Nationalgeographic.co.id—Pada Agustus 1859, astronom di seluruh dunia menyaksikan dengan takjub saat jumlah bintik matahari pada cakram matahari bertambah. Salah satu dari astronom itu adalah Richard Carrington. Ia adalah seorang pengamat langit amatir di sebuah kota kecil bernama Redhill, dekat London di Inggris. Kelak peristiwa penting itu dikenal dengan sebutan Peristiwa Carrington (Carrington Event).
Peristiwa Carrington bukan sekadar sejarah dunia. Terdapat banyak kekhawatiran mengenai apa yang mungkin terjadi jika peristiwa sekuat atau bahkan lebih dahsyat dari itu terulang kembali kelak.
“Terutama ketika manusia kini jauh lebih bergantung pada listrik,” tulis Andrew May di laman Space.
Peristiwa Carrington tahun 1859
Pada 2 September 1859, sekitar pukul 11.18 pagi, Carrington sedang menyelidiki sekelompok bintik hitam pada matahari. Kemudian terjadi kilatan cahaya tunggal yang berlangsung sekitar 5 menit.
Suar tersebut merupakan lontaran massa korona (CME) besar. CME merupakan semburan plasma termagnetisasi dari atmosfer atas matahari, korona. Dalam 17,6 jam, CME melintasi lebih dari 150 juta km antara matahari dan Bumi. Saat itu, CME melepaskan kekuatannya ke planet kita. Menurut NASA, biasanya dibutuhkan waktu beberapa hari bagi CME untuk mencapai Bumi.
Sehari setelah Carrington mengamati suar yang mengesankan itu, Bumi mengalami badai geomagnetik yang belum pernah terjadi sebelumnya. Efeknya adalah sistem telegraf menjadi tidak terkendali dan aurora terlihat di daerah tropis. Padahal, aurora biasanya muncul terbatas pada garis lintang kutub.
Carrington menyadari bahwa suar matahari yang dilihatnya hampir pasti merupakan penyebab gangguan geomagnetik besar ini. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya. Badai matahari tahun 1859 sekarang dikenal sebagai Peristiwa Carrington untuk menghormati Richard Carrington.
Asal-usul cuaca luar angkasa dapat ditelusuri ke distorsi dalam medan magnet matahari. Hal tersebut menyebabkan bercak-bercak gelap atau bintik matahari di permukaannya, menurut NASA Earth Observatory.
Dari titik-titik inilah suar matahari, lontaran massa korona, dan fenomena elektromagnetik lainnya dapat muncul. Kemunculannya itu berpotensi membahayakan bagi cara teknologi kita.
Aktivitas bintik matahari naik dan turun dalam siklus 11 tahun. Dan saat ini kita sedang mendekati puncak matahari berikutnya pada tahun 2025.
Baca Juga: Mengapa NASA Menamai Pesawat Antariksa dengan Nama Mitologi Yunani?