Hari Pangan Sedunia: Kebijakan Agraria Indonesia Runyam, Krisis Iklim Kian Mengancam

By Utomo Priyambodo, Kamis, 17 Oktober 2024 | 06:03 WIB
Dua petani Tanjung Haro Sikabu-kabu Padang Panjang sedang beristirahat, duduk di atas batu. (Muhammad Iqbal/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Setelah bulan lalu memperingati Hari Tani Nasional pada 24 September, bulan ini, tepatnya tanggal 16 Oktober 2024, kita memperingati Hari Pangan Sedunia. Reformasi agraria menjadi program prioritas kelima dan kedaulatan pangan menjadi program prioritas ketujuh Nawacita, serta program prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Dua prioritas ini kemudian dilanjutkan pada periode kedua pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam Visi Indonesia Maju dan RPJMN 2020-2024. Namun setelah satu dekade berkuasa, konflik agraria semakin membara, guremisasi lahan petani semakin parah, dan kedaulatan pangan semakin sulit terwujud.

Survei Persepsi Petani 2024 yang dilakukan terhadap 304 petani di seluruh Indonesia pada 10-20 September kemarin mengungkap hal tersebut. Sebagai perbandingan, pada 2018 juga telah dilakukan survei yang serupa oleh Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP). Tahun ini, buku putih Survei Persepsi Petani Indonesia 2024 disusun oleh KRKP bersama LaporIklim, Tani dan Nelayan Center (TNC) IPB University, dan Gerakan Petani Nusantara (GPN).

Dua survei tersebut menjelaskan secara utuh perjalanan pembangunan sektor pertanian Indonesia melalui empat pilar utama kedaulatan pangan, yaitu akses sumber produksi, modal pertanian berkelanjutan, perdagangan yang adil, dan pangan berkelanjutan. Namun, di tahun 2024, tim penyusun buku hasil survei menguatkan juga pada sisi dampak perubahan iklim dan harapan petani untuk masa depan.

Hasil Survei Persepsi Petani 2024 ini selaras dengan tema peringatan Hari Pangan Sedunia tahun ini. Tema peringatan Hari Pangan Sedunia 2024 adalah "Right to Foods for a Better Life and a Better Future."

Adapun hasil survei menyoroti kebijakan agraria yang tidak mendukung serta krisis iklim, semakin membatasi akses petani terhadap lahan dan sumber daya sehingga mengancam produksi pangan. Cuaca ekstrem akibat perubahan iklim memperburuk kondisi pertanian sehingga mengancam ketahanan pangan Indonesia di masa depan. Untuk mewujudkan hak atas pangan dan masa depan yang lebih baik, perbaikan kebijakan agraria dan langkah nyata dalam mitigasi krisis iklim sangatlah diperlukan.

Menurut hasil survei tersebut, kedaulatan pangan di Indonesia tampaknya semakin sulit terwujud. Saat ini 30,6 persen petani tidak mengalami perbaikan akses irigasi, 35,9 persen petani kesulitan mendapat akses pupuk, 43,8 persen petani tidak mendapatkan permodalan yang layak, serta 47 persen petani tidak mendapatkan akses lahan yang mencukupi untuk digarap.

Semua data tersebut menunjukkan minimnya perbaikan pemerintah ke akses sumber produksi pertanian. Apabila dibandingkan dengan survei tahun 2018, semua aspek dalam akses sumber produksi mengalami perburukan atau bahkan stagnasi selama sepuluh tahun terakhir.

Aspek modal pertanian berkelanjutan juga menunjukkan kondisi yang serupa. Sejumlah hasil survei 2024 dalam aspek ini jauh lebih buruk dan sebagian mengalami stagnasi sejak dari 2018.

Sebanyak 53 persen petani mengaku program pemerintah selama ini tidak mampu meningkatkan produksi pertanian mereka. Hal tersebut tidak lepas dari rendahnya peran pemerintah dalam penyediaan pupuk organik, benih unggul, dan metode penanganan gangguan produksi.

Total 51,6 persen petani sama sekali tidak mendapatkan bantuan pupuk organik. Demikian pula separuh dari responden mengatakan tidak menerima bantuan benih unggul sama sekali.

Baca Juga: Indonesia Seharusnya Bisa Kenyang Tidak Hanya dengan Beras dan Terigu