Mengenal Lebih Dekat Burung-burung Fakfak dan Kearifan Lokalnya

By Ade S, Minggu, 13 Oktober 2024 | 10:03 WIB
Senior Vice President and Executive Chair Konservasi Indonesia Meizani Irmadhiany (dua kiri), bersama tokoh budaya Fakfak, Fredrikus Warpopor, dan Ady Kristanto dari Birdwatcher and Wildlife Photography Enthusiast pada saat peluncuran dan diskusi buku bertajuk Burung-burung dalam Tinjauan Budaya Mbaham Matta, Fakfak, di Serambi Salihara, Jakarta, Jumat 11 Oktober 2024. (Dok.Konservasi Indonesia/Nuniek)

Sementara suara burung Bubut Pini (Ivory-billed coucal) di pagi hari dipercaya sebagai pertanda baik untuk melubangi tifa tumour, alat musik tradisional Fakfak. Ada pun suara burung Raja-udang paruh-kait saat purnama diyakini sebagai pertanda kehadiran roh-roh jahat.

Meizani Irmadhiany, Senior Vice President & Executive Chair Konservasi Indonesia, mengungkapkan kekagumannya terhadap antusiasme komunitas Fakfak Birding.

Menurutnya, ketertarikan masyarakat Fakfak terhadap dunia burung menunjukkan betapa mereka mencintai alam sekitar. Meizani berharap semangat ini bisa menginspirasi komunitas lain di seluruh Indonesia, terutama di Papua yang kaya akan keanekaragaman hayati, untuk melakukan hal serupa.

Meizani menuturkan bahwa komunitas pemantau burung seperti Fakfak Birding tidak hanya menyukai aktivitas fotografi, namun mereka juga ingin berkontribusi dalam pendokumentasian kekayaan alam yang ada di ruang hidupnya. Konservasi Indonesia tentunya mendukung pelestarian keanekaragaman hayati seperti yang dilakukan komunitas ini.

"Kami berharap, para pecinta fotografi dan juga penggemar burung lainnya dapat tergerak untuk menghasilkan karya yang dapat berguna untuk pengetahuan generasi selanjutnya, seperti yang dibuat oleh Fakfak Birding,” ujar Meizani.

Senada dengan Meizani, tokoh budaya Fakfak, Fredrikus Warpopor, juga menekankan pentingnya burung bagi masyarakat setempat. Menurutnya, burung-burung yang hidup di hutan cagar alam memiliki peran yang sangat berarti dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku Mbaham Matta.

Filosofi dan kepercayaan masyarakat terhadap burung telah terjalin sejak lama dan menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya mereka.

Meizani sendiri mengaku memiliki kekhawatiran. Pertama kepada generasi muda yang belum mengetahui jenis burung beserta maknanya. Kedua pada para orang tua yang hingga saat ini masih kesulitan mengenali jenis burung yang mendiami Hutan Cagar Alam Fakfak.

"Karena itu saya merasa senang dengan adanya kelompok pengamat burung ini, mereka sudah membuat buku tentang jenis burung di hutan adat kami. Saya berharap dari buku ini, masyarakat dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian burung dan budaya yang menyertainya,” kata Fredy.