Diotima, Filsuf Wanita Yunani Kuno yang Sohor dengan Teori Cinta

By Ricky Jenihansen, Sabtu, 7 Desember 2024 | 16:00 WIB
Diotima, filsuf wanita dalam Simposium Plato Yunani kuno, telah membingungkan para sejarawan selama berabad-abad dengan teorinya tentang cinta dan keindahan.
Diotima, filsuf wanita dalam Simposium Plato Yunani kuno, telah membingungkan para sejarawan selama berabad-abad dengan teorinya tentang cinta dan keindahan. (National Gallery of Slovenia / Public Domain)

Kepada Socrates, Diotima mengatakan, bahwa cinta tidak seperti yang umumnya dipahami. Ia membedakan antara Eros dan Cinta, sesuatu yang sering disalahartikan.

Menurut Diotima, Eros adalah langkah awal menuju Cinta, seperti menaiki tangga yang disebut Tangga Cinta. Eros sendiri adalah roh penghubung antara manusia dan dunia para dewa.

Socrates bertanya: “Jadi, apa sebenarnya Eros itu? Apakah ia makhluk fana?”

Diotima menjawab: “Bukan.”

Menurut Diotima, Eros adalah makhluk setengah dewa yang berada di antara manusia dan dewa. Sifatnya bertentangan karena lahir dari Penia (kemiskinan) dan Poros (kelimpahan):

“Eros selalu miskin, kasar, dan jauh dari keindahan seperti yang banyak orang bayangkan. Ia hidup tanpa rumah, bertelanjang kaki, dan kumal.”

Namun, Eros juga memiliki sifat ayahnya, Poros. Ia penuh kecerdikan, keberanian, dan ketekunan. Ia adalah pemburu yang ulung, pandai merancang strategi, dan memiliki hasrat yang besar untuk mencari kebenaran.

Lukisan The Victory of Eros karya Angelica Kauffmann, 1750-1775. (Wikimedia Commons)

Eros adalah imajinasi

Diotima dalam Symposium Plato menjelaskan tentang Eros:

“Kadang, dalam satu hari yang sama, Eros berkembang dan hidup ketika ia menemukan cara, lalu mati, tetapi hidup kembali berkat sifat ayahnya. Apa yang ia dapatkan perlahan-lahan hilang. Jadi, Cinta tidak pernah sepenuhnya miskin atau kaya. Ia berada di antara kebijaksanaan dan kebodohan.”

Baca Juga: Solon: Pembuat Undang-Undang Yunani Kuno dan Peletak Dasar Demokrasi