Seorang Kapusin terkemuka, Kardinal Antonio Marcello Barberini, meminta bantuan kakak laki-lakinya, yang kebetulan adalah Paus Urbanus VIII. Bapa Suci memberi Barberini sebidang tanah utama di Roma untuk membangun gereja baru. Ia bahkan datang ke lokasi pembangunan untuk memberkati batu fondasi.
Bangunan megah itu selesai dibangun pada tahun 1631. Sebuah pertanyaan muncul: Apa yang harus dilakukan dengan jenazah para klerus yang dimakamkan di biara Kapusin lama?
Diputuskan untuk menggali dan menyimpan jenazah mereka di sebuah ruangan di bawah gereja baru. Selama lebih dari satu abad, para biarawan Kapusin dari seluruh dunia dimakamkan di sana.
Kemudian, pada pertengahan abad ke-18, seseorang memutuskan untuk berkreasi dan makam itu dibuat agar tampak seperti sekarang. Para peneliti tidak tahu pasti siapa yang bertanggung jawab.
Menurut legenda Roma, “dalangnya” adalah seorang seniman brilian yang telah melakukan kejahatan mengerikan. Seniman itu menemukan tempat berlindung yang aman di antara para Kapusin. Bekerja keras di tempat suci yang mengerikan ini adalah caranya untuk memohon ampun kepada Tuhan. Betapapun menariknya, kisah ini tampak mustahil.
Hipotesis yang lebih masuk akal diajukan oleh Rinaldo Cordovani, seorang biarawan Kapusin dan sejarawan. “Kemungkinan besar,” tulisnya dalam brosur museum, “bahwa penataan saat ini adalah karya salah satu seniman Kapusin yang biasa hadir di biara. Ia dibantu oleh berbagai perajin, yang juga biarawan.”
Namun, siapakah seniman Kapusin ini? Seorang libertine Prancis, Marquis de Sade, mungkin memegang kuncinya. Dalam buku harian perjalanannya, ia menulis bahwa seorang pastor Jerman membuat monumen pemakaman itu.
Cordovani menganggap bahwa yang dimaksud oleh Sade adalah seorang Kapusin Wina bernama Norbert Baumgartner. Baumgartner menghabiskan waktu di Roma pada abad ke-18. Jika demikian, Baumgartner layak dikenal sebagai seniman ulung.
Makam tengkorak menceritakan kisah memikat
Karena itulah tujuan utama makam ini: sebuah karya seni. Dan seperti semua karya seni hebat lainnya, makam ini menceritakan kisah yang memikat. Kisah ini berbicara tentang hakikat pengalaman manusia, yaitu ketidakkekalan.
Seperti yang tertulis dalam Kitab Kejadian: “Karena engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.”
Baca Juga: Mengapa Gereja Ortodoks Koptik Alexandria Memiliki Paus Sendiri?