Nationalgeographic.co.id—Siapa sangka, kumbang yang kini menjadi hama rumah tangga modern, dulunya mungkin merupakan sahabat dinosaurus.
Kumbang tersebut adalah larva kumbang yang memakan sisa-sisa rontokan bulu dari dinosaurus berbulu lebih dari 100 juta tahun yang lalu.
Larva kumbang tersebut memakan bulu dinosaurus yang rontok dan mereka terperangkap dalam getah lengket pada masa Cretaceous awal.
Hal ini diketahui dari fosil yang diawetkan dalam amber dari Spanyol utara. Ini merupakan temuan kedua dalam catatan fosil yang menunjukkan perilaku memakan bulu. Temuan ini dipublikasikan pada tahun 2023 lalu di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Serangga-serangga tersebut tampaknya mirip dengan kumbang kulit modern, atau dermestid, yang mencakup spesies seperti carpet beetle (kumbang karpet) yang menjadi hama di rumah dan museum.
Sekitar 105 juta tahun yang lalu, nenek moyang serangga invertebrata ini memakan bulu-bulu dinosaurus yang rontok. Serangga ini kemungkinan juga membantu menjaga kebersihan sarang dinosaurus pada saat yang sama.
Ricardo Pérez-de la Fuente, salah satu penulis utama studi, mengatakan, "Meskipun tidak jelas apakah dinosaurus theropoda berbulu mendapat manfaat dari larva kumbang yang memakan bulunya yang terlepas, kemungkinan besar dinosaurus itu tidak terluka."
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa larva tidak memakan bulu hidup dan tidak memiliki struktur pertahanan kumbang dermestid modern yang dapat mengiritasi kulit inang dan bahkan membunuh mereka.
Kumbang tersebut terawetkan dalam amber (getah pohon yang membatu), sejenis fosil yang terkenal dapat mengawetkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan.
Usia amber menunjukkan bahwa bulu-bulu ini pasti berasal dari dinosaurus, karena nenek moyang burung modern belum muncul hingga sekitar 30 juta tahun kemudian.
Sayangnya, struktur bulu-bulunya tidak cukup spesifik untuk bisa mengidentifikasi jenis dinosaurus theropoda mana yang menjadi asalnya. Namun, isi lain dari amber tersebut justru memberikan petunjuk yang jauh lebih jelas.
Baca Juga: Bagaimana Jejak Dinosaurus Serupa Bisa Ditemukan di Dua Benua Berbeda Berjarak Ribuan Km?
Source | : | Natural History Museum |
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR