Kebaya: Citra Ayu Perempuan Indonesia Melintasi Zaman dalam Berbusana

By Muflika Nur Fuaddah, Minggu, 8 Desember 2024 | 10:00 WIB
Sukarno di antara perempuan Indonesia yang mengenakan kebaya pada Kongres Perempuan Indonesia, 1950. (Collectie Wereldmuseum)

Nationalgeographic.co.id Kebaya telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai busana nasional. Kebaya juga kerap dikenakan masyarakat Indonesia dalam berbagai acara resmi seperti wisuda, pernikahan, pesta, dan acara resmi kenegaraan.

Kebaya menjadi produk yang terbentuk dari hibridasi beragam budaya karena jika ditilik dari faktor historis, diperkirakan kebaya mendapat pengaruh dari India, Cina, Belanda dan Portugis.

Selain di Indonesia, kebaya juga tersebar di semenanjung melayu, yaitu Malaysia dan Singapura. Menurut sejarawan Denys Lombard, asal-usul kata “kebaya” berasal dari kata “abaya” dalam bahasa Arab yang artinya busana.

Khususnya dalam sejarah pakaian Indonesia, ada berbagai pengaruh, termasuk masuknya bangsa Eropa dan Islam ke Indonesia yang turut menjadi faktor penting terjadinya perubahan cara berpakaian perempuan.

Dalam makalah berjudul "Kebaya dan Perempuan: Sebuah Narasi Tentang Identitas" (Senirupa Wacana vol 6 Juli 2018), Nita Trismaya mengungkap bahwa sebelumnya, perempuan menggunakan kemben untuk menutupi tubuh mereka. Kebaya kemudian menjadi pakaian sehari-hari dengan desain sederhana dan terbuat dari bahan katun mori.

"Pada periode 1500-an hingga awal 1800-an desain kebaya belum bervariasi, masih berbentuk blouse dengan berlengan panjang dan menggunakan bahan kain tenun mori," tulis Nita.

"Masuknya bangsa Eropa terutama Belanda ke Indonesia, ikut mempengaruhi desain kebaya di masa itu dengan memunculkan variasi bahan tekstil seperti beludru, sutra, dan lace," lanjutnya.

Pada tahun 1910 hingga 1980, kebaya mengalami perubahan estetik akibat modernisasi yang mempengaruhi desain, proporsi, ragam hias, material kain, dan detail pengaplikasiannya.

Pada dasarnya, pakem kebaya yang diambil dari tradisi Jawa adalah adanya bukaan di bagian depan (tidak pakai ritsleting) dengan bahan tekstil bebas, kain panjang (jarik), dan rambut disanggul.

Namun jika ditinjau dari kesejarahannya, kebaya digunakan tidak saja oleh perempuan di Jawa sebagai pakaian sehari-hari, tetapi juga oleh perempuan Belanda dan peranakan Belanda yang menetap di pulau Jawa.

Wanita Eropa mengenakan sarung dan kebaya, awal abad ke-20. (COLLECTIE TROPENMUSEUM)

Baca Juga: Jadi Kuil Apa yang Berhak Menyandang Gelar Terbesar, Termegah dan Tertua pada Zaman Yunani Kuno?