sejalan dengan tujuan tersebut. Inisiatif ini bertujuan membangun sistem pangan yang lebih tahan terhadap perubahan iklim dengan fokus pada tanaman lokal dan pengelolaan tanah yang berkelanjutan.

"Setelah diluncurkan di Afrika tahun lalu, inisiatif ini kini telah meluas ke Amerika Tengah dan Kepulauan Pasifik," jelas Karas.

Dampak perubahan iklim terhadap pasokan pangan global memang sudah sering dibahas. Cuaca ekstrem seperti banjir dan kekeringan telah menyebabkan kerusakan parah pada pertanian.

Namun, yang sering luput dari perhatian adalah dampak perubahan iklim terhadap nutrisi anak-anak. Stunting dan wasting, dua bentuk malnutrisi kronis, dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif yang berdampak jangka panjang bagi anak-anak.

Dalam skala yang lebih luas, masalah ini juga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan kondisi yang memprihatinkan: pada tahun 2022, sebanyak 148 juta anak di dunia mengalami stunting dan 45 juta lainnya menderita wasting, bentuk malnutrisi akut yang paling parah.

"Kondisi ini diperparah oleh perubahan iklim yang semakin ekstrem, seperti yang ditegaskan dalam laporan tahunan Goalkeepers dari Yayasan Gates," ungkap Karas.

Jangan sampai angka-angka terus memburuk

Menghadapi situasi ini, Fowler keprihatinan yang mendalam. "Kita tidak boleh membiarkan angka-angka ini terus meningkat," tegas Fowler.

"Oleh karena itu, kita harus fokus tidak hanya pada peningkatan produksi pangan, tetapi juga pada peningkatan kualitas nutrisi makanan, terutama di tengah perubahan iklim yang semakin tidak menentu."

Baca Juga: Berkah Ketahanan Pangan dari Tanjung Haro Sikabu-kabu Padang Panjang

Senada dengan Fowler, Afshan Khan, asisten sekretaris jenderal PBB dan koordinator Gerakan Scaling Up Nutrition (SUN), menekankan pentingnya melihat masalah pangan secara holistik.

Menurut Khan, perubahan iklim yang semakin intensif ini adalah momentum yang tepat untuk membahas hubungan antara produksi pangan, konsumsi, dan nutrisi. Khan kemudian memberikan analogi yang kuat: "Sistem pangan tanpa nutrisi bagaikan udara tanpa oksigen. Keduanya sama-sama vital bagi kelangsungan hidup."

Untuk mengatasi tantangan ini, Khan menyoroti peran SUN Business Network yang dipimpin oleh Global Alliance for Improved Nutrition dan World Food Programme. Jaringan ini berkomitmen untuk mendorong produksi lokal makanan bergizi berkualitas.

Khan menekankan pentingnya pendekatan menyeluruh dalam mengatasi masalah kekurangan gizi. Ia menyarankan agar kita melihat seluruh rantai nilai agri-pangan, mulai dari proses produksi di pertanian hingga makanan sampai di meja makan konsumen.

Bagi Khan, investasi tidak boleh berhenti pada upaya memperbaiki kondisi tanah dan tanaman saja, tapi juga perlu memikirkan bagaimana meningkatkan akses petani ke pasar, serta mencegah pembusukan makanan agar nutrisi yang terkandung di dalamnya dapat dinikmati oleh mereka yang membutuhkan.

Khan juga menyoroti pentingnya memastikan kesejahteraan petani, terutama petani wanita kecil yang menjadi tulang punggung produksi pangan dunia. Menurutnya, langkah ini bukan hanya soal keadilan sosial, tetapi juga merupakan investasi yang cerdas secara ekonomi.

Baik Khan maupun Fowle sepakat bahwa isu nutrisi harus menjadi bagian integral dari diskusi tentang perubahan iklim.

"Jika kita ingin mencapai keamanan nutrisi, bukan hanya sekadar keamanan pangan, maka kita harus menempatkan nutrisi sebagai tujuan utama dari setiap sistem pangan," tegas Fowler. "Pergeseran paradigma ini akan mengubah cara kita menganalisis masalah, merumuskan solusi, dan menentukan prioritas dalam kebijakan pembangunan."