Populasi Tuntong Laut Pulih dalam Ancaman Perubahan Habitat di Muara Sungai Tamiang

By Mahandis Yoanata Thamrin, Selasa, 15 Oktober 2024 | 13:00 WIB
Tuntong laut yang sedang berjemur di dahan pohon kawasan Muara Sungai Tamiang, Aceh Tamiang. Satwa itu terlihat memiliki takik di keping kedua dan ketiga (dari keping supracaudal) sisi kiri atas, yang menunjukkan hasil pelepasliaran. (Yayasan SatuCita Lestari Indonesia)

Selain itu sebagian juga diberi penanda PIT (Passive Integrated Transponder). Sistem penandaan ini mewakili angka satuan, puluhan, ratusan dan ribuan. Melalui sistem penandaan ini, tiap keping pada bagian tepi tempurung mewakili nomor tertentu. Kombinasi dalam sistem ini dapat menandai hingga 14.999 individu.

Untuk membandingkan temuan survei, tim melakukan wawancara terhadap 60 nelayan di tiga desa sekitar Sungai Tamiang. Hasil wawancara menunjukkan bahwa 50 persen nelayan sungai sering melihat tuntong laut saat ini dibandingkan 12 tahun silam. Temuan ini turut menjadi indikasi awal pemulihan populasi tuntong laut liar di Aceh Tamiang.

Kendati hasilnya positif, ancaman satwa mungil ini tetap ada. Sebanyak 25 persen nelayan yang diwawancarai menyatakan bahwa tuntong laut secara tidak sengaja tertangkap dalam perangkap atau bubu mereka. Hilangnya vegetasi riparian akibat pembukaan lahan pertanian dan kebun turut memberikan ancaman. Semakin menjarangnya tanaman berembang (Sonneratia sp.) menyebabkan spesies ini kehilangan sumber pakan dan tempat berjemur untuk mengatur regulasi tubuh.  

Berdasarkan hasil kajian  ini, mereka merekomendasikan pengembangan metode yang lebih efektif untuk memantau populasi liar, termasuk penggunaan teknologi satelit untuk melacak pergerakan tuntong laut dan preferensi habitat mereka. Selain itu, yayasan akan terus bekerja sama dengan masyarakat dan pemerintah daerah untuk menjaga kelestarian spesies terancam punah ini dan habitatnya serta mengembangkan kehidupan berkelanjutan masyarakat.

Selama satu dekade terakhir, Yayasan SatuCita Lestari Indonesia mencurahkan perhatiannya pada kelestarian tuntong laut di muara Sungai Tamiang. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

"Hal ini memberikan arahan penting bagi para pihak untuk terus meningkatkan upaya konservasi dan pemulihan habitat alami mereka," ungkap Siti Aisyah, salah satu anggota tim survei dalam rilis bertajuk Yayasan SatuCita Lestari Indonesia: Upaya Konservasi Tuntong Laut di Aceh Tamiang Menunjukkan Pemulihan Populasi pada akhir September silam.

Bagaimanakah siklus hidup tuntong laut? Pertama, musim bertelurnya berkisar dari Desember sampai Februari di pantai. Puncaknya pada pertengahan Desember dan pertengahan Januari. Kedua, musim penetasan yang memakan waktu 68 sampai 118 hari. Ketiga, tukik-tukik tuntong laut bermigrasi dari pantai berenang kembali ke sungai yang berjarak sekira 7 sampai 15 kilometer. Keempat, masa reproduksi tiba ketika tuntong laut berusia 8 sampai 12 tahun. Musim kawin tiba sekitar April sampai Agustus. 

“Meskipun angka kesintasan relatif rendah, tetapi ini membuktikan bahwa mereka dapat bertahan hidup setelah dilepasliarkan," ujar Joko dalam rilis akhir September silam. Selain itu, kami melihat adanya harapan dari peningkatan jumlah sarang yang berhasil ditemukan dan diselamatkan dalam satu dekade terakhir."