Bagaimana Cara Menghitung Kerugian Negara dari Suatu Kasus Korupsi?

By Utomo Priyambodo, Minggu, 12 Januari 2025 | 18:00 WIB
Harvey Moeis adalah salah satu terdakwa dalam kasus korusi PT Timah yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp271 triliun. (Dok. Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI)

Nationalgeographic.co.id—Guru Besar IPB University, Bambang Hero Saharjo, dilaporkan ke Polda Bangka Belitung terkait perhitungan kerugian negara sebesar Rp271 triliun di kasus korupsi timah. Pelapornya adalah Andi Kusuma dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel, sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal di sana.

Kerugian yang dihitung Bambang itu sudah terbukti di pengadilan. Kerugian akibat korupsi timah itu mencakup kerugian ekonomi sekaligus kerugian lingkungan akibat praktik tambang timah ilegal dalam kasus korupsi tersebut.

Sebenarnya bagaimana cara menghitung kerugian negara akibat suatu kasus korupsi? Untuk memahami hal ini kita perlu tahu beberapa istilah berikut yang tercantum dalam undang-undang (UU) atau peraturan yang berlaku di negeri ini.

Dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 disebutkan: Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.

Adapun dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 disebtkan: BPK berwenang untuk menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 menyebutkan: BPK dapat memberikan keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah. Nah, Bambang Hero ini bertindang sebagai ahli atau saksi ahli dalam menilai kerugian negara dalam kasus korupsi timah yang kini ramai dibicarakan.

Guru Besar IPB, Bambang Hero Saharjo, menjadi saksi ahli dalam kasus korupsi timah. Ia berjasa menghitung kerugian negara dalam kasus korupsi tersebut, tetapi malah dipolisikan. (Jwslubbock/Wikimedia Commons)

Dalam Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dinyatakan: Kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

Dalam Keputusan BPK Nomor 17/K/I-XIII.2/12/2008 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Investigatif, terulis bahwa penghitungan kerugian negara adalah pemeriksaan investigatif yang dilakukan untuk menghitung nilai kerugian negara/daerah yang terjadi akibat penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara/daerah. Penghitungan kerugian negara/daerah adalah suatu bentuk pemeriksaan dan bukan sekedar penghitungan secara matematis. Penghitungan kerugian negara/daerah dilaksanakan dengan mengevaluasi bukti, yaitu dengan cara membandingkan antara kondisi dengan kriteria.

Kerugian Keuangan Negara, dapat berupa beberapa hal. Pertama, pengeluaran suatu sumber/kekayaan negara/daerah (dapat berupa uang, barang) yang seharusnya tidak dikeluarkan. Kedua, pengeluaran suatu sumber/kekayaan negara/daerah lebih besar dari yang seharusnya menurut kriteria yang berlaku.

Ketiga, hilangnya sumber/kekayaan negara/daerah yang seharusnya diterima. Keempat, penerimaan sumber/kekayaan negara/ daerah lebih kecil/ rendah dari yang seharusnya diterima (termasuk penerimaan barang rusak, kualitas tidak sesuai).

Baca Juga: Seperti 'Neraka', Mengapa Kebakaran Los Angeles Sulit Dipadamkan?