Nationalgeographic.co.id—Tidak tahan dengan polusi plastik yang terdampar di pantai, membunuh kehidupan laut, dan masuk ke rantai makanan? Mealworm bisa menjadi jawaban untuk mengatasi limbah plastik.
Mealworn, yang tumbuh hingga lebih dari dua sentimeter panjangnya, merupakan tahap larva dari kumbang Tenebrio molitor. Para ilmuwan telah lama mengetahui tentang kemampuan mereka untuk memakan plastik tertentu. Kini para peneliti mempelajari lebih lanjut tentang apa yang terjadi di dalam tubuh mealworm dan meniru proses tersebut di luar tubuh mereka.
Diperlukan sekitar 3.000 hingga 4.000 mealworm dalam seminggu untuk memakan satu cangkir kopi stirofoam. Dan bakteri yang hidup di dalam perut mealworm-lah yang memecah plastik, kata Anja Malawi Brandon. Brandon adalah seorang kandidat PhD di Universitas Stanford yang meneliti subjek tersebut.
Ketika mealworm memakan polistirena – bahan yang digunakan dalam stirofoam– mereka mengeluarkan setengahnya sebagai karbon dioksida. Sedangkan sebagian lagi dikeluarkan sebagai partikel yang terdegradasi sebagian. Karena itu, para ilmuwan khawatir jika hal ini dapat menambah masalah mikroplastik.
Namun, memanfaatkan biologi mereka dapat menghadirkan peluang baru untuk cara kita menangani sampah plastik.
Brandon, seorang ahli keberlanjutan plastik dan bioplastik, merupakan bagian dari tim yang tahun lalu menerbitkan sebuah penelitian. Penelitian itu menunjukkan bahwa mealworm dapat memakan polistirena, serta polietilena. Polietilena adalah salah satu plastik yang paling banyak digunakan di dunia, yang ditemukan dalam berbagai hal mulai dari tas belanja hingga botol deterjen.
Penelitian tersebut bertajuk Fate of Hexabromocyclododecane (HBCD), A Common Flame Retardant, In Polystyrene-Degrading Mealworms: Elevated HBCD Levels in Egested Polymer but No Bioaccumulation.
Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa ketika memakan polistirena, mealworm mengeluarkan zat penghambat api yang terkadang ditambahkan ke plastik. Artinya, zat kimia beracun tersebut tidak terakumulasi di dalam mealworm. Pada akhirnya, zat kimia beracun tidak akan diteruskan ke rantai makanan jika mereka digunakan sebagai makanan kaya protein untuk ternak. Misalnya pada ternak ayam dan babi.
Penelitian lebih lanjut kini mengisolasi bakteri pemakan plastik yang ditemukan dalam usus mealworm dan menumbuhkannya di luar mealworm.
“Yang menarik, bakteri yang kami identifikasi bukanlah bakteri yang benar-benar baru dan belum pernah terdengar sebelumnya. Bakteri tersebut telah dikaitkan dengan penguraian polutan lingkungan lainnya sebelumnya,” ungkap Brandon.
“Hal ini menunjukkan bahwa di lingkungan yang tepat, bakteri yang sudah dikenal ini mampu mendegradasi plastik,” lanjutnya. “Bakteri lain yang diketahui secara kebetulan dapat mengurai bahan kimia lain dapat mengurai plastik dalam kondisi yang tepat.”
Baca Juga: Riset Global: Orang Indonesia Paling Banyak Makan Mikroplastik
Brandon mengatakan bahwa penguraian plastik dengan bakteri di luar mealworm saat ini lebih lambat daripada laju yang dapat dilakukan mealworm. Namun dalam kondisi yang tepat, penguraian tersebut lebih cepat daripada sistem bakteri lainnya hingga saat ini. Ia tidak dapat membagikan beberapa detail – termasuk nama bakteri tersebut—karena penelitian tersebut belum dipublikasikan.
Apakah serangga pemakan plastik bisa jadi solusi daur ulang alami?
Polusi plastik merupakan salah satu masalah lingkungan yang paling mendesak. The Pew Charitable Trusts memproyeksikan volume plastik yang masuk ke lautan. Menurut laporan, volumenya dapat meningkat hampir tiga kali lipat menjadi 29 juta metrik ton per tahun pada tahun 2040. Jumlah ini setara dengan 50 kilogram untuk setiap meter garis pantai planet ini.
Laporan itu juga menyatakan bahwa tidak ada solusi tunggal. Namun strategi daur ulang yang ambisius dapat memangkas 31-45% polusi plastik.
Agar mealworm menjadi solusi daur ulang, perlu ada sistem untuk mengumpulkan dan mengolah plastik yang dicerna sebagian yang mereka keluarkan. Menggunakan bakteri dalam tong bioreaktor sebagai gantinya dapat lebih mudah dikendalikan dan tidak akan meninggalkan residu plastik. Bahkan ada potensi untuk menggunakan bakteri untuk memecah plastik menjadi monomer, bahan penyusun plastik lainnya.
Ramani Narayan, profesor dalam bidang teknik kimia dan ilmu material di Universitas Negeri Michigan memberikan tambahan. Menurutnya, kita jangan mengekstrapolasi mealworm menjadi solusi untuk mengolah sampah plastik.
“Penggunaan mealworm tidak akan menjadi solusi sampai Anda dapat menjelaskan bagaimana cara mengintegrasikannya ke dalam infrastruktur pengelolaan limbah yang ada,” kata Narayan. Ia menunjukkan bahwa menangani semua limbah plastik kita akan membutuhkan banyak sekali mealworm.
Proses industri yang terbukti untuk mendaur ulang polistirena dan polietilena sudah ada. Narayan menambahkan bahwa peluang tidak terletak pada teknologi tetapi pada pengumpulan dan pemulihan plastik.
Mengenai solusi biologis, Narayan menganjurkan perancangan plastik yang dapat dikomposkan oleh mikroba bersama padatan biodegradable lainnya.
Untuk saat ini, pengujian Brandon dengan bakteri terus berlanjut. “Kami masih jauh dari melakukannya dalam skala besar,” katanya, “tetapi dengan penelitian baru ini kami mengembangkan sistem yang akan memungkinkan untuk bergerak menuju masa depan ini jauh lebih cepat. Semoga ini akan menjadi teknologi yang layak.”