Selain itu, ada juga tikus hasil rekayasa hayati yang kekurangan neuron pengindera gatal. Tikus-tikus ini juga menunjukkan reaksi yang sama, yaitu peradangan yang lebih ringan.
Dari percobaan ini, para peneliti menyimpulkan bahwa tindakan menggaruk itu sendiri justru memperburuk peradangan pada kulit. Jadi, meskipun menggaruk dapat memberikan rasa lega sesaat, namun sebenarnya dapat memperparah kondisi peradangan pada kulit.
Dari gatal ke garukan
Para ilmuwan melakukan penelitian pada tikus untuk memahami lebih dalam mengenai apa yang terjadi pada kulit setelah seseorang menggaruk area yang gatal. Dalam penelitian tersebut, tikus-tikus dibiarkan menggaruk telinga mereka yang terasa gatal.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada area yang digaruk, neuron perasa sakit melepaskan suatu zat yang disebut substansi P. Substansi P ini merupakan pembawa pesan sistem saraf yang sangat kuat.
Substansi P tersebut kemudian mengaktifkan sel darah putih yang disebut sel mast. Sel mast ini memiliki peran penting dalam memicu gejala alergi. Ketika sel mast diaktifkan, mereka merekrut neutrofil ke area yang mengalami garukan, yang kemudian memicu terjadinya peradangan.
Sebelumnya, para peneliti telah mengetahui bahwa sel mast dapat diaktifkan secara langsung oleh alergen. Namun, penelitian ini mengungkap bahwa sel mast juga dapat diaktifkan secara tidak langsung melalui garukan dan serangkaian langkah yang diinisiasinya.