Bangsa Penjelajah 'Minangkabau' dengan Falsafah Merantau yang Mendarah

By Muflika Nur Fuaddah, Senin, 4 November 2024 | 16:00 WIB
Pakaian khas suku Minangkabau pada tahun 1900-an (wikipedia)

Sistem kekerabatan orang Minangkabau merupakan sebuah hubungan yang teratur antara individu di Minangkabau sehingga membentuk satu kesatuan atau kelompok.

Matrilineal berasal dari kata ‘matri’ yang berarti ‘mother/ ibu’ dan ‘lineal’ berarti ‘line/garis.’ Istilah matrilineal merupakan ungkapan sosiologis, yang menyatakan bahwa garis keturunan seseorang ditarik dari garis keturunan ditarik menurut garis keturunan ibu.

Ibulah yang menjadi patokan dalam menentukan asal usul seseorang. Adapun yang menjadi ketentuan dalam pola kekerabatan matrilineal: suami yang pulang atau datang dan tinggal di rumah keluarga istrinya, suami boleh pergi atau ke luar dari rumah jika terjadi perceraian dalam keluarga dan istri akan tetap tinggal bersama keluarga atau kerabatnya, anak akan tetap tinggal dan dibesarkan bersama ibu dan kerabat ibunya.

Dengan demikian, jika terjadi perceraian dalam suatu rumah tangga, posisi ibu atau perempuan dan anak-anak dari perkawinan itu akan tetap aman dan terpelihara karena ia berada dalam lingkungan keluarga.

Tidak ada istilah seorang anak akan hidup bersama ibu tirinya. Artinya, laki-laki di Minangkabau tidak memiliki hak kepemilikan harta pusaka, baik dalam keluarga istri maupun dalam kaumnya.

Seorang laki-laki di Minangkabau, mereka tidak dimanjakan dengan harta orang tua maupun dengan harta pusaka. Karena harta itu diwariskan kepada kaum perempuan, laki-laki hanya sebagai pengelola.

Lain halnya dengan suku-suku lain yang menganut sistem patrilineal. Namun hal ini bukan berarti meniadakan hak laki-laki di Minangkabau.

Dengan sistem kekerabatan matrilineal, mengharuskan laki-laki Minangkabau untuk pergi merantau, namun mereka tidak boleh meninggalkan kampung selama-lamanya, karena sebagai pengelola, mereka harus kembali ke kampung setelah memiliki pengalaman, seperti ungkapan “satinggi-tinggi tabang bangau, nan pulang kakubangan juo”.

Merantau dalam Kesenian Minangkabau

Zulfikarni dan Siti Ainim Liusti dalam Merawat Ingatan: Filosofi Marantau di Dalam Pantun Minangkabau yang dimuat jurnal Sasdaya  mengungkap pergeseran motif merantau bagi orang Minangkabau.

Seiring perkembangan zaman, motif orang Minangkabau merantau juga meluas dikarenakan untuk mencari penghidupan yang lebih baik secara ekonomi, melanjutan pendidikan atau sekolah ke luar dari kampung, menaikkan derajat atau status sosial keluarga, dan mencari pengalalam hidup agar apa yang didapatkan dapat dimanfaatkan untuk membangun kampung halaman.

Baca Juga: 'Di Lao Denangdaku' Mantra Suku Bajo untuk Menjaga Laut dari Kerusakan