Kain Tenun Gringsing: Nilai Spiritual Masyarakat Adat di Balik Wastra

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 7 Maret 2025 | 14:00 WIB
Tiga dari sekian koleksi kain tenun gringsing yang dipamerkan di Sekolah Pascasarjana UGM. Di balik simbol dan motif simetrinya, wastra dari Bali ini menyimpan nilai spiritual masyarakat adat Tenganan Pegringsingan.
Tiga dari sekian koleksi kain tenun gringsing yang dipamerkan di Sekolah Pascasarjana UGM. Di balik simbol dan motif simetrinya, wastra dari Bali ini menyimpan nilai spiritual masyarakat adat Tenganan Pegringsingan. (Dokumentasi Sekolah Pascasarjana UGM by Humas & Teams)

"Jadi bagi orang Tenganan, kalau enggak ganggu, dia (kalajengking) enggak akan diganggu. Hutan adatnya jangan coba-coba diganggu, karena mereka kaya punya 917.000 hektare tanah ulayat yang 500.000 di antaranya itu hutan adat yang memberikan mereka food security dan water availability," papar Etty.

"Karena lembaga adatnya terjaga dengan baik, kuat ritualnya juga, berjalan dengan tenun gringsing ini (wayang putri) sebagai masterpiece yang dipakai untuk upacara semua ritual."

Dosen Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa UGM G.R. Lono Lastro bertestimoni atas hasil temuan Etty. Menurutnya, temuan ini menandakan bahwa materi, dalam hal ini kain, merupakan produk buatan manusia yang dapat dilihat lebih dari sekadar nilai ekonomi. Proses panjang dan keterlibatan banyak pihak merupakan pengorbanan melampaui ruang dan waktu sebagai nilai spiritualitas.

Kain gringsing menyimpan nilai spiritual masyarakat adat lewat falsafah di balik simbol dan polanya yang khas. Simetri pola tidak hanya melambangkan keindahan, melainkan kosmologi masyarakat adat dalam melihat dunia. Karena di dalamnya terkandung nilai yang sakral, kain gringsing tidak boleh dipakai sembarangan.
Kain gringsing menyimpan nilai spiritual masyarakat adat lewat falsafah di balik simbol dan polanya yang khas. Simetri pola tidak hanya melambangkan keindahan, melainkan kosmologi masyarakat adat dalam melihat dunia. Karena di dalamnya terkandung nilai yang sakral, kain gringsing tidak boleh dipakai sembarangan. (Dokumentasi Sekolah Pascasarjana UGM by Humas & Teams)

“Gringsing adalah agen material yang memiliki kapasitas untuk membentuk pengalaman manusia,” ujar Lono. Dengan demikian, dalam kajian kebudayaan dan keagamaan, manusia dan materi bisa secara aktif saling terhubung.

Etty menegaskan, memang saat ini banyak kain wastra yang meniru dengan motif ekonomi. Kain tiruan kerap menggunakan pewarnaan kimia. Namun, tiruan wastra seperti pada kain tenun gringsing bukanlah hal yang bermasalah selama penggunaannya untuk kehidupan seharian. 

Menggunakan wastra, apa pun jenisnya, seharusnya pemakai mempelajari makna di baliknya. Karena ada nilai sakral bagi masyarakat adat yang menjadi perajin, kain wastra tiruan tidak boleh dipakai saat kegiatan ritual.

Baca Juga: Kompetisi Desain Motif Batik Lasem Berakhir Buahkan Wastra Klasik