Kain Batik Lasem Berusia Seabad Singkap Jejaring Perdagangan Selat Malaka

By Mahandis Yoanata Thamrin, Selasa, 29 Oktober 2024 | 07:00 WIB
Mami Kato (tengah) merupakan kolektor batik asal Magelang. Ia meminjamkan dua lusin koleksi batik Lasemnya yang berusia satu abad kepada Museum Nyah Lasem untuk pameran 'Kembali Lasem, Kembali ke Akar' yang digelar pada 25-26 Oktober 2024. Koleksi itu dihimpunnya dari penelusurannya di kota-kota tepian Selat Malaka—Sumatra dan Semenanjung Malaya. Pameran ini sekaligus meneguhkan arsip-arsip jaringan perdagangan batik Lasem milik Museum Nyah Lasem, yang telah diakui sebagai Memori Kolektif Bangsa. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

Pameran ini bertujuan untuk memperkenalkan kembali akar batik Lasem dari aspek sejarah, motif, budaya, serta peran para pelakunya dalam membentuk ekosistem batik yang dinamis. Apabila kita mengenali kembali akar budaya batik Lasem, proses pelestariannya sebagai warisan budaya takbenda diharapkan lebih inklusif dan berkelanjutan. "Melalui pameran ini kami juga mengajak kolaborasi untuk merawat budaya, kota, dan lingkungan hidup kita menghadapi tantangan perubahan iklim," kata Agni.

Baca Juga: Langka! Prasasti Beraksara Han Ditemukan di Area Permakaman Lasem

Pertobatan budaya, napas baru batik Lasem

"Saya ingin bercerita tentang proses panjang menghadirkan kain ini kembali ke Lasem," kata Direktur Museum Nyah Lasem Feysa Poetry saat membuka pameran ini melalui konferensi daring dari London. "Kain-kain ini pulang—dipinjamkan sebentar—dan Museum Nyah Lasem bangga menjadi host atas kain-kain yang bersejarah dan memiliki memori yang sangat lekat dengan lanskap budaya Lasem."

Berkaitan dengan sejarah dan budaya Lasem, Ayos Purwoaji selaku Kepala Kurator Pameran Kembali Lasem, Kembali ke Akar mengungkapkan bahwa batik-batik dalam pameran ini berasal dari seratus tahun silam. Koleksi itu sejatinya juga menunjukkan kejayaan batik Lasem dalam jejaring perdagangan kosmopolit hingga ke Sumatra, Singapura, dan Malaysia. Ia menambahkan bahwa batik telah menempatkan Lasem sebagai salah satu kota pesisir penting yang terhubung dengan pusat-pusat perdagangan besar di masa silam.

"Kita berharap pameran ini bisa memberikan semacam pengingat tentang sejarah batik Lasem, bagaimana batik Lasem berkembang selama berpuluh-puluh tahun, baik motif dan ragam hiasnya," ujar Ayos. 

Ayos juga mengungkapkan bahwa batik Lasem menampilkan ragam puspa dan satwa sarat perlambang untuk keselarasan hidup manusia, yang mewakili kedekatan masyarakatnya dengan ekologi. Pameran ini turut menunjukkan kepada kita perkembangan kreativitas seniman-seniman Lasem seabad silam.

Adityayoga, Dosen DKV Institut Kesenian Jakarta, menjelaskan tentang kemunculan era batik cap kepada pengunjung anak-anak. Museum Nyah Lasem memiliki artefak alat cap yang pernah dimiliki rumah-rumah batik di sekitarnya. Kendati digelar dua hari, pameran ini dikunjungi sekitar 150-200 anak sekolah di Kabupaten Rembang. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

"Namun, alam yang dahulu mengilhami batik Lasem kini mengalami kemerosotan kualitas akibat pencemaran lingkungan, terutama dari limbah pewarna sintetis," ungkap Ayos. Perkara ini mengingatkan kita pada "pertobatan ekologis" yang menempatkan alam sebagai bagian penting dalam kelestarian hidup manusia. "Kami ingin memantik diskusi bagaimana dampak ekologis industri batik di Lasem terhadap kehidupan hari ini."

Dalam pengantar pameran, Ayos mempertanyakan apakah batik Lasem harus berubah ketika lanskap kawasannya berubah. Sebagian corak puspa atau satwa dalam batik Lasem telah menghilang karena sebagian puspa atau satwa itu sudah sulit dijumpai dalam keseharian warganya. "Ini menjadi momen untuk mempertanyakan , adakah yang disebut pakem dalam batik Lasem?" Ayos bertanya. "Setiap zaman melahirkan seniman batik dengan gaya unik yang merefleksikan realitas dan budaya masyarakatnya, sehingga motif-motif batik Lasem terus berkembang seiring dengan perubahan zaman."

Batik Lasem dalam perspektif para pamong negeri

"Suatu hal yang kita apresiasi bersama atas upaya untuk melestarikan budaya yang sudah begitu lama dan menjadi kebanggaan," kata Ndari Surjaningsih selaku Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah yang membuka pameran Kembali Lasem, Kembali ke Akar.