Nationalgeographic.co.id—Kontak budaya Jawa, Arab, Tionghoa, Eropa meninggalkan jejak karya berupa batik pesisir utara yang terkenal dengan sebutan Batik Pesisiran.
Sederet kota yang memiliki tradisi batik pesisiran adalah Banten, Batavia, Cirebon, Pekalongan, Lasem, Surabaya, Pasuruan, demikian menurut C.T.H. van Deventer dalam Overzicht van den Economischen toestand der Inlandsche Bevolking Java en Madorea, yang terbit pada 1904.
Perkembangan batik di Lasem, konon dimulai sejak masa Na Li Ni atau Putri Campa istri Bi Nang Un, seorang anggota ekspedisi Cheng He (1405-1433) yang memperkenalkan teknik membatik pada abad ke-15.
Masa keemasan perusahaan batik yang dibangun oleh orang-orang Tionghoa Lasem dimulai sekitar 1860-an. Perusahaan batik saat itu merupakan usaha yang paling menguntungkan setelah perdagangan candu.
Kontak beragam budaya dan perdagangan komoditas di pesisir pantai utara Jawa wilayah Lasem bermula dari beberapa titik singgah pelayaran. Beberapa titik yang bisa dikenali adalah pelabuhan Kiringan (telah hilang), muara Sungai Dasun (di Desa Dasun), dan pelabuhan Bonang (sebelah timur Kota Lasem).
C.T.H. Van Deventer menyebutkan kemunculan batik Lasem dalam skala besar merupakan fenomena aneh dengan pengusahanya keseluruhan adalah orang Tionghoa.
Van Deventer juga mengutip dari Kolonial Verslag tahun 1892, Bijlage C, No. 10, dalam bagian Rembang dituliskan bahwa para pengusaha batik Tionghoa membuat batiknya dengan cara mengirimkan kain kepada para pembatiknya yang berada di area produksi (rumah di Pecinan Lasem) maupun yag tersebar di beberapa desa. Cara pengirimannya, baik secara langsung atau dengan bantuan perantara.
Dia menyebutkan bahwa seorang pembatik bisa mendapatkan bahan untuk 50 hingga 500 kain dengan ditimbang lebih dahulu. Setelah kain ditutupi dengan malam (lilin) maka kain akan dikembalikan ke rumah pengusaha batik untuk diwarnai.
Jumlah pembatik di di Lasem ‘hanya’ berjumlah 4.300 orang, papar Van Deventer, yang terus-menerus terlibat dalam pekerjaan membatik, mayoritas pembatik adalah perempuan.
Pada akhir abad ke-19, pengusaha batik Lasem memiliki pekerja laki-laki yang bertugas membuat batik cap ‘tjap’. Kain katun putih didapatkan dari para pengusaha kain katun bangsa Eropa. Lilin atau malam berasal dari Timor—Atapupu.
Atapupu adalah salah satu pelabuhan utama di Pulau Timor pada masa perdagangan Jalur Rempah. Jenis rempah yang diburu oleh para pedagang rempah dunia di Timor adalah cendana sejak abad 3 Masehi hingga abad 18 Masehi.
Lebih lanjut lihat artikel Agni Malagina dan Feri Latief di majalah National Geographic Indonesia edisi Februari 2015 berjudul "Titisan Pemburu Wewangian Surgawi".
Penulis | : | Agni Malagina |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR