Nationalgeographic.co.id—Suku Sentinel di Pulau Sentinel Utara, India, dengan kehidupan mereka yang terisolasi dari dunia luar serta cara kejam yang mereka lakukan untuk mengusir pendatang asing selalu menarik untuk dibahas.
Penjelajah abad ke-13, Marco Polo, dalam jurnal perjalanannya menggambarkan suku Sentinel di Kepulauan Andaman sebagai generasi yang paling ganas dan kejam yang tampaknya memakan siapa saja yang mereka tangkap. Namun, kanibalisme mereka tidak pernah terbukti.
Kisah orang-orang yang sengaja datang maupun terdampar di pulau itu dan bagaimana nasib mereka juga telah banyak terdengar.
Beberapa dari mereka tewas dibunuh oleh suku Sentinel, beberapa mengalami luka akibat serangan. Ada pula yang cukup beruntung hingga dapat berinteraksi langsung dengan suku Sentinel.
Dari beberapa pembunuhan yang dilakukan oleh suku Sentinel terhadap pendatang asing, ternyata ada keluarga korban yang menuntut keadilan atas keluarga mereka yang dibunuh oleh anggota suku.
Dilansir The Guardian, sekitar tahun 2006 lalu, dua nelayan India dibunuh oleh orang suku Sentinel. Mereka adalah Sunder Raj (48) dan Pandit Tiwari (52).
Kedua pria itu dibunuh oleh orang suku Sentinel setelah perahu mereka secara tidak sengaja terhanyut ke pantai Pulau Sentinel Utara.
Nelayan lain yang menyaksikan serangan itu dari kejauhan menggambarkan bagaimana kedua nelayan itu tewas setelah diserang oleh orang Sentinel. Orang-orang yang menyerang kedua nelayan itu hampir telanjang dan bersenjata kapak.
Setelah kejadian pembunuhan itu, sebuah helikopter penjaga pantai India dikirim untuk menyelidiki. Namun, helikopter tersebut diserang dengan busur dan anak panah oleh para anggota suku.
Mayat kedua nelayan terlihat di kuburan dangkal ketika hembusan angin dari bilah rotor helikopter menerbangkan pasir.
Salah satu awak helikopter kemudian mengatakan kepada polisi bahwa dia terkejut melihat mayat-mayat. Dia mengatakan, "Saya pikir mereka memanggang dan memakan korban mereka."
Baca Juga: Bagaimana Suku Sentinel Bisa Menjadi Bagian dari Republik India?
Insiden tersebut tentunya memunculkan beragam reaksi dari keluarga korban maupun pemerintah setempat.
Keluarga Sundar Raj menuntut keadilan dan kompensasi dari pemerintah. Namun, pemerintah setempat, yang mendapat tekanan dari kelompok pelestarian alam internasional dan sebagian besar penduduk setempat yang bersimpati, enggan untuk melanjutkan masalah ini. Ayah korban kedua pun berada di sisi yang sama dengan pemerintah.
Ayah korban Pandit yang juga seorang guru, RK Tiwari, mengatakan, "Percaya pada keadilan merupakan salah satu pilar masyarakat, tetapi bagi saya berbeda."
Tiwari menambahkan, "Anak saya Pandit mendapatkan keadilannya sendiri. Dia melanggar hukum, berburu hewan liar, dan memasuki tanah yang bukan miliknya, lalu dia dibunuh. Apa lagi yang bisa dikatakan?"
Menurut sang ayah yang saat itu berusia 74 tahun, suku Sentinel adalah korban dalam hal ini, bukan anaknya. Mereka hidup dalam teror terus-menerus dari pemburu gelap bersenjata lengkap dari Myanmar dan Port Blair.
Menurutnya, suku Sentinel hanya membela diri dengan busur, anak panah, dan batu dengan satu-satunya cara yang mereka tahu.
Tiwari hanya menginginkan jenazah anaknya kembali sehingga dia dan istrinya dapat menguburkannya. Dia tidak menginginkan pembalasan. "Bagaimanapun, ini adalah kasus yang mustahil untuk dituntut," katanya.
Polisi Andaman, Dharmendra Kumar, juga meyakini bahwa kasus tersebut tidak akan pernah sampai ke pengadilan.
Kumar mengatakan, "Kami memiliki saksi, ya, pemburu gelap yang tidak mau bersaksi karena mereka dapat dipenjara. Lalu ada kendala bahasa, tidak ada yang berbicara bahasa Sentinel. Ini terjadi sebelum kami berpikir untuk mengidentifikasi pelaku dan mengumpulkan bukti forensik. Kami harus menangkap seluruh suku."
Kumar menambahkan bahwa mereka berada dalam situasi yang tidak memungkinkan. Jika mereka menyerbu pulau itu, akan ada korban di kedua belah pihak.
Jika suku itu masuk ke pedalaman, tim penyelamat mungkin bisa menyelinap kembali ke sana dan mengambil mayat-mayat. Mungkin hanya itu yang bisa mereka lakukan.
Baca Juga: Orang-Orang yang Mencoba 'Menerobos' Pulau Sentinel dan Nasib Mereka
Menurut Kumar, sejumlah orang seperti pejabat pemerintah, antropolog, dan nelayan, telah mencoba masuk ke pulau itu sebelumnya, tetapi suku tersebut jelas bertekad untuk menjalani hidup mereka tanpa gangguan dari luar.
Contohnya saja setelah tsunami 2004 ketika tim penyelamat dengan helikopter dan perahu mendekati pulau itu untuk memeriksa korban, namun mereka disambut dengan panah dan tombak. Jika suku Sentinel selalu bereaksi demikian, lantas bagaimana tim akan melakukan penyelidikan?
Meski demikian, masih ada banyak empati terhadap keluarga korban, terutama atas kenyataan bahwa jasad para nelayan tersebut kemungkinan besar tidak akan pernah bisa ditemukan dari kuburan pantai Pulau Sentinel.
Salah polisi mengatakan, "Terlalu berbahaya." Jika mereka masuk dengan senjata, mereka akan menghadapi kecaman internasional.
Namun, jika mereka masuk tanpa senjata, mereka akan dibunuh dengan panah beracun dan anak panah berlumuran darah.
Di sisi lain, mereka berpendapat bahwa hukum harus ditegakkan. Pembunuhan tidak dapat diterima, mereka (suku Sentinel) telah melanggar hukum paling mendasar manusia.
Changal Das, istri Sundar Raj, menuntut penyelidikan polisi atas pembunuhan tersebut dan mengklaim dia mungkin akan membawa kasusnya ke pemerintah India.
Dia mengatakan kepada The Observer bahwa dia akan menghadapi tuntutan hukum. "Suami saya telah dibunuh dan tidak ada seorang pun yang peduli terhadap saya dan keluarga saya. Pemerintah dan polisi telah lepas tangan dari masalah ini: tampaknya tidak ada yang ingin menyinggung suku tersebut, tetapi dua orang telah terbunuh."
Changal Das ingin mayat-mayat itu ditemukan dan polisi menangkap para pembunuhnya. Menurutnya, apakah suaminya melakukan perburuan liar atau tidak, dia tidak pantas dibunuh dengan kapak.