Sejarah Lipstik Merah, dari Pekerja Seks hingga Simbol Pemberontakan

By Sysilia Tanhati, Selasa, 5 November 2024 | 14:00 WIB
Lipstik merah telah lama dikaitkan dengan kecantikan, kekuasaan, dan pemberontakan. Bagaimana sejarahnya? (MART Production/Pexels)

Nationalgeographic.co.id—Lipstik merah telah lama dikaitkan dengan kecantikan, kekuasaan, dan pemberontakan. Awalnya digunakan oleh pelacur di Yunani kuno hingga jadi simbol kemewahan di Hollywood.

Status lipstik merah sebagai lambang kecantikan dan kekuasaan pun sering dianggap tak lekang oleh waktu. Bahkan kini, lipstik merah terus menjadi pernyataan kepercayaan diri dan kemewahan.

Hanya saja, saat ini lipstik merah memiliki makna yang beragam. Bagi sebagian orang, lipstik merah mewakili feminitas klasik dan kecanggihan. Bagi yang lain, lipstik merah merupakan penegasan berani tentang individualitas dan pembangkangan.

Ya, daya tarik lipstik merah tidak hanya terletak pada warnanya. Namun juga pada berbagai interpretasi dan emosi yang ditimbulkannya.

Asal-usul lipstik merah

Pewarna bibir merah sudah ada sejak 3500 SM. Ratu Puabi (Shubad) dari Mesopotamia kuno menggunakan campuran timbal putih dan batu merah yang dihancurkan untuk mewarnai bibirnya. Penggunaan pewarna itu melambangkan status kekuasaan sang ratu.

Tren ini terus berlanjut. Penggalian arkeologis mengungkapkan bahwa banyak orang Sumeria yang kaya dikuburkan dengan pewarna bibir yang disimpan dalam cangkang kerang. Sementara bangsawan Mesir kuno menyukai oker merah yang dicampur dengan resin untuk membuat bibir merah yang berani.

Seorang Ratu Cleopatra disebut-sebut lebih menyukai carmine (merah serah), pigmen merah tua yang diekstrak dari serangga cochineal. Di Yunani kuno, bibir merah dikaitkan dengan pekerja seks yang menghadapi hukuman. Hukuman itu diberikan karena tampil di depan umum tanpa pewarna bibir.

Pada masa Kekaisaran Romawi, pewarna bibir kembali menjadi hal yang umum. Warna-warna cerah menunjukkan status yang lebih tinggi. Sarah E. Schaffer menulis tentang lipstik di bukunya: Reading our Lips: The History of Lipstick Regulation in Western Seats of Power.

Menurutnya, bahan-bahan mahal seperti vermilion mengandung merkuri. Bahan itu adalah racun yang berpotensi mematikan. Endapan anggur merah juga digunakan untuk mewarnai bibir di era Kekaisaran Romawi.

Di Inggris, lipstik merah dianggap memiliki kekuatan untuk mengusir roh jahat. Ratu Elizabeth I terkenal menghiasi bibirnya dengan warna merah tua yang terbuat dari cochineal, gom arab, putih telur, dan susu ara. Ia pun memulai tren dan lipstik merah melonjak popularitasnya selama masa pemerintahannya (1558-1603).

Baca Juga: Lipstik di Zaman Kuno, 'Ciuman Kematian' yang Mempercantik Wanita

Namun, pada masa pemerintahan pengganti Ratu Elizabeth I, James I (1603-1625), ketakutan masyarakat terhadap ilmu sihir membayangi praktik kosmetik. Pada tahun 1770, sebuah undang-undang disahkan. Berdasarkan undang-undang itu, wanita yang dianggap menggunakan riasan sebagai sarana untuk menipu pria agar mau menikah dapat diadili sebagai penyihir.

Lipstik merah: warna pemberontakan

Lipstik merah memiliki makna baru selama gerakan hak pilih perempuan tahun 1920-an, yang melambangkan perjuangan untuk hak-hak perempuan. Pengusaha kecantikan Elizabeth Arden menginspirasi wanita untuk mengenakan lipstik merah sebagai lambang keberanian. Ia membagikan lipstik kepada para pejuang hak pilih perempuan pada tahun 1912.

Selama beberapa dekade berikutnya, lipstik merah menjadi semakin populer. Menjelang Perang Dunia II, lipstik merah berevolusi dari simbol pemberontakan menjadi simbol wanita dan ketahanan patriotik.

Schaffer menulis bahwa lipstik merah adalah bagian penting dari upaya perang. Arden memproduksi warna yang cocok dengan hiasan merah terang pada seragam marinir wanita. Ruang ganti pabrik dipenuhi lipstik untuk meningkatkan moral pekerja. Hitler, tampaknya, membencinya.

Bibir merah mencolok tetap menjadi pilihan klasik setelah Perang Dunia II, karena ikon Hollywood seperti Audrey Hepburn dan Marilyn Monroe menjadikannya sebagai riasan utama. Warisannya terlihat pada selebritas masa kini seperti Taylor Swift, yang sering memakai bibir merah.

Daya tarik lipstik merah yang abadi terus memikat dan memberdayakan individu. Hal ini menegaskan kembali statusnya sebagai lambang pemberontakan dan kekuatan.

Pada tahun 2018, kampanye #SoyPicoRojo di Nicaragua menampilkan pria dan wanita mengenakan lipstik merah yang memprotes kediktatoran negara tersebut. Pada tahun 2019, ribuan wanita di Chili mengenakan lipstik merah untuk mengecam kekerasan seksual.

Semua itu membuktikan bahwa bibir merah berani tidak pernah benar-benar ketinggalan zaman.