Nationalgeographic.co.id—Polemik pagar laut di Tangerang telah menghebohkan publik Indonesia. Pagar laut ini diyakini dibuat oleh perusahaan swasta yang hendak mengaveling wilayah tanah mereka yang anehnya berada di laut.
Selain di Indonesia, pagar laut juga ada di beberapa negara lainnya. Ada berbagai tujuan dari pembuatan dan penggunaan pagar laut tersebut. Berikut ini adalah beberapa di antaranya.
1. Pagar Laut di AS dan Meksiko
Dikutip dari KPBS, pagar laut pernah membentang di perbatasan Amerika Serikat dan Meksiko. Sebagian pagar ini menembus melewati pantai dan berlanjut ke bagian Samudra Pasifik, yang jika dihitung dari tepi pantai membentang sejauh sekitar 90 meter ke Samudra Pasifik.
Pagar laut ini awalnya dibangun antara tahun 1993 dan 1994 sebagai penghalang bagi para penyelundup dan penyeberang perbatasan ilegal.
Pada 2013 pagar laut yang baru dikabarkan akan dibuat di sana. Bentuknya adalah pipa-pipa logam berdiameter 15 cm mencuat dari pasir, dengan jarak cm di antaranya. Pagar laut tersebut dirancang agar tetap dalam kondisi baik selama 30 tahun.
"Pagar itu hanya salah satu cara lain yang kami miliki," kata Agen Patroli Perbatasan Pengawas Michael Jimenez, seperti dilansir KPBS.
"Pagar itu membantu memperlambat masuknya orang-orang ini untuk memberi kesempatan kepada agen kami melakukan penangkapan. Karena pagar saja tidak akan menghentikan orang-orang untuk masuk."
Namun, pagar tersebut dirancang agar cukup lebar agar ikan dan satwa liar lainnya dapat menyeberangi perbatasan.
2. Pagar Laut di Mesir
Di Kafr El Sheikh, Mesir, ada proyek GEF/UNDP yang bertujuan melindungi masyarakat dan ekonomi dari dampak buruk kenaikan muka air laut.
Baca Juga: Peneliti BRIN Soroti Polemik Pagar Laut di Tangerang: Ada Kavling Laut di Baliknya
Proyek ini mencakup pengujian solusi yang hemat biaya, ramah lingkungan, dan berbasis alam dengan menggunakan bahan-bahan alami yang bersumber dari daerah setempat untuk menghentikan air laut membanjiri lahan pertanian di Delta Nil. Semua pertanian di daerah ini dibatasi dengan pagar alang-alang.
"Selalu mencari solusi lokal, saya memotret pagar tersebut untuk menanyakannya nanti. Tanpa saya sadari, tanggul yang akan kami lihat dibangun atas dasar inovasi akar rumput yang sama," papar tim peneliti.
Awalya, tim peneliti dan insinyur yang terlibat dalam proyek GEF/UNDP pertama kali menjelajahi wilayah tersebut untuk bertanya kepada penduduk setempat tentang cara mereka melindungi tanah mereka dari banjir dan angin kencang.
Para petani lokal di Delta memberi tahu mereka tentang pentingnya pagar alang-alang sederhana, menjelaskan cara kerja pagar untuk menahan angin dan menahan pasir yang tertiup angin, sehingga pasir terkumpul menjadi bukit pasir kecil.
Dikutip dari laman UNDP, bukit pasir itu kemudian tumbuh seiring waktu dan berfungsi untuk mengurangi dampak banjir.
3. Pagar Laut di Spanyol
Di pantai berbatu di Afrika Utara, pagar rantai menjorok ke Laut Mediterania. Ini adalah salah satu dari dua perbatasan darat Afrika dengan Eropa, di dua kota Spanyol di benua Afrika.
Ceuta dan Melilla adalah tanah Spanyol — dan dengan demikian merupakan bagian dari Uni Eropa — yang dipisahkan dari wilayah Eropa lainnya oleh Laut Mediterania. Dua kota itu dipisahkan dari wilayah Afrika lainnya oleh pagar besar.
Jika seseorang berhasil memanjat pagar tersebut, ia akan mendarat di Eropa. Puluhan ribu migran Afrika dan Arab mencoba melakukannya setiap tahun.
Banyak imigran telah menempuh perjalanan ratusan kilometer, sebagian besar dari Afrika sub-Sahara, tetapi juga dari zona konflik seperti Suriah atau Somalia. Perjalanan mereka mirip dengan yang dilakukan banyak migran Latin ke utara menuju perbatasan AS-Meksiko.
Ribuan orang melintasi perbatasan Maroko-Ceuta secara legal setiap hari. Puluhan lainnya diyakini menyeberang secara ilegal — diselundupkan di bak truk, atau disembunyikan di kompartemen rahasia di bawah mobil atau di bagasi mobil mereka.
Yang lain berhasil memanjat pagar ganda yang sangat besar, dilapisi dengan jaring anti-panjat dan dijaga oleh penjaga perbatasan. Yang lainnya lagi berenang melintasi pagar laut.
"Sembilan jam di dalam air — saya lapar!" kata Mohamed Ba, 21 tahun, dari Guinea Conakry di Afrika Barat, sebagaimana dikutip dari laman Capradio. "Saya tidak membawa pakaian atau sepatu. Saya menderita."
Ba berenang di sekitar pagar dekat penyeberangan Tarajal antara Maroko dan Spanyol. Ia menghabiskan seluruh tabungan keluarganya untuk perjalanan ke utara menuju Maroko. Ia berencana membayar penyelundup untuk menyembunyikannya di belakang truk, untuk menyeberang ke Spanyol.
Ba hanyalah satu dari ribuan imigran Afrika yang saban tahun mempertaruhkan hidupnya agar bisa mencapai tanah Eropa melalui pagar perbatasan ini.