Otokritik Buya Hamka Terhadap Adat Minangkabau dalam Karya Sastranya

By Muflika Nur Fuaddah, Minggu, 17 November 2024 | 14:05 WIB
Buya Hamka (wikipedia)

Dalam hal ini, institusi adat selalu menjadi hal yang menakutkan di ketiga novel tersebut karena keputusan institusi adat sangat kuat dan harus dijalankan.

Masyarakat Minangkabau sendiri merupakan suku bangsa terbesar yang menganut sistem kekerabatan matrilineal sehingga perempuan-perempuan Minangkabau memiliki status istimewa sebagai pemegang garis keturunan, pemilik harta warisan leluhur, dan rumah gadang (rumah besar - rumah adat). 

Namun, Hamka mencitrakan perempuan Minangkabau sebagai Perempuan yang lemah dan hampa, yang tidak bisa mempertahankan argumen dan keputusannya sendiri.

"Walaupun pada dasarnya hal ini kontradiktif dengan nilai dan norma bagaimana kedudukan perempuan di Minangkabau, namun Hamka konsisten menempatkan perempuan Minangkabau sebagai tokoh yang paling dirugikan."

Buya Hamka (wikipedia)

Jonson menyebut bahwa puncaknya tepat pada tahun 1946 ketika Hamka menerbitkan buku Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi.

Hamka menulis kritik dengan lantang dan menuntut adat harusnya berubah hingga menggegerkan alam Minangkabau. Ia mengemukakan bahwa dalam tatanan susunan masyarakat Minangkabau, laki-laki takluk pada kaum ibu (perempuan), meskipun laki-laki tersebut berusaha, berladang dan bersawah, hasilnya itu semua bukanlah untuk anaknya, tetapi untuk keponakannya.

Ketika berada di rumah istri dan anaknya (perempuan), seorang laki-laki menjadi menantu yang menumpang sementara di rumah istrinya, jadi semua harta adalah milik istri.

Suami sama sekali tidak boleh campur tangan di dalam rumah istri dan anaknya. Kadang-kadang, apabila anak kandungnya sendiri yang akan menikah, yang mengawinkannya adalah paman (mamak), ayahnya cukup hanya diberi tahu saja dan tidak boleh membantah.

"Hamka juga mengemukakan bahwa menjadi laki-laki di Minangkabau sangat sedih hidupnya karena punya tempat tinggal tetap," ungkap Jonson.

Saat masih kecil, laki-laki Minangkabau hanya tinggal sebentar dengan ibunya, yaitu sampai enam tahun saja. Setelah itu dia harus tidur di surau bersama teman-temannya sambil belajar Alquran karena malu benar rasanya apabila sudah besar tapi tetap tinggal di rumah.

Baca Juga: Lima Peraih CHI Awards 2023: Empu Tari Bali hingga Presiden Pertama RI