Biarlah pergi dengan berbekal sehelai baju tanpa modal uang (jo tulang salapan karek). Aib bagi mereka pulang dengan tangan kosong, ia takkan pulang sebelum berhasil.
Sistem Kekerabatan Matrilineal
Tradisi merantau di Minangkabau juga berkaitan dengan sistem matrilineal, yakni sistem kekerabatan yang didasarkan pada garis keturunan ibu.
Sistem ini berakar kuat pada kepercayaan dan cara hidup lokal. Tradisi ini muncul dari pandangan dunia agraris mereka, di mana perempuan dianggap sebagai penjaga tanah dan harta pusaka keluarga.
Dalam masyarakat Minangkabau, perempuan bukan hanya memiliki peran sentral dalam warisan harta, tetapi juga dalam menjaga dan meneruskan nilai-nilai serta identitas keluarga melalui garis keturunan ibu.
Dengan begitu, harta pusaka seperti tanah dan rumah diwariskan dari ibu ke anak perempuan, sementara anak laki-laki dianggap sebagai “perantau” yang kelak meninggalkan rumah untuk mencari nafkah atau membangun keluarga di luar.
Gouzali Saydam dalam Sistem Kekerabatan Matrilinieal mengungkap bahwa dalam sistem matrilineal, perempuan memiliki kedudukan yang istimewa.
"Salah satu keistimewaan perempuan berupa penguasaan harta pusaka. Sementara laki-laki Minangkabau dianjurkan untuk merantau, karena ia tidak mewarisi harta pusaka," tulisnya.
"Laki-laki Minangkabau dapat mengusahakan harta pusaka, namun dia tidak dapat mewarisi harta tersebut pada anaknya, karena anaknya adalah suku lain (sesuai sistem matrilineal)."
"Pada akhirnya, anaknya akan bersuku sama dengan ibunya. Bagi laki-laki Minangkabau, sistem matrilineal menjadi pendorong untuk mendapatkan lapangan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik," paparnya.
Baca Juga: Misteri Buah di Balik Kisah Suku Pemakan Lotus dalam Mitologi Yunani