Nationalgeographic.co.id—Ada banyak jenis telur ayam yang diperjualbelikan di pasaran. Mulau dari telur ayam negeri, telur ayam kampung, telur ayam omega-3, telur ayam kate, telur ayam vetegarian, hingga telur ayam organik.
Warna telur ayam juga berbeda-beda. Ada telur ayam yang berwarna cokelat, putih, hingga merah muda, dan biru.
Faktor utama di balik warna kulit telur adalah genetika, meskipun beberapa elemen lingkungan juga berperan.
Dikutip dari IFLScience, para ilmuwan telah menemukan sedikitnya tujuh gen yang terlibat dalam warna kulit telur ayam: CPOX, FECH, BCRP, HRG1, FLVCR, SLCO1A2, dan SLCO1C1.
Dalam hal telur cokelat dan putih, pigmennya terutama dipengaruhi oleh produksi pigmen organik yang disebut protoporfirin. Pigmen tersebut berasal dari heme, senyawa yang mengandung zat besi dalam hemoglobin darah.
Dua pigmen lain, biliverdin dan biliverdin-zinc chelate, juga dapat memengaruhi warna telur ayam. Namun dari semuanya, protoporfirin biasanya dianggap yang paling berpengaruh.
Secara umum, telur dengan warna putih memiliki sangat sedikit protoporfirin. Adapun telur warna cokelat memiliki banyak protoporfirin.
Ekspresi gen CPOX yang tinggi menghasilkan lebih banyak protoporfirinogen sehingga warna kulit telur menjadi cokelat. Di sisi lain, ekspresi gen FECH yang tinggi menghasilkan kadar protoporfirinogen yang lebih rendah dan warna kulit telur yang lebih terang.
Namun, genetika jarang semudah ini. Dan lima gen lainnya–yakni BCRP, HRG1, FLVCR, SLCO1A2, dan SLCO1C1–juga memengaruhi pewarnaan dengan memengaruhi transporter heme, yang mengirimkan heme ke berbagai bagian sel biologis.
Berbagai jenis ayam dapat dikaitkan dengan warna kulit telur tertentu karena mereka memiliki kumpulan gen tertentu. Ayam Leghorn, misalnya, bertelur putih, sedangkan ayam Rhode Island Red bertelur cokelat karena variasi genetik dalam populasi.
Baca Juga: Menjawab secara Ilmiah: Mana yang Lebih Dahulu Ada, Ayam atau Telur?
Ayam Marans, ras ayam Prancis yang dipuja karena telurnya yang berwarna cokelat tua, merupakan hasil pembiakan selektif yang telah mengoptimalkan ekspresi gen yang mengeluarkan protoporfirin.
Selain genetik, warna telur dapat dibentuk oleh berbagai faktor lingkungan, termasuk usia ayam, tingkat stres, penyakit, dan pola makan. Kadar zat besi dalam makanan mereka sangat penting bagi ayam yang bertelur cokelat, seperti halnya probiotik tertentu, khususnya Bacillus subtilis.
Stres, usia tua, dan penyakit juga dapat menyebabkan berkurangnya pigmentasi pada telur ayam, meskipun telur putih tidak selalu berarti bahwa ayam tersebut "tidak bahagia" atau sakit.
Demikian pula, warna kulit telur ayam tidak secara eksplisit memengaruhi rasa telur. Jika Anda memperhatikan rasa, maka Anda lebih baik berfokus pada kualitas peternakan, daripada warna telur yang mereka hasilkan.
Telur biru merupakan sedikit pengecualian terhadap semua aturan genetik yang disebutkan di atas. Hanya beberapa ras – termasuk ayam Araucana dari Cile, ditambah ayam Dongxiang dan Lushi dari Cina – yang bertelur biru dan itu semua berkat gen yang disebut oocyan.
Hebatnya, ekspresi gen tersebut merupakan hasil dari infeksi historis oleh EAV-HP, sebuah retrovirus yang berhasil berintegrasi ke dalam genom ras ayam dan diturunkan dari generasi ke generasi melalui DNA mereka.
Infeksi tersebut kemungkinan besar terjadi ratusan tahun yang lalu dan ditemukan oleh para peternak cermat yang secara selektif membiakkan ayam-ayam tersebut untuk mempertahankan fenotipenya.
Yakinlah, virus tersebut tidak berbahaya dan telur biru benar-benar aman untuk dimakan jika dimasak dengan benar.
Sama seperti ayam, genom manusia dipenuhi dengan contoh-contoh retrovirus endogen dari infeksi historis. Namun karena manusia berkembang biak dengan cara melahirkan, bukan bertelur, tidak satu pun dari virus itu yang membuat kita menghasilkan telur biru, setidaknya menurut pengetahuan kita.