Kelima, timbulnya suatu kewajiban negara/daerah yang seharusnya tidak ada. Keenam, timbulnya suatu kewajiban negara/daerah yang lebih besar dari yang seharusnya.
Ketujuh, hilangnya suatu hak negara/daerah yang seharusnya dimiliki/diterima menurut aturan yang berlaku. Kedelapan, hak negara/daerah yang diterima lebih kecil dari yang seharusnyaditerima.
Theodorus M. Tuanakotta dalam buku Menghitung Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi, pernah menjelaskan bahwa ada tiga tahapan yang harus dilalui dalam proses penentuan kerugian negara. Ketiga tahapan itu adalah menentukan ada atau tidaknya kerugian negara, menghitung besarnya kerugian keuangan negara jika ada, dan menetapkan kerugian negara.
Dikutip dari HukumOnline.com, setidaknya ada tiga acuan atau faktor dalam menentukan adanya kerugian negara dalam suatu kasus korupsi. Pertama adalah pemeriksaan pukti-bukti.
Hakim akan memeriksa bukti-bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut umum untuk mendukung klaim bahwa terpidana telah melakukan korupsi yang menyebabkan kerugian negara. Bukti-bukti ini bisa berupa dokumen keuangan, laporan audit, atau bukti lain yang menunjukkan adanya penggelapan, penyalahgunaan wewenang, atau manipulasi dalam penggunaan dana publik.
Kedua adalah laporan keuangan dan audit. Laporan keuangan yang disusun oleh auditor, BPK, atau instansi berwenang dapat menjadi acuan utama dalam menentukan jumlah kerugian negara.
Laporan ini mengidentifikasi secara detail aliran dana, pengeluaran yang tidak sah, atau kelebihan biaya yang terkait dengan tindakan korupsi yang dilakukan oleh terpidana.
Hasil audit atau nilai kerugian negara akibat tindak pidana korupsi yang berasal dari instansi yang berwenang menghitung kerugian negara menjadi alat bukti yang paling penting dalam kasus tindak pidana korupsi. Besar kecilnya kerugian negara akan menjadi salah satu faktor penentu terhadap beratnya tuntutan jaksa ataupun vonis hukum.
Sistem penetapan kerugian negara oleh BPK ini diatur lebih lanjut dalam dalam Peraturan BPK 1/2020.
Acuan ketiga adalah perhitungan ahli. Sering kali, hakim akan mengandalkan bantuan dari ahli forensik keuangan untuk melakukan perhitungan yang akurat terkait kerugian negara.
Baca Juga: 7 Presiden Paling Korup dalam Sejarah Dunia, yang Teratas dari Indonesia
Ahli ini akan mengevaluasi data keuangan, menganalisis transaksi, dan menghitung jumlah kerugian berdasarkan metodologi yang diakui dan relevan. BPK dapat memberikan keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah.
Sering kali ada nilai kerugian lingkungan, selain kerugian ekonomi, dalam suatu kasus korupsi. Maka ahli atau pakar lingkungan seperti Bambang Hero akan dimintai keterangannya dalam hal ini.
Perubahan lingkungan tercipta akibat suatu korupsi akan diukur dan divaluasikan nilai kerugiannya. Jadi, seperti itulah cara menilai kerugian negara dalam kasus korupsi.