Sudut Pandang Baru Peluang Bumi, Pameran Foto dan Infografis National Geographic Indonesia di JILF 2024

By National Geographic Indonesia, Rabu, 27 November 2024 | 10:00 WIB
Saat pesisir utara Jawa melesap, para penghuninya berjuang untuk mempertahankan rumah mereka dan sejarah mereka dari nasib yang sama. Bertahan adalah hal yang sulit di Kabupaten Demak di Jawa Tengah. Bagi mereka yang tidak mampu membangun kembali rumah mereka, menjauhkan barang-barang dari lantai adalah cara lain untuk hidup bersama banjir parah. Mashuri, 52 tahun, adalah penggemar musik di Timbulsloko yang terkadang memberikan hiburan di acara-acara desa. Foto ini dipamerkan dalam 'Sudut Pandang Baru Peluang Bumi' yang digelar National Geographic Indonesia dan 2024 JILF x JakTent, 27 November - 1 Desember 2024 di Taman Ismail Marzuki. (Aji Styawan/National Geographic Indonesia)

 “Narasi perubahan iklim yang hari ini sering kita gaungkan sepertinya terdengar mulai usang," kata Didi Kaspi Kasim, Editor in Chief National Geographic Indonesia. Menurutnya, sejauh ini kita kesulitan melihat perubahan signifikan dari apa yang kita perjuangkan selama. Atas alasan itulah ia menambahkan, "kita mesti lebih keras mengupayakan perubahan yang lebih membawa dampak."

"Kita membutuhkan sebuah sudut pandang baru demi menghadapi bencana lingkungan hidup," ujar Didi. "Kita perlu kembali melihat kepada hal-hal yang selama ini kuat mengakar di masyarakat kita, namun tak pernah bersanding dengan upaya perbaikan lingkungan." 

Keberadaan adat dan tradisi di kepulauan ini yang sejatinya memiliki kearifan dalam menjaga ekologi, demikian hemat Didi. "Melestarikan tradisi dan menjaga adat adalah sudut pandang kini yang harus lebih kencang kita suarakan," imbuhnya. "Mari ciptakan sudut-sudut pandang baru, Bumi membutuhkan perubahan signifkan dari kita para insannya.”

Tumpukan sampah di Dadap, Tangerang, menjadi masalah besar. Saat sampah membusuk, ia menghasilkan gas metana yang membuat bumi makin panas. Dampak pemanasannya lebih cepat dibanding gas karbon dioksida. Itulah sebabnya masalah sampah semakin memperburuk perubahan iklim. Selain masalah sampah organik, kita juga tenggelam dalam permasalahan sampah plastik. Industri plastik sangat terkait dengan rantai pasokan bahan bakar fosil, yang memperparah perubahan iklim. Foto ini turut ditampilkan dalam pameran foto dan infografis Sudut Pandang Baru Peluang Bumi. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Agung Wibawanto selaku Marketing Communication Manager untuk National Geographic Indonesia, mengungkapkan bahwa melalui pameran ini National Geographic Indonesia tidak hanya menampilkan keindahan alam Nusantara, tetapi juga membawa pesan mendalam tentang tanggung jawab bersama untuk kelestarian Bumi. 

"Selama 20 tahun terakhir, kami telah berusaha menginspirasi masyarakat Indonesia untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Melalui visual yang menawan dan informatif, kami ingin mengajak para pengunjung untuk menyadari bahwa setiap langkah kecil dapat menciptakan dampak besar bagi generasi mendatang," ujar Agung. "Mari bersama-sama berkontribusi untuk masa depan Bumi yang lebih berkelanjutan."

"Sudut pandang yang kerap terlewat ketika membicarakan krisis iklim adalah peran pentingnya karbon biru, memuliakan pesisir dan lautan," ungkap Mahandis Yoanata Thamrin, Managing Editor National Geographic Indonesia. "Selain itu juga gagasan kewargaan ekologis, kita menempatkan semua spesies sebagai warga negara, kita menghargai keberadaan mereka, dan bersama-sama mereka bertanggung jawab atas harmoni hidup di Bumi."

Belibis totol dan lahan gambut memiliki hubungan mutualisme. Bebek-bebek ini hidup di lahan gambut, membantu menyebarkan biji rumput, dan memberi makan ikan melalui kotorannya. Namun kini, karena perubahan iklim, lahan gambut terancam, dan jumlah bebek semakin berkurang. Foto ini turut ditampilkan dalam pameran foto dan infografis Sudut Pandang Baru Peluang Bumi. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Perhelatan 2024 JILF x JakTent juga mengundang Mahandis Yoanata Thamrin, dalam diskusi panel bertajuk Sowing Hope: Making Sparks in the Dark (Menabur Harapan, Memantik Percikan dalam Kegelapan). Sebuah diskusi yang membahas bagaimana para penulis dan jurnalis menggambarkan dan menanamkan harapan dalam kondisi yang sangat kelam. Selain Mahandis, sesi diskusi ini turut dihadiri Sapariah Saturi dan Niduparas Erlang, serta dipandu oleh Evi Mariani. Diskusi digelar pada Minggu, 1 Desember 2024 pukul 15.00-16.00 WIB di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki.

"Jurnalisme adalah mendongeng dengan membawa tujuan, sehingga perlu sudut pandang baru supaya pesannya selalu aktual," ujar Mahandis. "Ketika populasi manusia telah mengubah tatanan Bumi, setidaknya kita masih memiliki satu-satunya keyakinan dan harapan: kekuatan kemanusiaan akan memulihkannya."