Mudah Diserap Tubuh, Benarkah Protein 'Susu Ikan' Bisa Cegah Stunting?

By Utomo Priyambodo, Jumat, 25 Oktober 2024 | 08:35 WIB
Susu ikan sebenarnya adalah protein dari daging ikan yang dihidrolisis. (Bernard Spragg. NZ/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.grid.id—CEO & Co-Founder Berikan Protein Initiative, Maqbulatin Nuha, menyoroti potensi besar kekayaan laut Indonesia yang melimpah sebagai sumber protein. Namun ironisnya masih banyak anak Indonesia yang mengalami stunting. Hal itu Nuha sampaikan dalam acara Media Lounge Discussion (Melodi) yang diadakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Gedung BJ Habibie, Jakarta, pada Oktober 2024.

Nuha mengungkapkan hasil survei Berikan Protein pada tahun 2022 yang melibatkan 65 ribu responden dari 300 kota/kabupaten di Indonesia. Survei tersebut menemukan bahwa 81% orang Indonesia kekurangan protein dengan asupan harian hanya 40 gram per hari, jauh di bawah rekomendasi Kementerian Kesehatan yang menetapkan 57 gram per hari.

Temuan ini menjadi dasar inisiatif Berikan Protein untuk mendorong inovasi dalam meningkatkan asupan protein, terutama protein hewani yang penting bagi pertumbuhan anak-anak. Nuha mengatakan pihaknya terus melakukan edukasi dan pengembangan produk agar masyarakat memahami pentingnya protein dalam pola makan mereka.

“Dengan expertise kami di bidang teknologi pangan dan gizi, kami merasa memiliki tanggung jawab untuk mengatasi masalah kekurangan protein ini. Kami mengembangkan berbagai produk inovatif, termasuk fokus pada protein ikan, yang merupakan sumber protein yang sangat melimpah di Indonesia,” jelas wanita lulusan Universitas Padjadjaran tersebut.

Berikan Protein juga menyoroti upaya pengolahan ikan yang belum optimal, yang menyebabkan banyaknya hasil tangkapan yang terbuang. Menurut data dari KKP, hanya satu dari tiga ikan yang ditangkap yang sampai ke piring masyarakat Indonesia, sisanya terbuang.

"Ini menunjukkan potensi food waste yang besar akibat kurangnya pengolahan ikan tersebut. Melalui program ini, ikan-ikan dengan nilai ekonomi rendah diolah menjadi produk bernilai tinggi untuk membantu mengatasi stunting," ujarnya seperti dikutip dari laman BRIN.

Diskusi mengenai hidrolisat protein ikan untuk menghasilkan susu ikan yang diadakan oleh BRIN di Jakarta. (BRIN)

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Bioindustri Laut dan Perairan Darat BRIN, Ekowati Chasanah, menjelaskan bahwa teknologi hidrolisat protein ikan (HPI) yang menghasilkan "susu ikan" tampak menjanjikan dalam menghadapi masalah stunting pada anak-anak. Dengan kandungan asam amino esensial yang tinggi, bubuk ikan hidrolisat mampu memenuhi kebutuhan protein dan mempercepat pertumbuhan.

Uji coba terhadap hewan menunjukkan bahwa bubuk ikan hidrolisat dapat meningkatkan hormon pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan bubuk ikan non-hidrolisat.

"Hidrolisat memang memiliki banyak keunggulan dibandingkan bentuk protein lainnya, terutama karena protein yang sudah terhidrolisis menjadi lebih pendek sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh, dan memiliki berbagai manfaat kesehatan seperti anti-hipertensi dan sifat fungsional lainnya. HPI juga memiliki potensi sebagai produk untuk mengatasi masalah gizi seperti stunting dan kebutuhan protein tinggi untuk pemulihan kesehatan," jelasnya.

Hasil riset menunjukkan bahwa pemberian protein ikan terhidrolisis pada hewan dapat memberikan peningkatan signifikan pada hormon pertumbuhan dan panjang badan dibandingkan dengan protein ikan yang tidak terhidrolisis.

Baca Juga: Riset 'Susu Ikan': Salah Kaprah Istilah dan Awal Mula Terciptanya

Penelitian ini mengindikasikan bahwa peningkatan hormon IGF-1 dan GF pada kelompok yang diberikan protein hasil HPI (P1) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok non-HPI (P2). Selain itu, panjang tubuh tikus pada kelompok P1 tercatat lebih panjang dibandingkan P2, menunjukkan potensi HPI untuk mendukung pertumbuhan.

Lebih jauh, Chasanah juga menekankan pentingnya menggunakan ikan segar dalam proses produksi agar kualitas tetap terjaga. Selain itu, pemilihan enzim yang tepat sangat penting, karena jika salah, dapat menghasilkan rasa pahit.

“Kami memanfaatkan enzim dari mikroba untuk memastikan rasa yang lebih baik dan tidak pahit,” tambahnya.

Proses ini menghasilkan bubuk ikan yang serbaguna dan dapat digunakan untuk berbagai produk pangan, seperti minuman dan biskuit. Teknologi hidrolisat ini menawarkan solusi bagi daerah dengan akses terbatas.

“Dengan dikeringkan menjadi bubuk, produk ini lebih mudah dikirim dan disimpan dalam waktu lama,” tuturnya.

Chasanah juga menyebutkan bahwa produk hidrolisat ini memiliki potensi besar di pasar global, seperti produk sejenis yang banyak digunakan untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus atau orang dewasa yang membutuhkan asupan protein tinggi. Dengan berbagai manfaat kesehatan yang ditawarkan, hidrolisat protein ikan diharapkan dapat menjadi solusi pangan yang inovatif dan mendukung peningkatan kesehatan masyarakat.