Ahli Budaya dan Ahli Gizi Ungkap Pentingnya Kearifan Pangan Lokal

By Utomo Priyambodo, Minggu, 24 November 2024 | 12:00 WIB
Keragaman dan tradisi pangan lokal di Indonesia berperan dalam memenuhi kebutuhan gizi penduduknya. (Pixabay)

Nationalgeographic.grid.id—Ada banyak jenis metode diet yang kini populer bagi masyarakat Indonesia. Ada diet yang mengatur waktu makan, ada yang berbasis sayuran dan buah tanpa konsumsi daging, ada yang membatasi asupan lemak, dan ada yang fleksibel mengatur komposisi nutrisi. Lalu, yang mana diet terbaik untuk kita?

Ketua Yayasan Makanan dan Minuman Indonesia (YAMMI), Khoirul Anwar, mengungkapkan bahwa pemahaman soal diet perlu diluruskan terlebih dahulu. “Orang berpikir bahwa diet berarti mengurangi berat badan. Padahal, sebenarnya diet berarti mengatur pola makan. Secara ilmiah, pola makan yang baik itu yang menerapkan gizi seimbang”

Belum lama ini Eathink merilis panduan makan sehat dan berkelanjutan yang disebut SELARAS (Seimbang, Lokal, Alami, Beragam, dan Sadar). Eathink adalah sebuah platform dari Foodsustainesia untuk membantu generasi milenial memilih produk makanan dan menanamkan kesadaran tentang pentingnya keberlanjutan pangan.

“Seimbang dalam hal komposisi zat gizi, menggunakan bahan pangan lokal, meminimalkan zat kimia dalam bahan pangan, mengedepankan keragaman bahan pangan dalam satu piring, dan menerapkan mindful eating,” kata CEO dan Co-founder Eathink, Jaqualine Wijaya, seperti dikutip dari keterangan tertulis Eathink.

Tak perlu dibuat rumit, pola makan sehat dan juga ramah lingkungan bisa diadopsi dengan mudah tanpa harus mengeluarkan banyak uang.

Pilih makanan yang bersumber dari sekitar kita

Banyak orang Indonesia suka membaca rekomendasi bahan makanan dari sumber informasi luar negeri. Akibatnya, menurut padangan mereka, pangan bergizi tinggi antara lain adalah salmon dan whole grain yang bukan asli Indonesia.

“Padahal, whole grain tidak menjadi produk utama di Indonesia. Kita juga bukan penghasil utama ikan salmon. tapi kita kaya akan banyak jenis ikan di Indonesia selain salmon,” kata Khoirul.

Ia menjelaskan, ketika berbicara soal kacang-kacangan, orang akan berpikir tentang almond. Padahal, negeri kita punya kacang hijau yang harganya murah mempunyai nilai gizi yang tinggi.

“Hanya saja, orang memilih almond karena lebih bergengsi. Bahan pangan pengganti yang setara itu banyak. Masalahnya, ketika orang tidak terpapar terhadap bahan tersebut, maka dia tidak tahu bahwa makanan itu ada.”

Seto Nurseto, finalis Masterchef Indonesia dan Dosen Antropologi Universitas Padjadjaran, menjelaskan bahwa makan merupakan bentuk adaptasi manusia untuk bertahan hidup, yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan di setiap daerah di Indonesia.

Baca Juga: Mengapa Indonesia Tergantung pada Beras dan Mengapa Ini Berbahaya?