Mungkinkah Gerhana Matahari Penyebab Mesir Kuno Berhenti Membangun Piramida?

By Sysilia Tanhati, Senin, 7 April 2025 | 12:00 WIB
Gerhana matahari total mungkin menjadi alasan mengapa orang Mesir kuno berhenti membangun piramida besar.
Gerhana matahari total mungkin menjadi alasan mengapa orang Mesir kuno berhenti membangun piramida besar. (Blushade/Wikipedia)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah peristiwa astronomi mungkin telah menandai berakhirnya salah satu dinasti paling simbolis di Mesir kuno. Gerhana matahari total terjadi pada 1 April 2471 SM. Peristiwa itu kemungkinan memiliki hubungan langsung dengan jatuhnya Dinasti Keempat Mesir, era para pembangun piramida besar. Jadi apakah gerhana matahari total menjadi penyebab orang Mesir kuno berhenti membangun piramida besar?

Penemuan ini telah dianalisis dalam sebuah studi oleh Giulio Magli dari Universitas Politeknik Milan. Studi tersebut bertajuk "The April 1, 2471 b.C. eclipse and the end of 4th Egyptian dynasty."

Magli menyelidiki kemungkinan bahwa fenomena langit ini memengaruhi politik, agama, dan stabilitas Mesir kuno. Peneliti melakukan analisis terperinci tentang astronomi dan arkeologi pada masa itu. Lewat analisis, ia merekonstruksi dampak simbolis yang mungkin ditimbulkan oleh gerhana tersebut terhadap masyarakat Mesir kuno. “Di era tersebut, matahari merupakan dewa tertinggi,” tulis Guillermo Carvajal di laman La Bruju La Verde.

Untuk memahami signifikansi gerhana ini, penting untuk mempertimbangkan konteks Dinasti Keempat. Dinasti Keempat memerintah Mesir selama Kerajaan Lama (sekitar tahun 2613–2494 SM). Era ini adalah era firaun pembangun piramida besar: Sneferu, Khufu (juga dikenal sebagai Cheops), Khafre, dan Menkaure.

Para firaun ini mengonsolidasikan kekuasaan kerajaan melalui struktur arsitektur megah. Struktur tersebut tidak hanya berfungsi sebagai makam monumental tetapi juga sebagai simbol hubungan ilahi mereka dengan matahari, dewa tertinggi Ra. Pemilihan lokasi piramida di Giza, Dahshur, dan Abu Roash secara langsung selaras dengan teologi surya dan pengamatan peristiwa astronomi.

Meski telah dilakukan penggalian dan penyelidikan arkeologi selama dua abad di Giza, hanya tiga barang antik yang pernah ditemukan dari dalam Piramida Agung Giza.
Meski telah dilakukan penggalian dan penyelidikan arkeologi selama dua abad di Giza, hanya tiga barang antik yang pernah ditemukan dari dalam Piramida Agung Giza. (Kristoffer Halse/bobthemagicdragon/Flickr)

Contohnya Firaun Khufu. Ia mendirikan Piramida Agung Giza di lokasi strategis tempat titik balik matahari dan ekuinoks memainkan peran penting dalam desainnya. Para penerusnya, Djedefre dan Khafre, melanjutkan tradisi ini. Mereka menggabungkan nama Ra ke dalam nama mereka sendiri dan memperkuat ideologi surya dalam monarki.

Namun, pada akhir Dinasti Keempat, visi ini mulai runtuh. Firaun terakhir dinasti tersebut, Shepseskaf, membuat keputusan radikal. Alih-alih membangun piramida seperti pendahulunya, ia memerintahkan pembangunan mastaba di Saqqara. Perubahan ini telah membingungkan para arkeolog selama berabad-abad. “Karena tampaknya menandai pemutusan hubungan dengan tradisi dinasti dan agama,” tambah Carvajal.

Gerhana 2471 SM: Pertanda Ilahi

Pada titik ini, gerhana matahari total pada 1 April 2471 SM mulai terjadi. Menurut Magli, fenomena ini mungkin dianggap sebagai tanda murka para dewa atau pertanda ketidakstabilan politik.

Bagi orang Mesir kuno, matahari bukan hanya sumber cahaya dan kehidupan, tetapi juga poros utama pandangan dunia mereka. Ra adalah dewa pencipta, penjamin ketertiban (Maat), dan pelindung firaun. Gerhana, yang terjadi saat matahari menjadi gelap dan menghilang sesaat, ditafsirkan sebagai peringatan bahwa ada yang salah di kerajaan. Dari sudut pandang politik, kegelapan yang tiba-tiba di tengah hari dapat menyebabkan keresahan di kalangan elite pendeta dan penduduk.

Baca Juga: Bukan Sekadar Makam, Menguak Rahasia Pembangunan Piramida Mesir Kuno