Menilik Kembali Catatan Histori Gempa Bumi di Hindia Belanda

By Galih Pranata, Rabu, 30 Oktober 2024 | 12:46 WIB
Dua orang Bali berpose di depan rumah yang runtuh di Bali pasca gempa bumi Bali tahun 1917. (Wikimedia Commons)

Informasi tentang gempa bumi dari sumber-sumber tersebut sangat berkurang selama Perang Dunia II, ketika Indonesia diduduki oleh Jepang. Namun, kami dapat mengisi kesenjangan ini dengan mencari arsip surat kabar lokal Indonesia dari periode ini.

Pada beberapa pembacaan terhadap sumber kolonial, ada beberapa temuan ekstrem seperti gempa bumi yang terjadi di Ambon pada tahun 1898. Gempa mengerikan yang melemparkan orang beberapa meter dan bahkan menggeser meriam-meriam yang berat.

Namun, perlu diinsafi bahwa catatan sejarah tentang gempa bumi Hindia Belanda sering kali keliru. "Catatan sejarah diketahui dipengaruhi oleh geopolitik dan sosial ekonomi," terus Stacey Martin.

Mengingat bahwa bahan sumber riset diambil dari sebagian besar dalam bahasa Eropa, dan hampir seluruhnya dari Belanda, tidak mengherankan bahwa catatan tertulis terpanjang secara kronologis tentang gempa bumi yang dirasakan berasal dari daerah-daerah tempat VOC mendirikan pos-pos perdagangan.

Pos-pos itu meliputi Jawa bagian barat dan di wilayah Maluku. Pengamatan dari daerah-daerah ini meningkat setelah kendali politik beralih dari VOC ke tangan pemerintah kolonial Hindia-Belanda.

Ini kontras dengan catatan tertulis tentang gempa bumi yang dirasakan di daerah-daerah yang dikenal sangat aktif secara seismik, seperti Papua yang berada di luar lingkup perhatian Belanda hingga awal abad ke-20.

Dari penyusuran data, Martin dan tim juga mengungkap bukti tsunami yang tidak bertanggal di wilayah Teluk Palu pada tahun 1800-an. Temuan yang sangat tidak terduga adalah penemuan likuifaksi parah di sawah dekat Batukarang di Sumatra pada tahun 1936.

Peristiwa-peristiwa kecil yang hanya diketahui dari catatan sejarah sering kali dapat disembunyikan, tergantung pada lokasi zona sumbernya atau ditimpa oleh sinyal iklim yang lebih besar yang juga tersimpan dalam mikroatol karang.

Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan pada katalog historis gempa bumi Hindia Belanda untuk Indonesia yang memanfaatkan sumber-sumber non-Eropa, baik lokal maupun regional.

Seismik modern akan sangat terbantu dengan adanya catatan yang baik dan perekaman akurat dari histori gempa. Martin dan tim berharap agar penelitian historis terhadap gempa bumi di Hindia terus ditingkatkan untuk memperkaya pandangan seismik modern Indonesia.