Kota Metropolitan Jalur Sutra Ditemukan di Pegunungan Uzbekistan

By Sysilia Tanhati, Senin, 18 November 2024 | 12:00 WIB
Ilustrasi. Peneliti menemukan sisa-sisa kota dari Abad Pertengahan yang terletak di atas Jalur Sutra kuno. Di ketinggian, kota-kota tersebut berkembang pesat. (Clemens Schmillen/CC BY-SA 4.0)

Nationalgeographic.co.id—Para ilmuwan terkejut saat menemukan kota metropolitan dari Abad Pertengahan di atas pegunungan. Kota tersebut memberikan wawasan baru tentang kehidupan di sepanjang rute perdagangan kuno Jalur Sutra.

Para peneliti telah menemukan sisa-sisa kota dari Abad Pertengahan yang terletak di atas Jalur Sutra kuno. Kota tersebut terletak di pegunungan terjal di sebelah tenggara Uzbekistan. Salah satunya adalah kota metropolitan yang luas dan berada di dataran tinggi yang tersembunyi selama berabad-abad. Tidak banyak yang menduga jika di tempat tersebut dapat ditemukan tanda-tanda peradaban kuno. 

Penemuan tersebut dimungkinkan oleh teknologi LiDAR berbasis drone. Penelitian inovatif tersebut dipimpin oleh Penjelajah National Geographic Michael Frachetti dan Farhod Maksudov, direktur Pusat Arkeologi Nasional Uzbekistan.

Tim berhasil mengungkap kota yang ramai yang berkembang antara abad ke-6 dan ke-11. Terletak di ketinggian 2.195 mdpl (setara Machu Picchu), penemuan ini menyoroti kompleksitas masyarakat Abad Pertengahan di sepanjang Jalur Sutra. Jalur Sutra merupakan jaringan luas rute perdagangan kuno yang menghubungkan Eropa dan Asia Timur.

Reruntuhan kota kuno Tugunbulak memiliki luas hampir 300 hektar. Dengan wilayah seluas itu, Tugunbulan menjadi salah satu permukiman regional terbesar pada masanya. Michael Frachetti  dan timnya menerbitkan hasil penelitiannya di Nature pada Oktober 2024. Tajuknya “Large-scale medieval urbanism traced by UAV–lidar in highland Central Asia.”

“LiDAR menunjukkan kepada kami bahwa ada kota besar di sana, tersembunyi di depan mata,” kata Frachetti. “LiDAR memungkinkan kami untuk ‘mendekati’ lanskap yang luas ini dan mendapatkan detail yang menakjubkan.”

Sekitar 4,8 km jauhnya, kota yang lebih kecil dan padat bernama Tashbulak juga disurvei oleh LiDAR. Survei itu menggunakan metode penginderaan jarak jauh yang menggunakan cahaya pantulan untuk membuat peta 3 dimensi yang terperinci. 

Kehidupan di atas gunung

Sulit membayangkan kota sebesar ini berkembang pesat di lingkungan yang tertutup salju dan diterpa angin. Bahkan saat ini, hanya segelintir penggembala nomaden yang berani menjelajah. Musim dingin yang panjang, tebing yang curam, dan medan yang terjal membuat pertanian skala besar hampir mustahil dilakukan. Terutama di dataran tinggi seperti itu. Semua faktor tersebut mungkin menjelaskan mengapa sebagian sejarawan dan arkeolog mengabaikan wilayah terpencil ini begitu lama.

Namun, Frachetti dan timnya meyakini pusat-pusat perkotaan dataran tinggi ini tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang pesat. Masyarakat di kota kuno itu mungkin memiliki cara-cara untuk bertahan hidup yang di luar dugaan para peneiti.

Baik Tashbulak maupun Tugunbulak memiliki beberapa bangunan permanen dan desain perkotaan yang canggih. Bangunan mungkin dibuat untuk memanfaatkan medan pegunungan secara maksimal.

Baca Juga: Sejarah Dunia: Jadi Penghubung Asia-Eropa, Bagaimana Jalur Sutra Terbentuk?