Oleh A. Juvintarto Bagus Triasmadji jurnalis di Yogyakarta
Nationalgeographic.co.id—Di era digital ini keterbatasan pasokan listrik masih menjadi suatu masalah, yang penyebabnya tidak hanya lokasi yang jauh dari pembangkit listrik tetapi juga beban biaya listrik yang berat ditanggung oleh rakyat perekonomian rendah.
Kurangnya listrik mengakibatkan terbatasnya akses ke layanan kesehatan dan sumber daya lainnya bagi warga di beberapa daerah pelosok, dan khusus nya bagi para siswa yang sering kali terpaksa belajar tanpa akses internet, bahkan penerangan lampu yang sederhana pun tidak ada sehingga harus memakai penerangan lilin.
Melihat kondisi tersebut, James Alexander Tjong, siswa SMA ACS di Jakarta, melakukan penelitian dengan panel surya untuk menentukan sudut pemasangan optimal agar mendapatkan keluaran daya yang maksimal di daerah Bantul, yang terletak sekitar 16km dari kota Yogyakarta.
Hasil penelitian awal menunjukkan bahwa pemasangan panel menggunakan sudut 10 derajat di daerah tersebut dapat menghasilkan daya rata2 yang relatif cukup tinggi dalam kurun waktu pengukuran tertentu, yaitu mulai pukul 11.00 sampai dengan pukul 14.00 WIB.
Metodologi riset yang dilakukan berupa pengambilan data dilakukan selama beberapa hari berturut-turut, dengan asumsi panel tidak menerima gangguan faktor eksternal seperti adanya partikel debu di permukaan panel, atau cuaca berawan. Daya yang dihasilkan oleh panel surya tersebut kemudian dipakai untuk penerangan rumah warga dan jalanan di Sumuran Bantul.

“Hasil dari penelitian adek kami pakai untuk penerangan jalan dan rumah,” ungkap Bapak Ponijan, seorang warga Sumuran RT 05, kelurahan Pal Bapang. “Warga jadi sangat terbantu, malam hari terang dan bisa aktivitas,” ungkapnya lagi.
Bapak Tommy Budi Sulistyo, selaku Kepala Rukun Tetangga desa Sumuran Bantul juga menyambut dengan antusias penambahan daya listrik yang manfaat nya dapat langsung di rasakan oleh warga. Ia menjelaskan, masih ada daerah yang meskipun masuk dalam jangkauan pasokan listrik tetapi warga tidak mampu untuk menanggung biaya nya.
Mengenal panel surya dan sudut kemiringannya
Apa yang dimaksud dengan panel surya? Panel surya, yang juga dikenal sebagai panel fotovoltaik (PV), adalah perangkat yang mengubah sinar matahari menjadi daya listrik.
Baca Juga: Dua Peneliti Dari MIT Kembangkan Cara Baru Membersihkan Panel Surya
Agar panel surya dapat menangkap sinar matahari secara maksimal, diperlukan pengaturan sudut kemiringan dan orientasi yang dapat dilakukan secara manual pada waktu pemasangan, atau secara otomatis setelah pemasangan dengan menggunakan alat pelacak energi surya (sun tracker), yaitu perangkat yang memungkinkan panel surya berubah arah mengikuti jalur matahari untuk menangkap lebih banyak energi. Tapi penggunaan perangkat tersebut tentunya akan memakan biaya lebih tinggi.
James yang saat ini duduk di kelas 3 SMA ini mengatakan bahwa dari penelitian ke beberapa penyedia perangkat panel surya, diketahui bahwa pemasangan panel surya pada rumah huni di Indonesia selama ini hampir selalu dilakukan dengan sudut kemiringan 22.5 atau 35 derajat, yang dipilih dengan pertimbangan faktor kemiringan atap rumah genteng tanah liat di Indonesia.
Padahal, menurut James, hasil rata-rata keluaran daya yang diperoleh dengan sudut 10 derajat cukup optimal, menimbang posisi matahari juga berubah seiring waktu dari pagi ke sore hari, dan seiring musim..Hanay saja diperlukan teknis pemasangan yang bisa mengakomodasikan sudut kemiringan tersebut, misalnya berupa instalasi kerangka besi tambahan. Hal ini juga masih membutuhkan sosialisasi kepada penyedia maupun warga yang berniat memasang panel surya.
Beberapa penelitian mengenai sudut kemiringan dan faktor lain yang memengaruhi keluaran daya telah dilakukan sebelumnya. Antara lain oleh tim mahasiswa Universitas Hasyim Asy’ari Jombang dengan hasil sudut optimal 20 derajat, tim mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Negeri Manado dengan hasil sudut optimal 8 derajat, atau tim Politeknik Negeri Padang dengan hasil sudut optimal 15 derajat untuk menghasilkan data keluaran maksimal.
