Pierre Fidenci, pendiri dan presiden ESI, pun pada akhirnya harus menyampaikan sebuah kesimpulan yang menyedihkan dari hasil yang dilakukan oleh timnya.
"Berdasarkan semua penampakan, kami memperkirakan populasi tarsius Filipina di bawah 15 individu di Suaka Tarsius dan hanya sampai 21 individu tarsius untuk total 815 hektar," ujar Fidenci.
Padahal, pada survei 2012/2013, jumlah tarsius yang ditemukan di area Suaka Tarsius saja sudah mencapai 40 ekor.
Selain itu, Fidenci juga menyampaikan kabar buruk lain, "Kami tidak menemukan bayi tarsius selama survei 2023/2024, padahal kami menemukan bayi tarsius beberapa kali dalam survei pertama pada tahun 2012/2013."
Beragam gangguan yang wajib disingkirkan
Fidenci pun menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait penurunan drastis populasi tarsius Filipina tersebut. "Situasi ini sangat mengkhawatirkan," tegasnya, "pasalnya, kita tahu bahwa habitat-habitat yang masih tersisa untuk tarsius di Filipina semakin terbatas."
Ancaman terhadap keberadaan primata mungil ini semakin kompleks dengan meningkatnya laju deforestasi, polusi suara, dan polusi cahaya, yang semakin mengintensifkan tekanan pada populasi tarsius.
Fidenci meyakini bahwa penurunan populasi tarsius di Suaka Gunung Matutum tidak lepas dari perubahan signifikan yang terjadi di komunitas desa sekitar, terutama di Purok Bagong Silang.
Desa B'laan ini, yang terletak di dalam kawasan suaka, mengalami transformasi yang cukup drastis setelah terhubung dengan jaringan listrik pada akhir tahun 2016.
Sebelumnya, masyarakat desa hidup dalam kegelapan malam, namun kini mereka dapat menikmati penerangan listrik yang memadai dan mengoperasikan berbagai peralatan elektronik.
"Pembangunan ini memungkinkan penduduk desa menggunakan lampu listrik pada malam hari dan mengoperasikan peralatan keras, seperti radio dan televisi, pada siang hari," papar Fidenci.
Baca Juga: Spesies Primata Unik Ditemukan di Filipina