Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi baru mengungkap bagaimana cuaca lokal memengaruhi perkembangan tukik atau anak penyu di 37 pantai di seluruh dunia. Studi ini meneliti bagaimana pengaruh cuaca, baik cerah maupun hujan, terhadap ukuran anak penyu.
Dalam siklus kehidupan penyu, penyu betina biasanya bertelur, menutupi sarang dengan pasir, lalu kembali ke laut. Penyu betina membiarkan telurnya berkembang dan menetas sendiri.
Akibat ancaman predator sarang hingga meningkatnya suhu, telur dan anak penyu untuk bertahan hidup sangatlah kecil. Setelah menetas dan berada di laut, hanya sekitar satu dari 1.000 anak penyu yang berhasil mencapai usia dewasa.
Ukuran tubuh menjadi penting bagi anak penyu. Tukik yang lebih besar, yang bergerak lebih cepat, lebih mungkin bertahan hidup karena mereka menghabiskan lebih sedikit waktu di pasir pantai yang berisiko.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa suhu udara dan pasir sangat memengaruhi ukuran anak penyu. Suhu yang lebih dingin menghasilkan tukik yang lebih besar dan lebih berat dengan lebih banyak jantan, sementara suhu yang lebih hangat mempercepat penetasan dan menawarkan perlindungan dari predator.
Untuk penyu tempayan (Caretta caretta) dan penyu hijau (Chelonia mydas) yang terancam punah, kondisi yang lebih dingin dan lembap menghasilkan tukik yang lebih kuat.
Namun, suhu yang meningkat dapat memperpendek masa inkubasi, dan curah hujan yang tidak menentu dapat mengganggu pertumbuhan, yang berpotensi memengaruhi kelangsungan hidup anak penyu.
Menurut hasil studi yang ada, menyeimbangkan suhu dan kelembapan sangat penting bagi kesehatan penyu dan telurnya yang rentan ini. Kelembapan yang terlalu tinggi dapat mematikan bagi embrio.
Adapun dalam studi yang cukup baru kali ini, para peneliti dari Florida Atlantic University, Humboldt Universität zu Berlin, dan University of Tübingen menyelidiki bagaimana curah hujan yang berfluktuasi memengaruhi perkembangan anak penyu. Studi ini mengungkapkan bahwa curah hujan memiliki efek yang lebih besar daripada perubahan suhu udara.
Penelitian yang mencakup data dari 37 pantai di seluruh dunia ini menunjukkan bahwa curah hujan memainkan peran penting dalam menentukan ukuran tubuh tukik. Curah hujan mendinginkan permukaan pantai dan meningkatkan kelembapan yang dibutuhkan untuk perkembangan telur, menjadikannya prediktor ukuran tubuh yang lebih baik daripada suhu.
Baca Juga: Bahu-membahu Menyelamatkan Populasi Penyu Sisik di Pulau Rambut
Hasil penelitian yang telah terbit pada 15 Agustus 2024 di jurnal BMC Ecology and Evolution ini mengungkapkan bahwa dampak curah hujan bervariasi antarspesies. Bagi penyu tempayan, curah hujan yang lebih tinggi menghasilkan tukik dengan karapas (cangkang) yang lebih kecil, tetapi beratnya lebih besar, sementara tukik penyu hijau menumbuhkan karapas yang lebih kecil tanpa perubahan massa tubuh.
"Temuan dari penelitian kami menyoroti perlunya data yang lebih terlokalisasi tentang bagaimana cuaca regional memengaruhi inkubasi dan perkembangan tukik," kata Jeanette Wyneken, salah satu peneliti dalam studi ini yang juga profesor di Departemen Ilmu Biologi, FAU Charles E. Schmidt College of Science, Florida Atlantic University.
"Data ini penting untuk menyempurnakan strategi konservasi guna melindungi penyu di tengah pemanasan global," tegas Wyneken seperti dikutip dari keterangan tertulis Florida Atlantic University.
Penelitian ini dimulai dengan data dari Boca Raton, yang membandingkan ukuran tukik (panjang, lebar, dan massa) dengan faktor iklim setempat. Selanjutnya, data dikumpulkan dari 19 pantai yang menjadi habitat tukik penyu tempayan dan 17 pantai yang jadi habitat tukik penyu hijau.
Bagian ketiga dari penelitian ini mengamati tukik di Cabo Verde setelah beberapa hari hujan selama musim kemarau untuk melihat bagaimana curah hujan memengaruhi ukuran mereka.
Di Mediterania, khususnya di pantai Siprus dan Turki, musim kemarau hanya membawa sedikit hujan dari Atlantik Utara. Bagi penyu hijau di daerah yang lebih kering ini, dampak curah hujan baru terlihat setelah musim kemarau berakhir.
Namun, di Florida, tingkat curah hujan tetap konsisten sepanjang musim bersarang karena pola cuaca setempat, meskipun kekeringan dan gelombang panas biasanya terjadi pada bulan Juli dan Oktober.
"Tidak jelas bagaimana hujan memengaruhi ukuran tukik," kata Wyneken. "Salah satu gagasannya adalah bahwa hujan mendinginkan sarang, yang dapat mengubah suhu dan memengaruhi rasio jenis kelamin tukik. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan dalam ukuran dan bentuk tukik, mirip dengan bagaimana tukik jantan dan betina dari penyu lain, seperti penyu sungai raksasa, memiliki bentuk cangkang yang berbeda."
Perubahan iklim telah mengubah pola curah hujan, membuat daerah basah menjadi lebih basah dan daerah kering menjadi lebih kering. Maka dampaknya pada lokasi bersarang penyu menunjukkan bahwa strategi konservasi global untuk penyu tempayan dan penyu hijau kemungkinan perlu diperbarui.
"Unit manajemen yang efektif untuk konservasi harus fokus pada pembaruan berkala dan penyertaan lokasi bersarang yang penting, yang menyoroti pentingnya upaya konservasi lokal," kata Wyneken.
"Menganalisis data lokal dari berbagai lokasi sarang sangat penting untuk memahami pola bersarang penyu," tegasnya. "Basis data lokal ini harus dibuat lebih mudah diakses dan dibagikan secara luas untuk meningkatkan pengetahuan kita dan mendukung upaya konservasi lokal."