Menurut Ir. Djoko Untoro Suwarno, S.Si., M.T., dosen Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang membimbing James dalam penelitian, perbedaan hasil sudut kemiringan optimal dalam penelitian panel surya di berbagai daerah di Indonesia dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti intensitas sinar matahari, suhu udara yang berbeda-beda di setiap lokasi pada saat penelitian dilakukan, metodologi penelitian, dan kinerja perangkat panel surya yang digunakan.
Tantangan panel surya di Indonesia
Permasalahan utama dari penggunaan energi surya adalah ketidakstabilan daya yang dihasilkan karena sangat bergantung pada intensitas matahari, sehingga banyak faktor-faktor yang harus di pertimbangkan, tidak hanya sudut kemiringan, orientasi pemasangan yang tepat, tapi juga lokasi pemasangan nya apakah terhalang banyak pepohonan atau gedung lain sehingga menghalangi sinar yang diterima oleh panel. Keadaan cuaca apakah mendung berawan atau cerah, suhu udara di lokasi dan kualitas penyerapan daya atau effisiensi dari panel nya sendiri pun juga sangat mempengaruhi daya keluaran.
Sebagai negara yang terletak di garis khatulistiwa, Indonesia mendapatkan radiasi matahari langsung yang berintensitas tinggi, dengan perkiraan kapasitas potensial energi surya sekitar 112.000 Gigawatts-peak (GWp) per hari, sehingga memiliki potensi besar untuk memanfaatkan energi matahari dengan menggunakan teknologi panel surya.
Pada masa sekarang ini, dengan adanya pemanasan global, dunia dihadapkan oleh banyaknya tantangan, salah satunya adalah perlunya pemanfaatan sumber energi terbarukan, yaitu sumber energi yang cepat dipulihkan kembali secara alami, dan prosesnya berkelanjutan. Energi terbarukan dihasilkan dari sumber daya energi yang secara alami tidak akan habis bahkan berkelanjutan jika dikelola dengan baik, kerap disebut juga sebagai energi bersih.
Matahari sebagai sumber energi terbarukan sangat berpotensi untuk menggantikan bahan bakar fosil. Hal ini dikarenakan bahan bakar fosil tidak dapat digunakan selamanya karena sumbernya yang terbatas dan dapat habis suatu waktu, selain itu bahan bakar fosil menyebabkan pencemaran lingkungan.
Baca Juga: Inovasi Panel Surya Guna Memecahkan Masalah Energi dan Pangan
Tidak seperti bahan bakar fosil, penggunaan energi matahari sebagai sumber energi tidak meninggalkan jejak karbon (carbon footprint) atau mencemari lingkungan. Sehingga energi surya memegang peranan penting dalam mendekarbonisasi sektor energi negara.
Menurut Kementrian Energi dan Sumber Mineral, pengembangan energi surya di Indonesia mencakup pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di perdesaan dan perkotaan, mendorong komersialisasi PLTS dengan memaksimalkan keterlibatan swasta, mengembangkan industri PLTS dalam negeri, dan mendorong terciptanya sistem dan pola pendanaan yang efisien dengan melibatkan dunia perbankan.
Namun, menurut James, masih diperlukan edukasi dan sosialisasi pemahaman mengenai pentingnya program dekarbonisasi kepada masyarakat luas lewat berbagai media untuk bisa mencapai tujuan pemerintah Indonesia yang memiliki komitmen untuk mencapai net zero emissions pada tahun 2060, menjadi negara zero-carbon.
“Masih banyak potensi energi terbarukan yang bisa dimanfaatkan, sekarang ini perkembangan teknologi sangat pesat, banyak penemuan dari ilmuwan yang bisa diterapkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat tapi sekaligus berkontribusi dalam mencapai target zero-emission,” ujar James yang saat ini berusia 17 tahun. Ia ingin kelak bisa mendalami ilmu fisika terapan dan melakukan penelitian lain yang bisa membawa perbaikan bagi warga.
Selanjutnya James sedang dalam tahap perencanaan program peningkatan kesadaran masyarakat (awareness), yang dimulai dari tingkat pelajar dan generasi muda, lewat media sosial maupun media lainnya, yang akan mengulas mengenai dekarbonisasi.
Ia berharap dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya energi terbarukan dan khususnya energi dari tenaga surya, masyarakat dapat tergerakkan untuk memilih menggunakan lebih banyak energi bersih.
“Saya berharap suatu waktu di masa depan anak-anak tidak harus melewati masa belajar malam hari dengan lilin, dan rumah mereka dapat diterangi oleh lampu tanpa mencemari lingkungan, sehingga bisa belajar dengan lebih baik, lebih semangat mencapai cita-cita.”