Nationalgeographic.co.id—Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali berhasil mengidentifikasi spesies baru cecak jarilengkung (genus Cyrtodactylus) di Jawa Timur.
Spesies baru ini diberi nama Cyrtodactylus pecelmadiun. Nama tersebut terinspirasi dari kuliner khas Jawa Timur, yaitu "pecel madiun". Cecak ini ditemukan di sekitar Madiun, tepatnya di daerah Maospati dan Mojokerto.
Awal Riyanto, seorang Peneliti Ahli Madya dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, menjelaskan bahwa C. pecelmadiun ditemukan di lingkungan urban. Habitatnya meliputi tanggul jembatan, tumpukan genteng, dan kebun di sekitar permukiman desa.
Penamaan spesies ini dengan nama kuliner khas Nusantara memiliki tujuan khusus. Menurut Awal Riyanto, “Para peneliti ingin mengenalkan ragam kuliner Nusantara melalui dunia sains, sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya dalam deskripsi C. papeda dari Pulau Obi dan C. tehetehe dari Kepulauan Derawan."
Secara morfologi, C. pecelmadiun memiliki warna dasar cokelat kehitaman. Panjang tubuh (Snout-Vent Length/SVL) cecak jantan dewasa dapat mencapai 67,2 mm. Sementara itu, panjang tubuh betina dewasa mencapai 59,0 mm.

Spesies ini memiliki 18–20 baris tuberkular dorsal yang tersusun tidak teratur di bagian tengah tubuh. Jumlah tuberkular antara ketiak dan selangkangan adalah 26–28 baris, dan terdapat 28–34 baris sisik perut. Pada individu jantan, terdapat ceruk precloacal yang dilengkapi dengan 32–37 pori precloacofemoral. Bagian subkaudal pada spesies ini tidak memiliki sisik yang lebar.
Awal Riyanto menambahkan, "Kami mengamati bahwa C. pecelmadiun cenderung sebagai spesies generalis dalam hal habitat. Spesies ini ditemukan tidak lebih dari 40 cm di atas permukaan tanah, di berbagai lingkungan yang dekat dengan aktivitas manusia."
Sebagai informasi, spesies cecak jarilengkung pertama dari Jawa, Cyrtodactylus marmoratus, telah dideskripsikan oleh Gray pada tahun 1831. Spesimen yang menjadi dasar deskripsi tersebut dikumpulkan oleh Heinrich Kuhl dan Johan Conrad van Hasselt dan kini tersimpan di Museum Naturalis, Belanda.
Setelah 84 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1915, de Rooij melaporkan keberadaan C. fumosus yang sebelumnya dideskripsikan oleh Müller pada tahun 1895 dan kemudian dikonfirmasi oleh Brongersma pada tahun 1934.
Seiring berjalannya waktu dan perkembangan penelitian, beberapa spesies baru dari Jawa berhasil dideskripsikan. Beberapa di antaranya adalah C. semiadii pada tahun 2014, C. petani pada tahun 2015, C. klakahensis pada tahun 2016, dan C. belanegara pada tahun 2024.
Baca Juga: Barbodes klapanunggalensis, Ikan Tanpa Mata yang Ditemukan dalam Gua di Bogor